يٰٓاَيُّهَا النَّبِيُّ اِذَا جَاۤءَكَ الْمُؤْمِنٰتُ يُبَايِعْنَكَ عَلٰٓى اَنْ لَّا يُشْرِكْنَ بِاللّٰهِ شَيْـًٔا وَّلَا يَسْرِقْنَ وَلَا يَزْنِيْنَ وَلَا يَقْتُلْنَ اَوْلَادَهُنَّ وَلَا يَأْتِيْنَ بِبُهْتَانٍ يَّفْتَرِيْنَهٗ بَيْنَ اَيْدِيْهِنَّ وَاَرْجُلِهِنَّ وَلَا يَعْصِيْنَكَ فِيْ مَعْرُوْفٍ فَبَايِعْهُنَّ وَاسْتَغْفِرْ لَهُنَّ اللّٰهَ ۗاِنَّ اللّٰهَ غَفُوْرٌ رَّحِيْمٌ ( الممتحنة: ١٢ )
Yā 'Ayyuhā An-Nabīyu 'Idhā Jā'aka Al-Mu'uminātu Yubāyi`naka `Alaá 'An Lā Yushrikna Billāhi Shay'āan Wa Lā Yasriqna Wa Lā Yaznīna Wa Lā Yaqtulna 'Awlādahunna Wa Lā Ya'tīna Bibuhtānin Yaftarīnahu Bayna 'Aydīhinna Wa 'Arjulihinna Wa Lā Ya`şīnaka Fī Ma`rūfin Fabāyi`hunna Wa Astaghfir Lahunna Allāha 'Inna Allāha Ghafūrun Raĥīmun. (al-Mumtaḥanah 60:12)
Artinya:
Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan yang mukmin datang kepadamu untuk mengadakan bai‘at (janji setia), bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah; tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik, maka terimalah janji setia mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah. Sungguh, Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang. (QS. [60] Al-Mumtahanah : 12)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Ayat ini berbicara tentang perempuan yang berbaiat kepada Nabi bahwa mereka berjanji setia tidak akan melakukan dosa-dosa besar. Wahai Nabi! Apabila perempuan-perempuan beriman dari berbagai kabilah datang kepadamu untuk berbaiat, berjanji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu apa pun setelah mengokohkan dua kalimat syahadat; tidak akan mencuri milik orang lain dengan cara apa pun; tidak akan berzina dengan siapa pun; tidak akan membunuh anak-anak mereka seperti kebiasaan masyarakat Arab sebelum zaman Islam, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka dengan mengadakan pengakuan-pengakuan palsu mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan seperti tuduhan berzina, tuduhan bahwa anak seorang perempuan bukan anak suaminya; dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan kebaikan yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya; maka terimalah janji setia mereka semoga menjadi momentum untuk perbaikan akhlak mereka dan mohonkanlah ampunan untuk mereka kepada Allah agar dosa-dosa mereka dihapuskan oleh Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun kepada siapa saja yang bertobat dengan tulus, Maha Penyayang kepada hamba-hamba-Nya yang beriman dan mendekatkan diri kepada-Nya.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Allah menyatakan kepada Nabi Muhammad bahwa perempuan-perempuan yang menyatakan keimanan dan ketaatannya harus berjanji bahwa mereka tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak akan mencuri harta orang lain, tidak akan berzina, tidak akan menggugurkan anak dalam kandungannya, dan tidak akan mengerjakan yang dilarang, seperti meratapi orang mati dengan mengoyak-ngoyak pakaian, dan sebagainya. Bila mereka telah berjanji, maka pernyataan iman mereka harus diterima. Nabi juga diperintahkan untuk mengatakan kepada mereka bahwa mereka akan mendapat ampunan Allah dan pahala dari-Nya jika mereka konsekuen melaksanakan janji mereka itu. Nabi juga diminta untuk berdoa kepada Allah agar dosa-dosa mereka diampuni, karena sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Diriwayatkan oleh al-Bukhari dari 'Urwah bin Zubair bahwa 'Aisyah berkata, "Rasulullah saw menguji perempuan yang hijrah sesuai ayat: ya ayyuhan-nabiyy idha ja'akal-mu'minat¦..innallaha gafurur-rahim. Barang siapa yang telah memenuhi syarat-syarat di atas, berarti perempuan itu telah mengikrarkan pernyataan bahwa dirinya beriman."
Diriwayatkan pula oleh 'Urwah bin Zubair dari 'Aisyah, ia berkata, "Telah datang Fathimah binti 'Utbah untuk menyatakan keimanannya kepada Rasulullah, maka beliau meminta ia berjanji tidak akan mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak menggugurkan kandungannya, maka Fathimah merasa malu menyebut janji itu sambil meletakkan tangan di atas kepalanya." Maka 'Aisyah berkata, "Hendaklah engkau akui yang dikatakan Nabi itu. Demi Allah, kami tidak menyatakan keimanan kecuali dengan cara demikian." Fathimah melaksanakan yang diminta 'Aisyah itu, lalu Nabi menerima pengakuannya.
