اِذْ جَعَلَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فِيْ قُلُوْبِهِمُ الْحَمِيَّةَ حَمِيَّةَ الْجَاهِلِيَّةِ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلٰى رَسُوْلِهٖ وَعَلَى الْمُؤْمِنِيْنَ وَاَلْزَمَهُمْ كَلِمَةَ التَّقْوٰى وَكَانُوْٓا اَحَقَّ بِهَا وَاَهْلَهَا ۗوَكَانَ اللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمًا ࣖ ( الفتح: ٢٦ )
'Idh Ja`ala Al-Ladhīna Kafarū Fī Qulūbihimu Al-Ĥamīyata Ĥamīyata Al-Jāhilīyati Fa'anzala Allāhu Sakīnatahu `Alaá Rasūlihi Wa `Alaá Al-Mu'uminīna Wa 'Alzamahum Kalimata At-Taqwaá Wa Kānū 'Aĥaqqa Bihā Wa 'Ahlahā Wa Kāna Allāhu Bikulli Shay'in `Alīmāan. (al-Fatḥ 48:26)
Artinya:
Ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka (yaitu) kesombongan jahiliah, lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin; dan (Allah) mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa dan mereka lebih berhak dengan itu dan patut memilikinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. [48] Al-Fath : 26)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Ayat yang lalu menyatakan bahwa Allah akan mengazab orang-orang kafir dengan siksaan yang pedih. Ayat ini menjelaskan kapan waktunya, yaitu ketika orang-orang yang kafir menanamkan kesombongan dalam hati mereka yaitu kesombongan jahiliah yang ditandai dengan menolak keesaan Allah, tidak percaya kepada diutusnya para Nabi dan perbuatan menghalangi orang beriman mengunjungi Baitullah maka Allah menurunkan ketenangan, kesabaran, dan ketenteraman, kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin sehingga terlaksana Perjanjian Hudaibiyah dengan sempurna; dan Allah mewajibkan kepada mereka tetap taat menjalankan kalimat takwa, yaitu kalimat tauhid sehingga mereka terpelihara dari kemusyrikan, dan mereka lebih berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya sebagaimana ditunjukkan oleh ucapan dan perbuatannya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini mengingatkan kaum Muslimin akan timbulnya rasa angkuh dan sombong di hati orang-orang musyrik Mekah. Rasa itu timbul ketika mereka tidak setuju dituliskan "Bismillahir-Rahmanir-Rahimi" pada permulaan surat Perjanjian Hudaibiyyah.
Diriwayatkan, tatkala Rasulullah saw bermaksud memerangi orang-orang musyrik, mereka mengutus Suhail bin 'Amr, Khuwaithib bin 'Abd al-'Uzza, dan Mikras bin Hafadz kepada beliau. Mereka menyampaikan permintaan kepada beliau agar mengurungkan maksudnya dan mereka menyetujui jika maksud itu dilakukan pada tahun yang akan datang. Dengan demikian, ada kesempatan bagi mereka untuk mengosongkan kota Mekah pada waktu kaum muslimin mengerjakan umrah dan tidak akan mendapat gangguan dari siapa pun. Maka dibuat suatu perjanjian. Rasulullah saw memerintahkan 'Ali bin Abi thalib menulis "Bismillahir-Rahmanir-Rahimi". Mereka menjawab, "Kami tidak mengetahuinya." Rasulullah mengatakan bahwa perjanjian ini sebagai tanda perdamaian dari beliau kepada penduduk Mekah. Mereka berkata, "Kalau kami mengakui bahwa engkau rasul Allah, kami tidak menghalangi engkau dan tidak akan memerangi engkau, dan tuliskanlah perjanjian ini sebagai tanda perdamaian dari Muhammad bin Abdullah kepada penduduk Mekah." Maka Rasulullah saw berkata kepada sahabat-sahabatnya, "Tulislah sesuai dengan keinginan mereka."
Karena sikap mereka, maka sebagian kaum Muslimin enggan menerima perjanjian itu, dan ingin menyerbu kota Mekah. Maka Allah menanamkan ketenangan dan sikap taat dan patuh pada diri para sahabat kepada keputusan Rasulullah saw.
