وَمَا كَانَ اسْتِغْفَارُ اِبْرٰهِيْمَ لِاَبِيْهِ اِلَّا عَنْ مَّوْعِدَةٍ وَّعَدَهَآ اِيَّاهُۚ فَلَمَّا تَبَيَّنَ لَهٗٓ اَنَّهٗ عَدُوٌّ لِّلّٰهِ تَبَرَّاَ مِنْهُۗ اِنَّ اِبْرٰهِيْمَ لَاَوَّاهٌ حَلِيْمٌ ( التوبة: ١١٤ )
Wa Mā Kāna Astighfāru 'Ibrāhīma Li'abīhi 'Illā `An Maw`idatin Wa`adahā 'Īyāhu Falammā Tabayyana Lahu 'Annahu `Adūwun Lillāhi Tabarra'a Minhu 'Inna 'Ibrāhīma La'awwāhun Ĥalīmun. (at-Tawbah 9:114)
Artinya:
Adapun permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya. Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun. (QS. [9] At-Taubah : 114)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Adapun permohonan ampunan Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya yang berbeda agama dengan dia, tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya bahwa Ibrahim akan memintakan ampunan untuk bapaknya (Lihat: Surah Maryam/19: 47). Maka ketika jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah karena tetap dalam kemusyrikan dan kesesatan, maka Ibrahim berlepas diri darinya walau dengan berat hati. Sungguh, Ibrahim itu seorang yang sangat lembut hatinya, sangat takut kepada Allah lagi penyantun, yakni penyabar, mampu meredam kemarahan dan sikap buruk kepada orang lain.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dari keterangan-keterangan yang terdapat dalam ayat di atas mungkin terlintas pertanyaan dalam pikiran kita, apakah sebabnya Allah melarang Nabi Muhammad saw dan kaum Muslimin untuk memohon ampun bagi orang-orang yang telah mati dalam kemusyrikan dan kekafiran itu, walaupun kaum kerabat dan ibu bapaknya sendiri, padahal Nabi Ibrahim pernah memohonkan ampun bagi bapaknya, yang juga seorang musyrik yang mati dalam kemusyrikan dan kekafiran.
Maka dalam ayat ini Allah memberikan jawaban-Nya bahwa benar Nabi Ibrahim pernah memohonkan ampun kepada Allah bagi bapaknya yang bernama Azar, dengan mengucapkan doa sebagai berikut:
Dan ampunilah ayahku, sesungguhnya dia adalah termasuk orang yang sesat. (asy-Syuara' /26: 86)
Akan tetapi Nabi Ibrahim berbuat demikian itu adalah karena ia pernah menjanjikan kepada bapaknya untuk mendoakannya, dengan harapan agar Allah memberikan taufik kepadanya untuk beriman, dan memberikan petunjuk kepadanya jalan yang benar yang telah dibentangkannya. Janjinya itu menunjukkan bahwa Nabi Ibrahim sudah meyakini bahwa tugasnya hanyalah sekedar mendoakan kepada Allah sedang ia sendiri tidak berwenang memberikan petunjuk ataupun keselamatan, apalagi mengampuni dosanya.
Dengan demikian, Ibrahim telah memenuhi janjinya, akan tetapi hanya sekedar pemenuhan janji. Hal ini juga disebutkan Allah dalam firman-Nya:
Dan, (lembaran-lembaran) Ibrahim yang selalu menyempurnakan janji? (an-Najm/53: 37)
Dalam ayat selanjutnya, Allah menjelaskan bahwa walaupun Ibrahim telah memohonkan ampunan bagi ayahnya untuk memenuhi janjinya, namun kemudian setelah nyata baginya bahwa bapaknya benar-benar memusuhi Allah dalam kemusyrikan, maka Ibrahim tidak lagi mendoakan bapaknya setelah matinya. Nabi Ibrahim mendoakan bapaknya di kala bapaknya masih hidup, dengan harapan semoga bapaknya mendapat hidayat dan taufik dari Allah, meninggalkan kemusyrikannya dan bertobat kepada Allah. Doa yang semacam ini tidaklah terlarang.
Keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir tidak akan membiarkannya mengasihi orang-orang yang memusuhi Allah dan Rasul-Nya. Hal ini telah ditegaskan Allah dalam firman-Nya pada ayat-ayat lain:
Engkau (Muhammad) tidak akan mendapatkan sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapaknya, anaknya, saudaranya atau keluarganya. (al-Mujadalah/58: 22)
Pada masa bapaknya masih hidup, Nabi Ibrahim sudah tahu tentang tingkah lakunya yang tidak diridai Allah, sehingga ia sendiri pernah diancamnya dengan kata-kata yang kasar, yang tersebut dalam ayat berikut:
Dia (ayahnya) berkata, "Bencikah engkau kepada tuhan-tuhanku, wahai Ibrahim? Jika engkau tidak berhenti, pasti engkau akan kurajam, maka tinggalkanlah aku untuk waktu yang lama." (Maryam/19: 46)
Namun demikian Ibrahim juga berjanji kepada bapaknya untuk mendoakannya kepada Allah agar diberi ampun dan rahmat serta petunjuk. Akan tetapi, setelah bapaknya meninggal, nyatalah bagi Ibrahim bahwa ayahnya benar-benar memusuhi Allah pada masa hidupnya. Maka Ibrahim tidak lagi berdoa untuknya. Apakah gerangan sebab yang demikian?
Maka di akhir ayat ini Allah menerangkan jawaban atas pertanyaan tersebut, yaitu: karena Ibrahim adalah manusia yang amat takut kepada Allah, serta taat dan patuh kepada-Nya, ia juga terkenal sebagai penyantun, dan kokoh pendiriannya dalam segala hal.
Itulah sebabnya Nabi Ibrahim segera berhenti berdoa untuk bapaknya, setelah mengetahui bahwa dia benar-benar seorang musyrik, yang dalam hatinya telah tertanam dengan kuat kepercayaan syirik dan permusuhan terhadap Allah. Nabi Ibrahim berhati lembut, ia sangat menyesalkan sikap orang-orang musyrik di kalangan kaumnya, termasuk bapaknya sendiri.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik., hingga akhir ayat.
Nabi Saw. bermaksud memohonkan ampun kepada Allah buat ibunya, tetapi Allah Swt. melarangnya melakukan hal tersebut. Maka Nabi Saw. berkata, "Sesungguhnya Ibrahim kekasih Allah telah memohonkan ampun kepada Engkau buat ayahnya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tidak lain hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu. , hingga akhir ayat.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan ayat ini, bahwa pada awal mulanya mereka memohonkan ampun kepada Allah buat orang tua-orang tua mereka (di masa Jahiliah), hingga ayat ini diturunkan. Maka sejak itu mereka tidak lagi memohonkan ampun buat orang-orang mati mereka (di masa Jahiliah). Mereka juga tidak dilarang memohonkan ampun kepada Allah buat orang-orang yang masih hidup sebelum matinya, kemudian Allah menurunkan firman-Nya:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain., hingga akhir ayat.
Qatadah telah mengatakan sehubungan dengan makna ayat ini: telah diceritakan kepada kami bahwa pernah ada sejumlah sahabat Nabi Saw. bertanya, "Wahai Nabi Allah, sesungguhnya di antara bapak-bapak kita ada yang selalu berbuat baik kepada tetangganya, menghubungkan silaturahmi, menolong orang-orang yang kesusahan, dan menunaikan janji-janjinya. Maka bolehkah kami memohonkan ampun kepada Allah buat mereka?" Nabi Saw. bersabda, "Memang benar, demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar akan memohonkan ampun kepada Allah buat ayahku, sebagaimana Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah buat bapaknya." Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. sampai dengan firman-Nya:... adalah penghuni neraka Jahim.
Kemudian Allah Swt. membela Nabi Ibrahim a.s. melalui firman-Nya:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain., hingga akhir ayat.