Menurut riwayat yang lain bahwa Nabi Muhammad banyak menerima pernyataan beriman dari para perempuan ketika penaklukan Mekah. Di antara yang menyatakan keimanannya itu terdapat Hindun binti 'Utbah, istri Abu Sufyan, kepala suku Quraisy.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami keponakan Ibnu Syihab, dari pamannya yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Urwah, bahwa Siti Aisyah r.a. istri Nabi Saw. pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. menguji setiap wanita mukmin yang berhijrah kepadanya karena ada ayat ini, yaitu: Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia. (Al-Mumtahanah: 12) sampai dengan firman-Nya: Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Al-Mumtahanah: 12) Urwah mengatakan bahwa Siti Aisyah melanjutkan kisahnya, bahwa barang siapa di antara wanita-wanita yang mukmin itu mengakui persyaratan tersebut. Maka Rasulullah Saw. bersabda kepadanya: Aku telah membaiatmu (menerima janji setiamu). hanya dengan ucapan; dan demi Allah tangan beliau sama sekali tidak menyentuh tangan seorang wanita pun dalam baiat itu. Baiat beliau kepada mereka hanyalah melalui sabda beliau Saw. yang mengatakan: Aku telah membaiatmu atas hal tersebut.
Ini menurut lafaz Imam Bukhari.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Mahdi, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Umaimah binti Raqiqah yang telah menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. bersama-sama dengan kaum wanita untuk menyatakan baiat (janji setia) mereka kepadanya. Maka beliau Saw. menyumpah kami dengan apa yang terkandung di dalam Al-Qur'an, yaitu kami tidak boleh mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, hingga akhir ayat. Lalu beliau Saw. bersabda: Dalam batasan sesuai dengan kemampuan dan kekuatan kalian. Kami berkata, "Allah dan Rasul-Nya lebih sayang kepada kita daripada diri kita sendiri." Kami bertanya, "Wahai Rasulullah, mengapa engkau tidak menjabat tangan kami (sebagaimana engkau membaiat kaum lelaki)?" Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya aku tidak mau berjabat tangan dengan wanita (lain), sesungguhnya ucapanku kepada seorang wanita adalah sama dengan ucapanku kepada seratus orang wanita.
Sanad hadis ini sahih. Imam Turmuzi, Imam Nasai, dan Imam Ibnu Majah telah meriwayatkan hadis ini melalui Sufyan ibnu Uyaynah, juga Imam Nasai melalui hadis As-Sauri dan Malik ibnu Anas, semuanya dari Muhammad ibnul Munkadir dengan sanad yang sama Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan sahih, kami tidak mengenalnya melainkan melalui hadis Muhammad ibnul Munkadir.
Imam Ahmad telah meriwayatkannya pula melalui hadis Muhammad ibnu Ishaq, dari Muhammad ibnul Munkadir, dari Umaimah, tetapi ditambahkan bahwa Rasulullah Saw. tidak menjabat tangan seorang wanita pun dari kami. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Ibnu Jarir melalui jalur Musa ibnu Udbah, dari Muhammad ibnul Munkadir dengan sanad yang sama.
Imam Ibnu Abu Hatim telah meriwayatkannya melalui hadis Abu Ja'far Ar-Razi, dari Muhammad ibnul Munkadir, bahwa telah menceritakan kepadaku Umaimah binti Raqiqah saudara perempuan Khadijah alias bibinya Siti Fatimah secara lisan dan langsung, hingga akhir hadis.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ya'qub, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Ibnu Ishaq, telah menceritakan kepadaku Salit ibnu Ayyub ibnul Hakam ibnu Salim, dari ibunya (yaitu Salma binti Qais) yang juga merupakan bibi Rasulullah Saw. dan pernah salat bersama beliau Saw. menghadap ke arah dua kiblat. Dia adalah salah seorang wanita dari kalangan Bani Addi ibnun Najjar. Dia mengatakan, "Aku datang kepada Rasulullah Saw. untuk mengucapkan baiat kepadanya bersama-sama dengan kaum wanita dari Ansar. Rasulullah Saw. dalam baiat itu mensyaratkan kepada kami hendaknya kami tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, tidak berbuat dusta yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan tidak mendurhakainya dalam urusan yang baik, lalu Rasulullah Saw. bersabda:
'Dan jangan pula kamu menipu suami-suamimu.'
Maka kami terima baiat itu, kemudian kami pergi. Dan aku berkata kepada seorang wanita di antara mereka, 'Kembalilah kamu dan tanyakanlah kepada Rasulullah Saw. bahwa apakah yang dimaksud dengan menipu suami kami?' Wanita itu kembali dan menanyakan kepadanya makna kalimat itu, lalu beliau Saw. menjawab:
'Bila kamu ambil hartanya, lalu kamu gunakan untuk mendekatkan dirimu dengan lelaki lain'.”