Semua yang terjadi itu, baik di kalangan orang yang beriman maupun di kalangan orang kafir, diketahui Allah, tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuannya. Oleh karena itu, Dia akan membalas setiap amal dan perbuatan hamba-Nya dengan seadil-adilnya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Ketika orang-orang kafir menanamkan dalam hati mereka kesombongan (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al Fath:26)
Demikian itu terjadi ketika mereka menolak jika dituliskan Bismillahir Rahmanir Rahim, dan mereka menolak pula bila dituliskan dalam perjanjian tersebut, "Ini adalah janji yang disetujui oleh Muhammad utusan Allah."
lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya, dan kepada orang-orang mukmin dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al Fath:26)
Yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah la ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah), seperti yang disebutkan oleh Ibnu Jarir dan Abdullah ibnu Imam Ahmad, bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Quza'ah Abu Ali Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Sufyan ibnu Habib, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Saur, dari ayahnya, dari At-Tufail (yakni Ibnu Ubay ibnu Ka'b), dari ayahnya, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah Saw. bersabda sehubungan dengan makna firman-Nya:
dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath-26)
Bahwa yang dimaksud adalah ucapan, "La ilaha illallah (tidak ada Tuhan yang berhak disembah selain Allah)."
Mujahid mengatakan bahwa yang dimaksud dengan kalimat takwa ialah ikhlas. Ala ibnu Abu Rabah mengatakan bahwa kalimah tersebut adalah, 'Tidak ada Tuhan yang wajib disembah melainkan Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya, bagi-Nya kerajaan dan bagi-Nya segala puji dan Dia atas segala sesuatu Mahakuasa'.
Sa'id ibnu Jubair mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa (Al-Fath 26) Bahwa yang dimaksud adalah kalimat 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah' dan berjihad di jalan-Nya.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: dan Allah mewajibkan kepada mereka kalimat takwa. (Al Fath:26) Kalimat yang dimaksud ialah 'Tidak ada Tuhan yang berhak disembah melainkan Allah'.
dan adalah mereka berhak dengan kalimat takwa itu dan patut memilikinya. (Al Fath:26)
Yakni orang-orang muslimlah yang lebih berhak dan mereka adalah pemiliknya.
Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (Al Fath:26)
Allah Maha Mengetahui siapa yang berhak mendapat kebaikan dan siapa yang berhak mendapat keburukan.
Imam Bukhari rahimahullah di dalam kitab sahihnya telah meriwayatkannya pula hadis ini dengan pengetengahan yang cukup baik lagi panjang disertai dengan beberapa tambahan yang baik. Untuk itu ia mengatakan di dalam Kitabusy Syurut bagian dari kitab sahihnya, bahwa telah menceritakan kepada kami Abdullah ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepadaku Ma'mar, telah menceritakan kepadaku Az-Zuhri, telah menceritakan kepadaku Urwah ibnuz Zubair, dari Al-Miswar ibnu Makhramah dan Marwan ibnul Hakam yang hadis masing-masing dari keduanya membenarkan hadis lainnya. Keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. keluar dari Hudaibiyah bersama beberapa ratus orang sahabatnya. Dan ketika sampai di Zul Hulaifah, beliau mengalungi hewan kurbannya dan memberinya tanda, lalu berniat ihram dari Zul Hulaifah untuk umrah. Sebelum itu Rasulullah Saw. mengirimkan mata-mata dari Bani Khuza'ah, lalu beliau meneruskan perjalanannya. Ketika beliau sampai di Gadirul Asytat, mata-mata beliau datang membawa berita bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy telah menghimpun pasukan yang banyak untuk menghadapi beliau. Mereka telah mengumpulkan pasukan dari Habsyah, mereka akan memerangi dan menghalang-halangi beliau untuk dapat sampai ke Baitullah. Maka Rasulullah Saw. bersabda: Hai manusia, kemukakanlah pendapat kalian kepadaku, bagaimanakah menurutmu bila kita serang anak-anak dan kaum wanita orang-orang yang hendak menghalang-halangi kita dari Baitullah itu. Menurut lafaz lain disebutkan: Bagaimanakah pendapat kalian jika kita serang anak-anak dan kaum wanita orang-orang yang membantu mereka itu. Jika datang menyerang kita, berarti Allah telah menakdirkan kita dapat mematahkan tulang punggung kaum musyrik, dan jika tidak, berarti kita biarkan mereka dalam keadaan duka cita. Dan menurut lafaz yang lainnya lagi disebutkan: Dan Jika mereka duduk di tempat mereka, berarti mereka duduk dalam keadaan tegang, payah, dan sedih, dan jika mereka selamat, berarti Allah Swt. telah mematahkan tulang punggung kaum musyrik. Ataukah kalian berpendapat sebaiknya kita terus menuju ke Baitullah, maka barang siapa yang menghalang-halangi kita, kita bunuh dia.