Qatadah mengatakan, telah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Saw. telah bersabda:
Allah telah mewahyukan kepadaku beberapa kalimat yang kudengar dengan baik dan menetap tinggal di hatiku, yaitu aku diperintahkan agar tidak memohonkan ampun untuk orang yang mati dalam keadaan musyrik. Barang siapa yang memberikan lebihan dari hartanya, maka hal itu lebih baik baginya, dan barang siapa yang memegangnya, maka hal itu lebih buruk baginya, tetapi tidaklah Allah mencela orang yang beroleh pas-pasan.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Asy-Syaibani, dari Sa'id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki Yahudi mati meninggalkan seorang anak lelaki yang muslim. Maka anaknya itu tidak keluar mengantarkan jenazah ayahnya. Ketika hal tersebut diceritakan kepada Ibnu Abbas, maka Ibnu Abbas berkata bahwa seharusnya dia ikut berjalan mengiringinya dan mengebumikannya serta mendoakan kebaikan baginya selagi ayahnya masih hidup. Tetapi apabila ayahnya telah mati, hendaklah ia menyerahkan nasib ayahnya itu kepada ayahnya sendiri. Lalu Ibnu Abbas membacakan firman-Nya:
Dan permintaan ampun dari Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya tiada lain. sampai dengan firman-Nya: maka Ibrahim berlepas diri darinya. Yaitu tidak mendoakannya lagi.
Kesahihan riwayat ini terbuktikan melalui apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Abu Daud dan lain-lainnya melalui Ali r.a. Bahwa ketika Abu Talib meninggal dunia, aku (Ali) berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya pamanmu —syekh yang sesat itu— telah meninggal dunia." Maka Nabi Saw. bersabda, ”Pergilah kamu dan kebumikanlah jenazahnya, dan janganlah engkau menceritakan sesuatu pun mengenai diriku sebelum kamu datang kepadaku." Lalu Imam Abu Daud menceritakan hadis ini hingga selesai.
Ata ibnu Abu Rabah pernah mengatakan bahwa ia tidak akan meninggalkan permohonan rahmat (ampunan) buat seorang pun dari kalangan ahli kiblat, sekalipun dia adalah seorang wanita Habsyah yang mengandung karena zina, karena sesungguhnya dia belum pernah mendengar Allah melarang memohonkan rahmat kecuali hanya terhadap orang-orang musyrik. Allah Swt. telah berfirman:
Tiadalah sepatutnya bagi nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik. , hingga akhir ayat.
Ibnu Jarir meriwayatkan dari Ibnu Waki', dari ayahnya, dari Ismah ibnu Ramil, dari ayahnya yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar Abu Hurairah berkata, "Semoga Allah merahmati orang lelaki yang memohonkan ampun kepada Allah untuk Abu Hurairah dan ibunya." Aku bertanya," Juga buat ayah Abu Hurairah." Abu Hurairah menjawab, "Tidak, karena sesungguhnya ayahku mati dalam keadaan musyrik."
Firman Allah Swt.:
Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya itu adalah musuh Allah, maka Ibrahim berlepas diri darinya.
Ibnu Abbas mengatakan bahwa Nabi Ibrahim masih terus memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya hingga bapaknya meninggal dunia. Setelah nyata bagi Nabi Ibrahim bahwa bapaknya adalah musuh Allah, maka berlepas dirilah ia dari ayahnya. Riwayat lain menyebutkan bahwa setelah ayahnya itu mati, jelaslah bagi Ibrahim a.s. bahwa ayahnya itu adalah musuh Allah. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid, Ad-Dahhak, Qatadah, serta lain-lainnya.
Ubaid ibnu Umair dan Sa'id ibnu Jubair mengatakan bahwa Nabi Ibrahim berlepas diri dari bapaknya kelak di hari kiamat, yaitu di saat ia bersua dengan bapaknya yang wajahnya hitam legam. Lalu bapaknya berkata, "Hai Ibrahim, sesungguhnya dahulu aku mendurhakaimu, tetapi sekarang aku tidak akan mendurhakaimu lagi." Maka Ibrahim berkata, "Wahai Tuhanku, bukankah Engkau telah berjanji kepadaku bahwa Engkau tidak akan membuatku terhina di hari manusia dibangkitkan. Maka kehinaan apalagi yang lebih berat daripada mempunyai seorang bapak yang dijauhkan dari rahmat." Maka dikatakan, "Lihatlah ke belakangmu." Maka tiba-tiba terdapat hewan kurban yang berlumuran darah yang telah diubah wujudnya menjadi dubuk. Kemudian dubuk itu ditarik dan diseret kakinya, lalu dilemparkan ke dalam neraka.
Firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
Sufyan As-Sauri dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang telah meriwayatkan dari Asim ibnu Bahdalah, dari Zur ibnu Hubaisy, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa makna al-awwah ialah banyak berdoa. Hal yang sama telah diriwayatkan melalui berbagai jalur dari Ibnu Mas'ud.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Minhal, telah menceritakan kepadaku Abdul Hamid ibnu Bahram, telah menceritakan kepada kami Syahr ibnu Hausyab, dari Abdullah ibnu Syaddad ibnul Had yang mengatakan bahwa ketika Nabi Saw. sedang duduk, seorang lelaki bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah makna al-awwah?' Rasulullah Saw. menjawab bahwa al-awwah artinya orang yang sangat lembut hatinya. Allah Swt. telah berfirman:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun
Ibnu Abu Hatim meriwayatkannya melalui hadis Ibnul Mubarak, dari Abdul Hamid ibnu Bahram dengan sanad yang sama, yang lafaznya berbunyi seperti berikut: Al-awwah artinya sangat lembut hatinya lagi banyak berdoa.
As-Sauri telah meriwayatkan dari Salamah ibnu Kahil, dari Muslim Al-Batin, dari Abul Gadir, bahwa ia pernah bertanya kepada Ibnu Mas'ud tentang makna al-awwah. Maka ia menjawab bahwa al-awwah artinya penyayang.
Hal yang sama dikatakan oleh Mujahid, Abu Maisarah Umar ibnu Syurahbil, Al-Hasan Al-Basri, Qatadah, dan lain-lainnya, bahwa makna al-awwah ialah penyayang terhadap hamba-hamba Allah.
Ibnul Mubarak telah meriwayatkan dari Khalid, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang mempunyai keyakinan menurut bahasa Habsyah (Etiopia).
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya orang yang berkeyakinan. Hal yang sama telah dikatakan oleh Mujahid dan Ad-Dahhak.
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan —begitu pula Mujahid— dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah artinya orang yang beriman. Menurut riwayat Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, ditambahkan bahwa al-awwah artinya orang yang beriman lagi banyak bertobat.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang yang mukmin. Hal yang sama telah dikatakan oleh Ibnu Juraij, bahwa al-awwah menurut bahasa Habsyah artinya orang mukmin.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Lahi 'ah, dari Al-Hari s ibnu Yazid, dari Ali ibnu Rabah, dari Uqbah ibnu Amir, bahwa Rasulullah Saw. bersabda kepada seorang lelaki yang dikenal dengan julukan "Zun Nijddain' (orang yang memiliki dua pedang), bahwa sesungguhnya dia adalah orang yang lembut hatinya. Dikatakan demikian karena lelaki itu setiap disebutkan nama Allah di dalam Al-Qur'an, maka ia berdoa dengan suara yang keras. Hadis ini diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir.
Sa'id ibnu Jubair dan Asy-Sya'bi mengatakan bahwa al-awwah artinya orang yang suka bertasbih (salat)
Ibnu Wahb telah meriwayatkan dari Mu'awiyah ibnu Saleh, dari Abuz Zahiriyyah, dari Jubair ibnu Nafir, dari Abu Darda r.a. yang mengatakan, "Tiada yang dapat memelihara salat duha kecuali hanya orang yang berhati lemah lembut."
Syafi ibnu Mati', dari Ayyub, menyebutkan bahwa al-awwah artinya 'orang yang apabila teringat akan kesalahan-kesalahannya, maka ia memohon ampun kepada Allah darinya'.
Dari Mujahid, disebutkan bahwa al-awwah ialah orang yang memelihara diri, yakni seseorang yang berbuat dosa secara sembunyi-sembunyi, lalu ia bertobat dari dosanya itu dengan sembunyi-sembunyi pula. Semua riwayat di atas diketengahkan oleh Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Al-Muharibi, dari Hajjaj, dari Al-Hakam, dari Al-Hasan ibnu Muslim ibnu Bayan, bahwa pernah ada seorang lelaki yang banyak berzikir dan bertasbih kepada Allah. Kemudian perihalnya diceritakan kepada Nabi Saw. Maka Rasul Saw. bersabda: Sesungguhnya dia orang yang berhati lemah lembut.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Ibnu Hani, telah menceritakan kepada kami Al-Minhal ibnu Khalifah, dari Hajjaj ibnu Artah, dari Ata, dari Ibnu Abbas, dari Nabi Saw., bahwa Nabi Saw. pernah mengubur jenazah seseorang, lalu beliau bersabda: Semoga Allah merahmati engkau, sesungguhnya engkau adalah orang yang awwah. Yakni banyak membaca Al-Qur'an.