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Abul Abbas, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman ibnu Usman ibnu Ibrahim ibnu Muhammad ibnu Hatib, telah menceritakan kepadaku Abu Hatib, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ibunya (yaitu Aisyah binti Qudamah ibnu Maz'un) yang telah menceritakan bahwa aku bersama ibuku Ra'itah binti Sufyan Al-Khuza'iyah ikut dengan kaum wanita berbaiat kepada Nabi Saw. Nabi Saw. bersabda: Aku membaiat kalian dengan syarat janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan sesuatu pun, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anak-anak kalian, jangan berbuat dusta yang kalian ada-adakan antara tangan dan kaki kalian, dan jangan kalian mendurhakaiku dalam urusan yang baik. Maka kami menjawab, "Ya." Sebatas kemampuan kalian. -Mereka, aku, dan ibuku mengucapkan, "Ya," dan ibuku berkata kepadaku, "Hai anak perempuanku, jawablah ya." Maka aku pun mengatakan apa yang dikatakan oleh mereka.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, telah menceritakan kepada kami Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Ayyub, dari Hafsah binti Sirin, dari Ummu Atiyyah yang mengatakan bahwa kami berbaiat kepada Rasulullah Saw. Maka beliau membacakan kepada kami firman Allah Swt.: bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah. (Al-Mumtahanah: 12) Beliau Saw. juga melarang kami melakukan niyahah. Maka ada seorang wanita yang menggenggamkan tangannya, lalu berkata, "Si Fulanah telah berjasa kepadaku dan membuatku bahagia, maka aku bermaksud untuk membalas jasanya (dengan niyahah)." Rasulullah Saw. tidak menjawab perkataan wanita itu barang sepatah kata pun, lalu wanita itu pergi dan kembali lagi, selanjutnya Rasulullah Saw. membaiatnya.
Imam Muslim telah meriwayatkan pula hadis ini. Menurut riwayat lain, tiada seorang pun dari mereka yang memenuhinya selain dari wanita itu dan Ummu Sulaim binti Mulhan. Menurut riwayat Imam Bukhari, dari Ummu Atiyyah, Rasulullah Saw. menyumpah kami saat kami berbaiat kepadanya, bahwa kami tidak boleh melakukan niyahah (menangisi kepergian mayat). Maka tiada seorang pun dari kami yang memenuhinya selain lima orang wanita, yaitu Ummu Sulaim, Ummul Ala, anak perempuan Abu Sabrah, istrinya Mu'az, dan dua orang wanita lainnya; atau anak perempuan Abu Sabrah, istrinya Mu'az dan seorang wanita lainnya. Sebelum itu Rasulullah Saw. telah menyumpah kaum wanita dengan baiat ini di hari raya.
Seperti apa yang disebutkan oleh Imam Bukhari, bahwa telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdur Rahim, telah menceritakan kepada kami Harun ibnu Ma'ruf, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Wahb, telah menceritakan kepadaku Ibnu Juraij, bahwa Al-Hasan ibnu Muslim pernah menceritakan kepadanya dariTawus, dari Ibnul Abbas yang mengatakan bahwa ia pernah ikut salat hari raya bersama Rasulullah Saw., Abu Bakar, Umar, dan Usman; semuanya mengerjakan salat Id sebelum khotbah. Sesudah salat, baru khotbah, lalu Nabi Saw. turun dari mimbarnya seakan-akan kulihat beliau saat menyuruh duduk kaum lelaki dengan tangannya. Kemudian beliau melangkah menguaksaf mereka hingga datang kesaf kaum wanita bersama Bilal. Maka beliau Saw. membacakan firman Allah Swt.: Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya, tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka, dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) hingga akhir ayat. Kemudian setelah selesai dari itu beliau bertanya, "Maukah kalian berjanji atas semuanya itu?" Maka hanya ada seorang wanita yang menjawab, "Ya, wahai Rasulullah." Sedangkan yang lainnya tidak. Hasan tidak mengetahui siapa wanita itu. Hasan melanjutkan kisahnya, bahwa setelah itu kaum wanita bersedekah, dan Bilal menggelarkan pakaiannya. Maka mereka melemparkan ke kain Bilal itu apa yang mereka sedekahkan, di antara mereka ada yang melemparkan gelang, ada pula yang melemparkan cincin emas.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Khalaf ibnul Walid, telah menceritakan kepada kami Abbas, dari Sulaiman ibnu Salim, dari Amr ibnu Syu'aib, dari ayahnya, dari kakeknya yang menceritakan bahwa Umaimah binti Raqiqah datang kepada Rasulullah Saw. untuk berbaiat kepadanya tentang keislamannya. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku membaiatmu dengan syarat janganlah kamu mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, jangan mencuri, jangan berzina, jangan membunuh anakmu, jangan mendatangkan kedustaan yang kamu ada-adakan antara tangan dan kakimu, jangan kamu lakukan niyahah, dan janganlah kamu berbuat tabarruj seperti labarrujnya orang-orang Jahiliah masa lalu.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Az-Zuhri, dari Abu Idris Al-Khaulani, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa ketika kami berada di suatu majelis dengan Rasulullah Saw., maka beliau Saw. bersabda: Kamu harus berbaiat kepadaku bahwa kamu tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, dan tidak akan membunuh anak-anak kamu. Lalu Rasulullah Saw. membacakan firman-Nya yang berisikan baiat terhadap kaum wanita, yaitu, "Apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman," hingga akhir ayat. Lalu beliau Saw. melanjutkan: Maka barang siapa di antara kamu yang menunaikannya, pahalanya ada pada Allah. Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari hal tersebut, lalu ia kena hukuman, maka hukuman itu merupakan penghapus dosa baginya. Dan barang siapa yang melanggar sesuatu dari itu, lalu Allah menutupinya, maka nasibnya terserah Allah; jika Dia berkehendak mengampuninya, tentu Dia mengampuninya; dan jika Dia berkehendak mengazabnya, tentulah Dia mengazabnya.
