اِذْ قَالَ الْحَوَارِيُّوْنَ يٰعِيْسَى ابْنَ مَرْيَمَ هَلْ يَسْتَطِيْعُ رَبُّكَ اَنْ يُّنَزِّلَ عَلَيْنَا مَاۤىِٕدَةً مِّنَ السَّمَاۤءِ ۗقَالَ اتَّقُوا اللّٰهَ اِنْ كُنْتُمْ مُّؤْمِنِيْنَ ( المائدة: ١١٢ )
'Idh Qāla Al-Ĥawārīyūna Yā `Īsaá Abna Maryama Hal Yastaţī`u Rabbuka 'An Yunazzila `Alaynā Mā'idatan Mina As-Samā'i Qāla Attaqū Allāha 'In Kuntum Mu'uminīna. (al-Māʾidah 5:112)
Artinya:
(Ingatlah), ketika pengikut-pengikut Isa yang setia berkata, “Wahai Isa putra Maryam! Bersediakah Tuhanmu menurunkan hidangan dari langit kepada kami?” Isa menjawab, “Bertakwalah kepada Allah jika kamu orang-orang beriman.” (QS. [5] Al-Ma'idah : 112)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Ingatlah, wahai Rasulullah, ketika al-hawariyyun, para pengikut setia Nabi Isa, berkata kepadanya, "Wahai Isa putra Maryam! Apakah Tuhanmu berkenan, jika kami mengajukan permohonan untuk menurunkan hidangan dari langit kepada kami supaya kami bisa menikmati hidangan bersama kamu?" Nabi Isa menjawab, "Bertakwalah kepada Allah, wahai al-hawariyyun, jika kamu benar-benar orang-orang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah akan mengabulkan permohonanmu itu.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini Allah menceritakan bahwa kaum hawariyyin pernah menanyakan kepada Nabi Isa, apakah Allah dapat menurunkan kepada mereka suatu hidangan dari langit. Pertanyaan itu bukan menunjukkan bahwa kaum hawariyyin itu masih ragu tentang kekuasaan Allah. Mereka telah yakin sepenuhnya tentang kekuasaan Allah. Tetapi mereka menanyakan hal itu untuk lebih menenteramkan hati mereka. Sebab, apabila mereka dapat menyaksikan bahwa Allah kuasa menurunkan apa yang mereka inginkan itu, maka hati mereka akan lebih tenteram, dan iman mereka akan bertambah kuat.
Hal ini juga pernah terjadi pada Nabi Ibrahim ketika beliau memohon kepada Allah agar Allah memperlihatkan kepadanya bagaimana Dia kuasa menghidupkan makhluk yang telah mati. Allah berfirman:
dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata, "Ya Tuhanku, perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati." Allah berfirman, "Belum percayakah engkau?" Dia (Ibrahim) menjawab, "Aku percaya, tetapi agar hatiku tenang (mantap)." (al-Baqarah/2:260)
Dengan demikian, pertanyaan kaum hawariyyin tadi dapat diartikan sebagai berikut, "Hai Isa, maukah Tuhanmu memperkenankan bila kami memohon kepada-Nya agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan?" Jadi yang mereka ragukan bukanlah kekuasaan Allah untuk mengabulkan hal itu melainkan apakah Tuhan bersedia mengabulkan permintaan Nabi, bila Nabi Isa memintakan hal itu kepada-Nya untuk mereka. Patut diperhatikan dalam ayat di atas, bahwa ketika kaum hawariyyin mengemukakan pertanyaan mereka kepada Nabi Isa, mereka menyebutkannya dengan namanya, lalu diiringi dengan sebutan 'putra Maryam. Ini untuk menegaskan bahwa mereka tidak menganut kepercayaan bahwa Isa adalah Tuhan, atau anak Tuhan. Mereka yakin bahwa Isa adalah makhluk Allah yang dipilih untuk menjadi Nabi dan Rasul-Nya, juga adalah putra Maryam, bukan putra Allah.