Syu'bah telah meriwayatkan dari Abu Yunus Al-Bahili yang mengatakan bahwa ia pernah mendengar seorang laki-laki dari Mekkah yang aslinya berasal dari Romawi, dia ahli cerita. Dia menceritakan hadis ini dari Abu Zar yang telah mengatakan bahwa pernah ada seorang lelaki tawaf di Baitullah seraya berdoa, dalam doanya itu ia selalu mengucapkan kata-kata, "Aduh. aduh." Ketika disebutkan hal itu kepada Nabi Saw., maka Nabi Saw. bersabda bahwa dia adalah orang yang banyak mengaduh, Abu Zar melanjutkan kisahnya.”Lalu ia keluar di suatu malam, tiba-tiba ia menjumpai Rasulullah Saw. sedang mengebumikan jenazah lelaki tersebut di malam hari seraya membawa pelita." Hadis ini garib. diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Telah diriwayatkan dari Ka'bul Ahbar, bahwa ia mengatakan bahwa ia telah mendengar firman-Nya:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
Perawi mengatakan, tersebutlah apabila Ka'bul Ahbar teringat kepada neraka, maka ia selalu mengatakan, "Aduh, semoga dijauhkan dari neraka."
Ibnu Juraij telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
Yang dimaksud dengan awwah ialah faqih, yakni ahli fiqih.
Imam Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan bahwa pendapat yang paling utama ialah yang mengatakan bahwa al-awwah artinya banyak berdoa, ini sesuai dengan konteks, karena Allah Swt. telah menyebutkan bahwa Ibrahim a.s. tidak sekali-kali memintakan ampun kepada Allah untuk bapaknya, melainkan karena dia telah berjanji akan melakukannya buat bapaknya. Nabi Ibrahim adalah orang yang banyak berdoa lagi penyantun terhadap orang yang berbuat aniaya dan orang yang menimpakan hal-hal yang tidak disukai terhadap dirinya. Karena itulah maka Nabi Ibrahim memohonkan ampun kepada Allah untuk bapaknya, sekalipun bapaknya itu sangat menyakitinya, seperti yang dikisahkan oleh firman-Nya:
Berkata bapaknya, "Bencikah kamu kepada tuhan-tuhanku, hai Ibrahim? Jika kamu tidak berhenti, niscaya kamu akan kurajam, dan tinggalkanlah aku buat waktu yang lama.” Berkata Ibrahim, "Semoga keselamatan dilimpahkan kepadamu, aku akan memintakan ampun bagimu kepada Tuhanku. Sesungguhnya Dia sangat baik kepadaku.” (Maryam:46-47)
Ternyata Nabi Ibrahim bersikap penyantun terhadap bapaknya, sekalipun bapaknya menyakitinya. Beliau bahkan berdoa dan memohonkan ampun untuknya. Karena itulah dalam akhir ayat ini disebutkan:
Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut hatinya lagi penyantun.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan permintaan ampun dari Ibrahim kepada Allah untuk bapaknya (pamannya) tidak lain hanya karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu) melalui perkataan Nabi Ibrahim sendiri, seperti apa yang diungkapkan oleh firman-Nya, "Aku akan mintakan ampun bagimu kepada Rabbku." (Q.S. Maryam 47) Nabi Ibrahim menjanjikan demikian dengan harapan semoga bapak (paman)nya itu mau masuk Islam. (Maka tatkala jelas bagi Ibrahim bahwa bapaknya/pamannya itu adalah musuh Allah) lantaran ia mati dalam keadaan kafir (maka Ibrahim berlepas diri daripadanya) kemudian Nabi Ibrahim berhenti dari memintakan ampunannya. (Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang yang sangat lembut) banyak merendahkan diri dan berdoa kepada Allah (lagi penyantun) sangat sabar di dalam menahan derita.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Permohonan ampunan yang dilakukan Ibrâhîm untuk ayahnya tidak lain adalah untuk memenuhi janji Ibrâhîm kepadanya untuk beriman. Tetapi setelah ia mengetahui bahwa ayahnya adalah musuh Allah, yang tetap bersikeras mempertahankan kesyirikan sampai mati, maka ia lepas tangan dan tidak memohonkan ampunan lagi. Ibrâhîm adalah orang yang banyak berdoa dan tunduk kepada Allah serta sangat penyabar menghadapi segala keburukan.