Imam Bukhari dan Imam Muslim telah mengetengahkan hadis ini di dalam kitab sahih masing-masing.
Muhammad ibnu Ishaq telah meriwayatkan dari Yazid ibnu Abu Habib, dari Marsad ibnu Abdullah Al-Yazni, dari Abu Abdullah alias Abdur Rahman ibnu Usailah As-Sanabiji, dari Ubadah ibnus Samit yang mengatakan bahwa aku termasuk di antara dua belas orang lelaki yang menghadiri Al-Aqabah pertama, lalu kami menyatakan baiat kami kepada Rasulullah Saw. dengan baiat yang sama seperti baiat kaum wanita. Demikian itu terjadi sebelum difardukan atas kami berperang. Yaitu hendaklah kami tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak mencuri, tidak berzina, tidak membunuh anak-anak kami, dan tidak mendatangkan kedustaan yang kami ada-adakan antara tangan dan kaki kami, dan kami tidak akan mendurhakainya dalam urusan kebaikan. Kemudian Rasulullah Saw. bersabda:
Dan jika kalian menunaikannya, maka bagi kalian surga.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan pula hadis ini.
Ibnu Jarir telah meriwayatkan melalui jalur Al-Aufi, dari Ibnu Abbas, bahwa Rasulullah Saw. memerintahkan kepada sahabat Umar ibnul Khattab melalui sabdanya: Katakanlah kepada mereka (kaum wanita), bahwa sesungguhnya Rasulullah Saw. membaiat kalian dengan syarat janganlah kalian mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah. Saat itu Hindun binti Utbah ibnu Rabi'ah yang telah membelah perut Hamzah menyamarkan dirinya di antara kaum wanita. Hindun berkata kepada dirinya sendiri, "Jika aku berbicara, tentulah Nabi akan mengenalku; dan jika dia mengenalku, pasti membunuhku. Dan sesungguhnya samaranku ini tiada lain karena takut kepada dia (Rasul Saw.)." Maka kaum wanita yang ada bersama Hindun diam dan tidak mau berbicara. Akhirnya Hindun' yang masih dalam penyamarannya tidak tahan, lalu ia angkat bicara, "Bagaimana engkau mau menerima sesuatu dari kaum wanita yang jika dilakukan oleh kaum lelaki engkau tidak akan mau menerimanya?" Rasulullah Saw. memandang ke arahnya, lalu berkata kepada Umar: Katakanlah kepada mereka, bahwa janganlah mereka mencuri. Hindun bertanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku telah banyak mengambil dari Abu Sufyan barang-barang yang saya sendiri tidak tahu apakah dia menghalalkannya bagiku ataukah tidak?" Abu Sufyan (yang ada di tempat itu) menjawab, "Tiada sesuatu pun yang engkau ambil dan telah habis atau masih tersisa, maka semuanya itu halal bagimu." Maka Rasulullah Saw. tersenyum dan mulai mengenal Hindun, lalu beliau memanggilnya dan Hindun berpegangan kepada tangan Abu Sufyan seraya berlindung kepadanya, dan Rasulullah Saw. bertanya, "Engkau Hindun?" Hindun menjawab, "Semoga Allah memaafkan apa yang telah silam." Rasulullah Saw. berpaling dari Hindun dan bersabda, "Janganlah mereka berzina," Hindun bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah wanita merdeka melakukan zina?" Rasulullah Saw. menjawab, "Tidak, demi Allah, wanita merdeka tidak akan berzina." Lalu Rasulullah Saw. bersabda, "Dan janganlah mereka membunuh anak-anak mereka." Hindun berkata, "Engkau telah membunuh mereka dalam Perang Badar, engkau dan mereka lebih mengenal." Rasulullah Saw. membaca firman-Nya: dan janganlah mereka berbuat dusta yang mereka ada-adakan di antara tangan dan kaki mereka. (Al-Mumtahanah: 12) Lalu membaca firman seterusnya: dan janganlah mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Ubadah ibnus Samit melanjutkan kisahnya, bahwa Rasulullah Saw. melarang pula mereka melakukan niyahah. Dan dahulu orang-orang Jahiliah dalam niyahah (tangisan bela sungkawanya) merobek-robek pakaian mereka, mencakari muka mereka, dan memotongi (mengguntingi) rambut mereka, serta menyerukan kata-kata kecelakaan dan kebinasaan.
