Firman Allah Swt.:
sebagai pembalasan yang setimpal. (An-Naba: 26)
Yaitu siksaan yang sedang mereka alami ini merupakan hasil dari amal perbuatan mereka yang rusak selama mereka berada di dunia. Demikianlah menurut Mujahid dan Qatadah serta selain keduanya yang bukan hanya seorang. Kemudian dalam firman berikutnya disebutkan:
Sesungguhnya mereka tidak takut kepada hisab. (An-Naba: 27)
Yakni mereka sama sekali tidak percaya bahwa di alam akhirat ada kehidupan lain yang mereka akan mendapati balasan amal perbuatannya dan menjalani hisab (perhitungan)nya.
dan mereka mendustakan ayat-ayat Kami dengan sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28)
Dahulu mereka mendustakan hujah-hujah Allah dan bukti-bukti kebenaran-Nya terhadap makhluk-Nya, yang Dia turunkan kepada para rasul-Nya, tetapi mereka menyambutnya dengan kedustaan dan keingkaran.
Firman Allah Swt:
dengan kedustaan yang sesungguh-sungguhnya. (An-Naba: 28)
Yaitu takziban (dengan sesungguh-sungguhnya), ini merupakan bentuk masdar yang bukan berasal dari fi'il (kata kerja)nya. Ulama Nahwu mengatakan bahwa pernah ada seorang Arab Badui meminta fatwa dari Al-Farra sehubungan dengan tahalhil di Marwah, "Apakah memotong rambut yang lebih engkau sukai ataukah mencukurnya pendek-pendek?" Yakni dengan memakai ungkapan al-qissar (sewazan dengan kizzaba).