hawariyyun atau hawariyyin, dari kata hawari, "bahan pemutih pakaian, yang bersih dan bebas dari segala noda; sahabat dan pembela;" menurut Mu'jam Alfadh al-Qur'an al-Karim, hawari, murni dan bersih dari segalanya, umumnya dipakai untuk mereka yang benar-benar ikhlas untuk para nabi," atau "pembelaan, dukungan," "pembela-pembela" (Ali 'Imran/3: 52). Diduga dari asal bahasa Abisinia. Menurut Muhammad Asad dalam The Message of The Qur'an, "orang yang memutihkan pakaiannya dengan mencucinya," karenanya dikatakan juga untuk pengikut-pengikut Nabi Isa sebagai simbul orang yang berhati bersih. Penemuan Dead Sea Scroll belum lama ini sangat mendukung pendapat ini, bahwa kata hawari dipakai untuk menunjukkan orang yang menjadi anggota Persaudaraan Essense, yaitu sekelompok golongan agama di Palestina pada masa Nabi Isa, yang mungkin juga termasuk dia sendiri. Golongan Essense ini terutama dikenal karena kegigihannya mempertahankan kebersihan moral serta tidak mementingkan diri sendiri, dan mereka selalu mengenakan pakaian putih. Nabi Muhammad memberi gelar hawari kepada Zubair bin 'Awwam dengan mengatakan:
"Setiap nabi punya seorang hawari, dan hawari-ku adalah Zubair bin 'Awwam". (Riwayat al-Bukhari dan at-Tirmidzi)
Dalam beberapa tafsir bahasa Indonesia diterjemahkan dengan "pengikut," "sahabat," "penolong" atau "tetap "Hawariyun;" sementara Bibel menerje-mahkannya dengan "murid".
Pada akhir ayat tersebut diterangkan jawaban Nabi Isa kepada kaum hawariyyin. Ia menyuruh mereka agar bertakwa kepada Allah, yaitu agar mereka tidak mengajukan permintaan ataupun pertanyaan yang memberikan kesan seolah-olah mereka meragukan kekuasaan Allah. Ini merupakan suatu pelajaran yang amat baik, sebab orang-orang yang beriman haruslah memperkokoh imannya, dan melenyapkan segala macam hal yang dapat mengurangi keimanan. Allah Mahakuasa, atas segala sesuatu. Menyediakan suatu hidangan adalah suatu pekerjaan yang tidak patut untuk dimohonkan kepada Allah. Dia Mahamulia. Dia telah mengaruniakan kepada hamba-Nya segala sesuatu di bumi, baik berupa bahan makanan, pakaian, perumahan, dan sebagainya. Maka tugas manusialah untuk mengolah bahan-bahan yang tersedia itu untuk mereka jadikan makanan, pakaian, rumah dan sebagainya untuk kepentingan mereka sendiri. Allah tidak meminta imbalan atas nikmat yang telah disediakan-Nya, yang tak terhitung jumlahnya. Apabila Allah tidak menurunkan hidangan dari langit, maka hal itu tidaklah mengurangi arti kekuasaan dan kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya. Sebab itu, janganlah mengurangi iman dan keyakinan kepada-Nya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Inilah kisah maidah atau hidangan yang nama surat ini dikaitkan dengannya, karena itu disebut "surat Al-Maidah". Hidangan ini merupakan salah satu dari anugerah Allah yang diberikan kepada hamba dan rasul-Nya, yaitu Isa a.s. ketika Dia memperkenankan doanya yang memohon agar diturunkan hidangan dari langit. Maka Allah Swt. menurunkannya sebagai mukjizat yang cemerlang dan hujjah yang nyata.
Sebagian para imam ada yang menyebutkan bahwa kisah hidangan ini tidak disebutkan di dalam kitab Injil, dan orang-orang Nasrani tidak mengetahuinya kecuali melalui kaum muslim.
Firman Allah Swt.:
(Ingatlah) ketika kaum Hawariyyin berkata. (Al Maidah:112) Hawariyyin adalah pengikut Nabi Isa a.s.
Hai Isa putra Maryam, sanggupkah Tuhanmu.
Demikianlah menurut qiraah kebanyakan ulama, dan ulama lainnya ada yang membacanya seperti bacaan berikut:
Dapatkah kamu memohon kepada Tuhanmu.
Yakni sanggupkah kamu meminta kepada Tuhanmu.
...menurunkan hidangan dari langit kepada kami.