Ini merupakan asar yang garib, dan pada sebagiannya terdapat hal-hal yang mungkar; hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Karena sesungguhnya Abu Sufyan dan istrinya (Hindun) setelah masuk Islam, Rasulullah Saw. belum pernah bersikap menyembunyikan sesuatu terhadap keduanya, bahkan menampakkan sikap yang jernih lagi tulus kepada keduanya; demikian pula sebaliknya dari keduanya terhadap Rasulullah Saw.
Muqatil ibnu Hayyan mengatakan bahwa ayat ini diturunkan di hari penaklukan kota Mekah. Rasulullah Saw. membaiat kaum lelaki mereka agar bersikap tulus dan jernih, sedangkan Umar membaiat kaum wanita atas perintah dari Rasulullah Saw. Lalu disebutkan hal yang sama dengan asar di atas, tetapi ditambahkan bahwa ketika Umar mengatakan, "Janganlah kalian membunuh anak-anak kalian." Maka Hindun berkata, "Kami telah memelihara mereka sejak kecil; dan ketika dewasa, kalian bunuh mereka." Maka Umar ibnul Khattab tertawa sehingga jatuh tertelentang. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepadaku ayahku, telah menceritakan kepada kami Nasr ibnu Ali, telah menceritakan kepadaku Ummu Atiyyah binti Sulaiman, telah menceritakan kepadaku pamanku, dari kakekku, dari Aisyah r.a. yang menceritakan bahwa Hindun ibnu Utbah datang kepada Rasulullah Saw. untuk menyatakan janji setia kepadanya, lalu Rasulullah Saw. memandang ke arah tangan Hindun dan bersabda: Pulanglah kamu dan ubahlah tanganmu. Maka Hindun memolesi tangannya dengan pacar, lalu datang kembali. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Aku baiat engkau dengan syarat janganlah engkau persekutukan sesuatu pun dengan Allah. Maka Hindun berbaiat kepadanya, sedangkan di tangan Hindun terdapat dua gelang emas. Lalu Hindun bertanya kepadanya, "Bagaimanakah pendapatmu dengan dua buah gelang emas yang aku kenakan ini?" Rasulullah Saw. menjawab: Dua buah bara api dari neraka Jahanam.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa' id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Husain, dari Amir Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaiat kaum wanita, sedangkan di tangan beliau Saw. terdapat sehelai kain untuk menutupi telapak tangannya. Lalu beliau Saw. bersabda: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu. Maka ada seorang wanita memotong, "Engkau telah membunuh ayah-ayah mereka, kemudian engkau wasiatkan kepada kami anak-anak mereka." Maka sesudah peristiwa ini apabila ada kaum wanita yang datang kepadanya, terlebih dahulu beliau Saw. mengumpulkan mereka dan baru menawarkan kepada mereka baiat tersebut. Apabila mereka telah mengakuinya, maka mereka dipersilakan pulang.
Firman Allah Swt.:
Hai Nabi, apabila datang kepadamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia. (Al-Mumtahanah: 12)
Yakni barang siapa dari kalangan kaum wanita yang datang kepadamu untuk mengadakan janji setia dengan persyaratan tersebut, maka baiatlah dia bahwa hendaklah dia tidak mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah dan tidak mencuri harta orang lain. Adapun jika suaminya melalaikan sebagaian dari nafkahnya, maka wanita yang bersangkutan diperbolehkan memakan sebagian dari harta suaminya dengan cara yang makruf sesuai dengan tradisi bagi wanita yang semisal dengan dia, sekalipun pengambilan itu tanpa sepengetahuan suaminya.
Hal ini diperbolehkan karena ada hadis yang menyangkut Hindun ibnu Utbah yang menyebutkan bahwa dia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan adalah seorang lelaki yang pelit, belum pernah memberi nafkah yang cukup untukku dan untuk anak-anakku, apakah aku berdosa jika kuambil sebagian dari hartanya tanpa sepengetahuan-nya?" Rasulullah Saw. menjawab:
Ambillah sebagian dari hartanya dengan cara yang makruf untuk mencukupi kebutuhanmu dan kebutuhan anak-anakmu.
Imam Bukhari dan Imam Muslim meriwayatkan hadis ini di dalam kitab sahihnya masing-masing.