Hidangan ini merupakan piring-piring besar yang berisikan makanan. Sebagian ulama mengatakan, sesungguhnya mereka meminta hidangan ini karena mereka sangat memerlukannya dan karena kemiskinan mereka. Lalu mereka meminta kepada nabinya agar menurunkan hidangan dari langit setiap harinya untuk makanan mereka hingga mereka kuat menjalankan ibadahnya.
Isa menjawab, "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kalian orang yang beriman.”
Al-Masih a.s. menjawab permintaan mereka dengan perkataan, "Bertakwalah kalian kepada Allah, dan janganlah kalian meminta yang ini, karena barangkali hal tersebut merupakan cobaan bagi kalian. Tetapi bertawakallah kalian kepada Allah dalam mencari rezeki, jika kalian memang orang-orang yang beriman."
Abu Ja'far ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ai-Qasim, telah menceritakan kepada kami Al-Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Lajs, dari Aqil, dari Ibnu Abbas yang telah menceritakan perihal Nabi Isa a.s. Disebutkan bahwa Nabi Isa pernah berkata kepada kaum Bani Israil, "Maukah kalian melakukan puasa karena Allah selama tiga puluh hari, kemudian kalian memohon kepadaNya, maka niscaya Dia akan memberi kalian apa yang kalian minta, karena sesungguhnya upah orang yang bekerja itu diberikan oleh orang yang mempekerjakannya?" Maka mereka melakukan apa yang dianjurkannya. Sesudah itu mereka berkata, "Wahai pengajar kebaikan, engkau telah berkata kepada kami bahwa sesungguhnya imbalan pekerja itu diberikan oleh orang yang mempekerjakannya. Dan engkau telah memerintahkan kepada kami untuk puasa tiga puluh hari, lalu kami mengerjakannya, sedangkan kami tidak pernah bekerja selama tiga puluh hari pada seseorang kecuali dia memberi kami makan bila kami telah menyelesaikan tugas. Maka sanggupkah engkau memohon kepada Tuhanmu agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan dari langit?" Nabi Isa menjawab: "Bertakwalah kepada Allah jika betul-betul kalian orang yang beriman." Mereka berkata, "Kami ingin memakan hidangan itu dan supaya tenteram kalbu kami dan supaya kami yakin bahwa kamu telah berkata benar kepada kami, dan kami menjadi orang-orang yang menyaksikan hidangan itu.” Isa putra Maryam berdoa, "Ya Tuhan kami, turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit (yang hari turunnya) akan menjadi hari raya bagi kami, yaitu bagi orang-orang yang bersama kami dan yang datang sesudah kami, dan menjadi tanda bagi kekuasaan Engkau, beri rezekilah kami, dan Engkaulah Pemberi rezeki yang paling utama.” Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian, barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan itu), maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia.” (Al Maidah:112-115)
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Setelah itu datanglah para malaikat yang terbang turun membawa hidangan dari langit. Hidangan itu terdiri atas makanan berupa tujuh ekor ikan dan tujuh buah roti, lalu para malaikat meletakkan hidangan itu di hadapan mereka. Maka yang dimakan oleh orang-orang yang terakhir dari mereka adalah sebagiannya saja, sebagaimana orang-orang yang pertama dari mereka memakan sebagiannya saja (yakni tidak kunjung habis)."
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abdullah ibnul Hakam, telah menceritakan kepada kami Abu Zar'ah dan Hibatullah ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Aqil ibnu Khalid, Ibnu Syihab pernah menceritakan kepadanya, dari Ibnu Abbas, bahwa Isa putra Maryam a.s. pernah diminta oleh kaumnya yang mengatakan kepadanya, "Doakanlah kepada Allah agar Dia menurunkan kepada kami suatu hidangan dari langit." Maka turunlah para malaikat membawa hidangan itu yang padanya terdapat tujuh ekor ikan dan tujuh buah roti, lalu hidangan itu diletakkan di hadapan mereka. Maka sampai orang-orang yang terakhir dari mereka hanya makan sebagiannya, sebagaimana orang-orang yang pertama dari mereka hanya memakan sebagiannya saja.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah Al-Bahili, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Jallas, dari Ammar ibnu Yasir, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Hidangan itu diturunkan dari langit, padanya terdapat roti dan daging. Dan mereka diperintahkan jangan berkhianat dan jangan menyimpannya untuk besok harinya. Tetapi mereka berkhianat, menyimpannya dan menyembunyikannya, akhirnya mereka dikutuk menjadi kera-kera dan babi-babi.
Kemudian Ibnu Jarir meriwayatkannya dari Ibnu Basysyar, dari Ibnu Abu Addi. dari Sa'id, dari Qatadah, dari Jallas, dari Ammar yang telah menceritakan bahwa hidangan itu diturunkan, dan padanya terdapat buah-buahan dari surga. Lalu mereka diperintahkan agar jangan khianat, jangan menyembunyikan, dan jangan menyimpannya. Tetapi mereka menyembunyikan dan menyimpannya, akhirnya Allah mengutuk mereka menjadi kera dan babi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Abdul A'la, telah menceritakan kepada kami Daud, dari Sammak ibnu Harb, dari seorang lelaki Bani Ajal yang menceritakan bahwa ia pernah salat di sebelah Ammar ibnu Yasir. Setelah Ammar ibnu Yasir selesai dari salatnya, lalu mengatakan, "Tahukah kamu kisah hidangan yang diturunkan kepada kaum Bani Israil?" Ia menjawab, "Tidak." Maka Ammar berkata, "Mereka meminta kepada Isa ibnu Maryam suatu hidangan yang berisikan makanan yang tidak pernah habis mereka makan."
Ammar melanjutkan kisahnya, "Lalu dikatakan kepada mereka, ' Hidangan itu akan terwujud bagi kalian selagi kalian tidak menyembunyikannya atau berkhianat atau menyimpannya untuk keesokan harinya. Dan jika kalian melakukannya, maka sesungguhnya Aku akan mengazab kalian dengan suatu azab yang belum pernah Kutimpakan kepada seorang pun di antara manusia'.”Ammar ibnu Yasir melanjutkan, "Sehari berlalu mereka telah menyembunyikan, menolak, dan khianat, dan lalu mereka disiksa dengan siksaan yang belum pernah Allah timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. Dan sesungguhnya kalian, hai orang-orang Arab, kalian pada mulanya adalah kaum yang mengikuti ekor unta dan kambing (yakni kaum Badui), lalu Allah mengutus kepada kalian seorang rasul dari kalangan kalian sendiri yang kalian ketahui kedudukan dan keturunannya. Dan aku akan memberitahukan kepada kalian bahwa kalian kelak akan beroleh kemenangan atas kaum Ajam. Dan Rasul telah melarang kalian menimbun emas dan perak. Demi Allah, tiada suatu malam dan suatu siang pun melainkan kalian kelak akan menimbun keduanya dan Allah akan mengazab kalian dengan azab yang sangat pedih."
Dan telah menceritakan kepada kami Al-Qasim, telah menceritakan kepada kami Husain, telah menceritakan kepadaku Hajjaj, dari Abu Ma'syar, dari Ishaq ibnu Abdullah, bahwa hidangan yang diturunkan kepada Nabi Isa ibnu Maryam terdiri atas tujuh buah roti dan tujuh ekor ikan, mereka boleh memakannya sekehendak mereka. Kemudian sebagian dari mereka ada yang mencuri sebagian dari makanan itu seraya mengatakan, "Barangkali hidangan ini tidak akan turun besok." Akhirnya hidangan itu diangkat kembali.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa diturunkan kepada Isa putra Maryam dan kaum Hawariyyin sebuah piring besar yang berisikan roti dan ikan, mereka dapat memakannya di mana pun mereka berada apabila mereka menyukainya.
Khasif telah meriwayatkan dari Ikrimah dan Miqsam, dari Ibnu Abbas, bahwa hidangan itu berisi ikan dan beberapa potong roti.
Mujahid mengatakan bahwa hidangan itu berupa makanan yang diturunkan kepada mereka (Bani Israil) di mana pun mereka berada.
Abu Abdur Rahman As-Sulami mengatakan, hidangan itu diturunkan berupa roti dan ikan.