Firman Allah Swt.:
tidak akan berzina. (Al-Mumtahanah: 12) Sebagaimana yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan janganlah kamu mendekati zina; sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk. (Al-Isra: 32)
Di dalam hadis Samurah disebutkan hukuman zina yaitu azab yang pedih di dalam neraka Jahanam.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ma'mar, dari Az-Zuhri, dari Urwah, dari Aisyah yang mengatakan bahwa Fatimah binti Utbah datang untuk mengadakan baiat kepada Rasulullah Saw. Maka Rasulullah Saw. menyumpahnya dengan firman-Nya: bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina. (Al-Mumtahanah: 12), hingga akhir ayat. Maka Fatimah meletakkan tangannya di atas kepalanya karena malu, dan Nabi Saw. merasa heran dengan sikapnya. Maka Siti Aisyah berkata, "Berikrarlah, hai wanita. Demi Allah, kami pun tidak berbaiat kecuali dengan persyaratan tersebut." Lalu wanita itu menjawab, "Kalau begitu, saya setuju." Maka Nabi Saw. membaiatnya dengan ayat tadi.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Sa'id Al-Asyaj, telah menceritakan kepada kami Ibnu Fudail, dari Husain, dari Amir Asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. membaiat kaum wanita, sedangkan pada tangan beliau terdapat kain yang digunakannya untuk menutupi telapak tangannya (saat menyalami wanita yang dibaiatnya). Kemudian beliau Saw. bersabda: Janganlah kamu membunuh anak-anakmu. Seorang wanita memotong, "Engkau telah bunuh bapak-bapak mereka (dalam Perang Badar), lalu engkau wasiatkan (kepada kami) anak-anak mereka." Sejak saat itu apabila datang wanita untuk menyatakan baiatnya, terlebih dahulu beliau kumpulkan mereka, lalu menawarkan kepada mereka persyaratan itu. Bila mereka mau mengikrarkannya, barulah mereka diperbolehkan pulang.
Firman Allah Swt.:
tidak akan membunuh anak-anaknya. (Al-Mumtahanah: 12)
Hal ini mencakup pengertian membunuh anak sesudah lahir, sebagaimana yang pernah dilakukan oleh kaum Jahiliah di masa silam; mereka membunuh anak-anaknya karena takut jatuh miskin. Termasuk pula ke dalam ayat ini membunuh anak selagi masih berupa janin, sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang-orang yang bodoh dari kalangan kaum wanita, ia menjatuhkan dirinya agar kandungannya gugur dan tidak jadi, adakalanya karena tujuan yang fasid (rusak) atau tujuan lainnya.
Firman Allah Swt.:
tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka. (Al-Mumtahanah: 12)
Ibnu Abbas mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah janganlah mereka menisbatkan anak-anak mereka kepada selain ayah-ayah mereka. Hal yang sama telah dikatakan oleh Muqatil. Pendapat ini diperkuat dengan adanya hadis yang diriwayatkan oleh Abu Daud. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Saleh, telah menceritakan kepada kami Ibnu Wahb, telah menceritakan kepada kami Amr ibnul Haris, dari Ibnul Had, dari Abdullah ibnu Yunus, dari Sa'id Al-Maqbari, dari Abu Hurairah, bahwa ketika ayat Mula'anah (li'an) diturunkan, ia mendengar Rasulullah Saw. bersabda: Siapa pun wanitanya yang memasukkan ke dalam kaum (nya) seseorang yang bukan berasal dari mereka, maka dijauhkanlah dia dari rahmat Allah, dan Dia tidak akan memasukkannya ke surga. Dan siapa pun lelakinya yang mengingkari anaknya sendiri, padahal dia menyaksikannya, maka Allah menutup diri darinya dan mempermalukannya di depan mata kepala orang-orang yang terdahulu dan orang-orang yang terkemudian (di hari kiamat nanti).
Firman Allah Swt.:
dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Yakni dalam perkara makruf yang engkau anjurkan kepada mereka (kaum wanita) dan perkara mungkar yang kamu larang terhadap mereka.
Imam Bukhari mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Wahb ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami ayahku yang mengatakan bahwa ia telah mendengar Az-Zubair, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Bahwa hal ini merupakan syarat yang dibebankan oleh Allah kepada kaum wanita.
Maimun ibnu Mahran mengatakan bahwa Allah tidak memerintahkan agar nabi-Nya ditaati kecuali hanya dalam hal yang baik, sedangkan yang dimaksud dengan hal yang baik ialah ketaatan.
Ibnu Zaid mengatakan, Allah memerintahkan (kepada manusia) agar menaati Rasul-Nya yang merupakan manusia pilihan Allah dalam hal kebaikan. Dan adakalanya selain Ibnu Zaid mengatakan dari Ibnu Abbas, Anas ibnu Malik, Salim ibnu Abul Ja'd, dan Abu Saleh serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang, bahwa di hari itu Nabi Saw. melarang mereka (kaum wanita) melakukan niyahah. Dalam pembahasan yang lalu telah disebutkan hadis Ummu Atiyyah yang di dalamnya disebutkan masalah ini.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa'id, dari Qatadah sehubungan dengan ayat ini, bahwa pernah diceritakan kepada kami bahwa Nabi Allah Swt. telah menyumpah mereka untuk tidak melakukan niyahah dan janganlah mereka berbicara dengan kaum lelaki kecuali lelaki yang masih mahramnya. Maka Abdur Rahman ibnu Auf r.a. bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami sering mempunyai tamu-tamu, sedangkan kami sering meninggalkan istri-istri kami." Maka Rasulullah Saw. menjawab: Bukan mereka yang aku maksudkan, bukan mereka yang aku maksudkan.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah, telah menceritakan kepada kami Ibrahim ibnu Musa Al-Farra, telah menceritakan kepada kami Ibnu Abu Zaidah, telah menceritakan kepadaku Mubarak, dari Al-Hasan yang mengatakan bahwa di antara sumpah yang diambil oleh Nabi Saw. dari kaum wanita ialah janganlah kamu berbicara dengan lelaki kecuali yang ada hubungan mahram denganmu. Karena sesungguhnya lelaki itu terus-menerus berbicara dengan wanita hingga pada akhirnya dia mengeluarkan mazi di antara kedua pahanya.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Humaid, telah menceritakan kepada kami Harun, dari Amr, dari Asim, dari Ibnu Sirin, dari Ummu Atiyyah Al-Ansariyyah yang menceritakan bahwa di antara kebaikan yang dipersyaratkan kepada kami saat kami mengucapkan baiat kami kepada Rasulullah Saw. ialah kami tidak diperbolehkan melakukan niyahah. Maka seorang wanita dari kalangan Bani Fulan memotong, "Sesungguhnya Bani Fulan pernah berjasa kepadaku, maka aku tidak mau berbaiat lebih dahulu sebelum membalas jasa mereka," lalu wanita itu pergi dan membalas jasa mereka, kemudian ia datang lagi dan mengucapkan baiatnya. Ummu Atiyyah melanjutkan kisahnya, bahwa tiada seorang wanita pun dari mereka yang memenuhi baiat itu kecuali wanita itu dan Ummu Sulaim binti Mulhan ibunya Anas ibnu Malik.
Imam Bukhari telah meriwayatkan hadis ini melalui jalur Hafsah binti Sirin dari Ummu Atiyyah alias Nasibah Al-Ansariyyah r.a.
Dan Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini melalui jalur lain; ia mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Ibnu Jarir, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Farukh Al-Qattat, telah menceritakan kepadaku Mus'ab ibnu Nuh Al-Ansari yang mengatakan bahwa ia pernah bersua dengan seorang nenek-nenek yang semasa mudanya telah berbaiat kepada Rasulullah Saw. Nenek-nenek itu menceritakan bahwa ia datang kepada Rasulullah Saw. untuk berbaiat kepadanya, dan di antara persyaratan yang dibebankan kepadanya ialah ia tidak boleh melakukan niyahah. Maka nenek-nenek itu bertanya, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya ada orang-orang yang dahulu pernah membahagiakan diriku saat aku tertimpa musibah kematian. Dan sesungguhnya mereka sedang tertimpa musibah kematian, maka aku hendak balas membahagiakan mereka." Rasulullah Saw. menjawab: Pergilah dan balaslah mereka. Maka aku pun pergi dan membalas mereka dengan membahagiakan mereka (melalui niyahah-nya). Kemudian nenek-nenek itu datang lagi dan mengikrarkan baiatnya kepada Rasulullah Saw. Mus'ab mengatakan bahwa itulah yang dimaksud dengan makruf yang disebutkan di dalam firman-Nya: dan tidak mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12)
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Mansur Ar-Ramadi, telah menceritakan kepada kami Ad-Dabbi, telah menceritakan kepada kami Al-Hajjaj ibnu Safwan, dari Usaid ibnu Abu Usaid Al-Bazzar, dari seorang wanita yang pernah berbaiat kepada Rasulullah Saw. Ia mengatakan, "Di antara persyaratan yang dibebankan kepada kami oleh Rasulullah Saw. dalam baiat kami ialah kami tidak boleh mendurhakainya dalam urusan yang baik, yaitu kami tidak boleh mencakari muka kami, tidak boleh menguraikan rambut, tidak boleh merobek-robek baju, dan tidak boleh menyerukan kalimat kebinasaan."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Sinan Al-Qazzaz, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Idris, telah menceritakan kepada kami Ishaq ibnu Usman alias Abu Ya'qub, telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Abdur Rahman ibnu Atiyyah, dari neneknya (yaitu Ummu Atiyyah) yang telah menceritakan bahwa ketika Rasulullah Saw. tiba, maka beliau Saw. mengumpulkan kaum wanita Ansar dalam sebuah rumah, kemudian mengundang Umar ibnul Khattab untuk membaiat kami. Maka Umar berdiri di pintu dan mengucapkan salam kepada kami. Kami membalas salamnya, kemudian ia mengatakan, "Aku adalah utusan dari Rasulullah Saw. kepada kalian." Maka kami berkata, "Selamat datang dengan utusan Rasulullah." Umar berkata, "Hendaklah kalian berbaiat, bahwa janganlah kalian mempersekutukan sesuatu dengan Allah, jangan mencuri dan jangan berzina." Kami menjawab, "Ya." Lalu Umar mengulurkan tangannya dari balik pintu rumah dan kami bergantian menjabat tangannya dari dalam rumah. Kemudian Umar berkata, "Ya Allah, saksikanlah." Ummu Atiyyah melanjutkan, bahwa dalam dua hari raya beliau Saw. memerintahkan kepada kami agar mengeluarkan wanita-wanita yang berhaid dan juga para gadis, dan tiada kewajiban salat Jumat bagi kami (kaum wanita). Dan beliau Saw. melarang kami mengiringi jenazah. Ismail mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada neneknya tentang makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Maka neneknya menjawab, bahwa yang dimaksud dengan mendurhakai Rasulullah Saw. ialah melakukan niyahah.