Atiyyah Al-Aufi mengatakan bahwa hidangan itu berupa ikan yang mengandung rasa semua jenis makanan.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan, Allah menurunkan hidangan itu dari langit kepada kaum Bani Israil, dan diturunkan kepada mereka setiap harinya yang isinya terdiri atas buah-buahan surgawi, maka mereka dapat memakan semua jenis buah-buahan yang mereka kehendaki. Dan tersebutlah bahwa hidangan itu dimakan oleh empat ribu orang, apabila mereka telah makan, maka Allah menurunkan hidangan lagi sebagai gantinya untuk sejumlah orang yang sama bilangannya dengan mereka. Mereka tinggal dalam keadaan demikian dalam masa yang dikehendaki oleh Allah Swt.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa diturunkan kepada mereka sepotong roti terbuat dari jewawut dan beberapa ekor ikan, kemudian Allah melipatgandakan keberkahan makanan itu. Maka sejumlah kaum datang memakannya, lalu keluar, kemudian datang sejumlah kaum lainnya, lalu memakannya dan setelah itu mereka pergi, hingga semuanya makan dan hidangan itu masih lebih.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Muslim, dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa dalam hidangan itu terdapat segala jenis makanan, kecuali daging.
Sufyan As-Sauri telah meriwayatkan dari Ata ibnus Saib, dari Zazan, dari Maisarah, sedangkan Jarir meriwayatkannya dari Ata, dari Maisarah, bahwa hidangan yang diturunkan kepada kaum Bani Israil itu penuh dengan berbagai jenis makanan, kecuali daging.
Dari Ikrimah, disebutkan bahwa roti hidangan itu terbuat dari beras, menurut riwayat Ibnu Abu Hatim.
Semua asar yang telah diketengahkan menunjukkan bahwa hidangan itu benar diturunkan kepada kaum Bani Israil di masa Nabi Isa putra Maryam, sebagai jawaban Allah atas doa Nabi Isa, sesuai dengan apa yang ditunjukkan oleh makna lahiriah ayat yang mengatakan: Allah berfirman, "Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian.” (Al Maidah:115), hingga akhir ayat.
Akan tetapi, ada sebagian ulama yang mengatakan bahwa hidangan itu tidak jadi diturunkan. Lais ibnu Abu Sulaim telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan firman-Nya: Turunkanlah kiranya kepada kami suatu hidangan dari langit. (Al Maidah:114) Bahwa hal ini hanyalah sekadar perumpamaan yang dibuat oleh Allah, sedangkan pada kenyataannya tidak ada sesuatu pun dari hidangan itu yang diturunkan. Demikianlah menurut riwayat Ibnu Abu Hatim dan Ibnu Jarir.
Kemudian Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Haris, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim (yaitu Ibnu Salam), telah menceritakan kepada kami Hajjaj, dari Ibnu Juraij, dari Mujahid yang mengatakan bahwa hidangan yang berisikan makanan itu mereka tolak, karena akan ditimpakan kepada mereka azab jika mereka mengingkarinya. Maka hidangan itu tidak mau diturunkan kepada mereka.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Musanna ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Mansur ibnu Zazan, dari Al-Hasan yang mengatakan sehubungan dengan masalah hidangan ini, bahwa hidangan ini sebenarnya tidak jadi diturunkan.
Dan telah menceritakan kepada kami Bisyr, telah menceritakan kepada kami Yazid, telah menceritakan kepada kami Sa’id, dari Qatadah yang mengatakan bahwa Al-Hasan pernah mengatakan sehubungan dengan firman Allah Swt. Yang dituiukan kepada mereka: Barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. (Al Maidah:115) Yaitu mereka menjawab kami tidak memerlukan "hidangan itu” Oleh karenanya hidangan itu tidak jadi diturunkan.
Semua riwayat yang telah disebutkan tadi sanadnya sahih sampai kepada Mujahid dan Al-Hasan. Dan hal ini diperkuat dengan suatu pendapat yang mengatakan bahwa kisah mengenai hidangan ini tidak dikenal oleh orang-orang Nasrani dan tidak terdapat di dalam kitab mereka. Seandainya hal ini ada dan telah diturunkan, niscaya akan dinukil oleh mereka dan pasti akan terdapat di dalam kitab mereka secara mutawatir, bukan melalui berita yang bersifat ahad. Hanya Allah yang mengetahui yang sebenarnya.
Akan tetapi, pendapat yang dikatakan oleh jumhur ulama menyatakan bahwa hidangan itu memang diturunkan, dan pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir. Ibnu Jarir mengemukakan alasannya, bahwa dikatakan demikian karena Allah Swt. telah memberitakan perihal penurunan hidangan tersebut melalui firman-Nya: Sesungguhnya Aku akan menurunkan hidangan itu kepada kalian. Barang siapa yang kafir di antara kalian sesudah (turun hidangan) itu, maka sesungguhnya Aku akan menyiksanya dengan siksaan yang tidak pernah Aku timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. (Al Maidah:115)
Sedangkan janji dan ancaman Allah itu adalah hak dan benar. Pendapat ini —hanya Allah yang lebih mengetahui— adalah pendapat yang benar, sesuai dengan apa yang telah ditunjukkan oleh berita dan asar dari ulama Salaf dan lain-lainnya.
Ulama sejarah telah menyebutkan bahwa ketika Musa Ibnu Nasir —panglima pihak Bani Umayyah— membuka negeri-negeri Magrib (Afrika Utara), ia menemukan suatu hidangan yang bertahtakan berbagai mutiara dan intan perhiasan. Lalu ia mengirimkannya kepada Amirul Muk-minin Al-Walid ibnu Abdul Malik pendiri Masjid Dimasyq, tetapi ia telah meninggal dunia ketika hidangan tersebut masih di tengah jalan. Lalu hidangan itu diserahkan kepada saudara lelakinya—yaitu Sulaiman ibnu Abdul Malik— yang menjadi khalifah sesudahnya.
Orang-orang melihat hidangan itu dan mereka merasa takjub karena pada hidangan tersebut terdapat batu-batu yang berharga dan permata-permata yang jarang didapat. Menurut suatu pendapat, hidangan tersebut dahulunya adalah milik Nabi Sulaiman ibnu Nabi Daud a.s.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abdur Rahman, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Salamah ibnu Kahil, dari Imran ibnul Hakam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang Quraisy pernah meminta kepada Nabi Saw.: "Mohonkanlah kepada Tuhanmu untuk kami agar Dia menjadikan Bukit Safa menjadi emas, maka kami akan beriman kepadamu.” Nabi Saw. bersabda, "Benarkah kalian mau beriman?" Mereka menjawab, "Ya." Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, "Kemudian Nabi Saw. berdoa, dan datanglah Malaikat Jibril kepadanya, lalu berkata, 'Sesungguhnya Tuhanmu menyampaikan salam-Nya buatmu, dan Dia berfirman kepadamu bahwa jika kamu suka, maka nanti pagi Bukit Safa akan menjadi emas buat mereka, dan barang siapa yang kafir di antara mereka sesudah itu, maka Dia akan mengazabnya dengan azab yang belum pernah Dia timpakan kepada seorang pun di antara umat manusia. Dan jika kamu suka, maka Dia akan membukakan buat mereka pintu tobat dan pintu rahmat'." Maka Nabi Saw. bersabda: Tidak, tetapi (yang kuminta adalah) pintu tobat dan rahmat
4 Tafsir Al-Jalalain
Ingatlah (Ketika pengikut-pengikut Isa berkata, "Hai Isa putra Maryam! Sanggupkah) artinya bisakah (Tuhanmu) menurut satu qiraat dibaca tastathii'u kemudian lafal yang sesudahnya dibaca nashab/rabbaka, yang artinya apakah engkau bisa meminta kepada-Nya (menurunkan hidangan dari langit kepada kami?" Menjawab) kepada mereka Isa ("Bertakwalah kepada Allah) di dalam meminta bukti-bukti itu/mukjizat-mukjizat (jika betul-betul kamu orang yang beriman.")
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Ingatlah, wahai Muhammad, yang terjadi ketika para pengikut setia 'Isâ berkata, "Hai 'Isâ putra Maryam, apakah Tuhanmu mengabulkan permintaanmu agar diturunkan makanan dari langit?" 'Isâ menjawab, "Takutlah kalian kepada Allah jika kalian beriman kepada-Nya. Taatilah perintah dan larangan- Nya dan janganlah mencari alasan-alasan selain yang aku kemukakan."