Di dalam kitabSahihain disebutkan melalui jalur Al-A'masy, dari Abdullah ibnu Murrah, dari Masruq, dari Abdullah ibnu Mas'ud yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Bukanlah termasuk golongan kami orang (wanita) yang memukuli pipi (nya) dan merobek-robek kerah baju (nya) serta menyerukan seruan Jahiliah.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan pula melalui Abu Musa, bahwa Rasulullah Saw. berlepas diri dari wanita yang menampari mukanya, memotong rambutnya, dan merobek-robek bajunya.
Al-Hafiz Abu Ya’la mengatakan, telah menceritakan kepada kami Hudbah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Aban ibnu Yazid, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Abu Kasir, bahwa Zaid pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Salam pernah menceritakan kepadanya bahwa Abu Malik Al-Asy'ari pernah menceritakan kepadanya bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: ada empat perkara di kalangan umatku yang termasuk perkara Jahiliah yang masih belum mereka tinggalkan, yaitu membangga-banggakan kedudukan, mencemoohkan nasab, meminta hujan dengan bintang-bintang, dan niyahah terhadap mayat. Dan Rasulullah Saw. bersabda: Wanita yang melakukan niyahah apabila tidak bertobat sebelum matinya, maka ia akan diberdirikan pada hari kiamat dengan memakai kain yang terbuat dari ter (aspal) dan baju kurung dari penyakit kudis.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini secara munfarid di dalam kitab sahihnya melalui Aban ibnu Yazid Al-Attar dengan sanad yang sama. Diriwayatkan pula dari Abu Sa'id bahwa Rasulullah Saw. melaknat wanita yang melakukan niyahah dan wanita yang mendengarkannya. Diriwayatkan oleh Imam Abu Daud.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Kuraib, telah menceritakan kepada kami Waki', dari Yazid maula As-Sahba, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ummu Salamah, dari Rasulullah Saw. sehubungan dengan makna firman-Nya: dan tidak akan mendurhakaimu dalam urusan yang baik. (Al-Mumtahanah: 12) Bahwa yang dimaksud adalah niyahah. Imam Turmuzi meriwayatkannya di dalam kitab tafsir, dari Abdu ibnu Humaid, dari Abu Na'im, sedangkan Ibnu Majah dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Waki'; keduanya dari Yazid ibnu Abdullah Asy-Syaibani maula Sahba dengan sanad yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini hasan garib.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Hai nabi, apabila datang kepada kamu perempuan-perempuan yang beriman untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu pun dengan Allah, tidak akan mencuri tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anaknya) sebagaimana yang biasa mereka lakukan di zaman jahiliah, yaitu mengubur hidup-hidup bayi perempuan mereka, karena takut tercela dan takut jatuh miskin (dan tidak akan berbuat dusta yang mereka ada-adakan antara tangan dan kaki mereka) seumpamanya mereka memungut seorang anak, kemudian mereka mengaitkan anak itu sebagai hasil hubungannya dengan suami, lalu anak itu dipredikatkan sebagai anak kandungnya sendiri. Karena sesungguhnya seorang ibu itu apabila melahirkan anaknya, berarti anak itu adalah anak kandungnya sendiri yang keluar dari antara tangan dan kakinya, yakni dari perutnya (dan tidak akan mendurhakaimu dalam) pekerjaan (yang makruf) pekerjaan yang makruf artinya perbuatan yang sesuai dengan ketaatan kepada Allah, seperti meninggalkan niahah atau menjerit-jerit seraya menangis, menyobek-nyobek kerah baju, mengawut-awutkan rambut, dan mencakar-cakar muka, yang semuanya itu dilakukan di kala mereka ditinggal mati oleh suami atau keluarga mereka (maka terimalah janji setia mereka) Nabi saw. melantik janji setia mereka hanya melalui ucapan saja tanpa bersalaman atau berjabatan tangan dengan seseorang pun di antara mereka (dan mohonkanlah ampunan kepada Allah untuk mereka. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang).
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Wahai Nabi, apabila wanita-wanita Mukmin mendatangimu untuk mengadakan janji setia, bahwa mereka tidak akan mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Allah, tidak akan mencuri, tidak akan berzina, tidak akan membunuh anak-anak mereka, tidak akan mengada-ada dan berdusta dengan melakukan pernyataan palsu (mengenai hubungan antara laki-laki dan perempuan) bahwa anak yang bukan milik mereka itu adalah anak suami mereka, tidak akan melanggar kebaikan yang kamu serukan kepada mereka, maka terimalah janji setia mereka untuk itu. Mintakanlah ampunan untuk mereka dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Pengasih.