Lalu Abu Bakar r.a. berkata, "Wahai Rasulullah, engkau keluar dengan tujuan untuk menziarahi Baitullah ini dan bukan untuk membunuh seseorang pun dan bukan pula untuk memeranginya. Maka teruskanlah langkahmu menuju ke Baitullah, dan barang siapa yang mencoba menghalang-halangi kita dari Baitullah, kita bunuh dia."
Menurut lafaz yang lain, Abu Bakar r.a. mengatakan, "Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui, sesungguhnya kita datang hanya untuk umrah dan kita datang bukan untuk memerangi seseorang. Tetapi siapa pun yang menghalang-halangi kita dari Baitullah, maka akan kita bunuh dia." Maka Nabi Saw. bersabda: Kalau begitu, berangkatlah kalian semua. Menurut lafaz yang lain menyebutkan: Maka berangkatlah kalian dengan menyebut nama Allah. Ketika mereka berada di tengah perjalanan, Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya Khalid ibnul Walid telah muncul memimpin pasukan berkuda Quraisy, maka ambillah jalan ke arah kanan.
Demi Allah Khalid bin Walid tidak menyadari taktik ini. Hingga manakala pasukan berkuda itu melihat kepulan debu pasukan kaum muslim yang membelok ke arah kanan, maka Khalid bin Walid kembali ke Mekkah memberi peringatan kepada orang-orang Quraisy.
Nabi SAW melanjutkan perjalannya, Hingga manakala beliau sampai disuatu tempat yang mereka turuni tiba-tiba unta kendaraan beliau berhenti dan mendekam. Maka orang-orang pun mengatakan “Husy, husy” untuk membangunkannya tetapi kendaraan Nabi SAW tetap mogok. Lalu mereka berkata “Qaswa (Unta kendaraan Nabi SAW) mogok tidak mau meneruskan perjalanan”. Maka Nabi SAW bersabda : Qaswa tidak mogok, karena itu bukanlah kebiasaannya, tetapi ia ditahan oleh Tuhan yang pernah menahan pasukan bergajah. Kemudian Nabi Saw. melanjutkan sabdanya: Demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman-Nya, tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rencana yang isinya mengandung penghormatan kepada tanah suci Allah, melainkan aku menyetujui rencana mereka itu.
Lalu beliau menghardik unta kendaraannya dan bangkitlah unta kendaraan beliau dan meneruskan perjalanannya bersama mereka, hingga sampailah Nabi Saw. dan kaum muslim di perbatasan Hudaibiyah yang palingjauh, tepatnya di dekat sebuah sumur yang minim airnya, lalu orang-orang memberi minum hewan kendaraan mereka dan tidak lama kemudian air sumur itu pun habis dan kering. Lalu diadukan kepada Rasulullah Saw. bahwa mereka kehausan, maka beliau Saw. mencabut sebuah anak panah dari wadahnya, lalu beliau memerintahkan agar mereka menancapkan anak panah itu ke dalam sumur tersebut. Maka demi Allah, setelah anak panah itu ditancapkan ke dalam sumur itu, air sumur itu terus mengalir untuk mereka hingga mereka meninggalkannya.
Ketika mereka sedang dalam keadaan demikian, tiba-tiba datanglah Badil ibnu Warqa Al-Khuza'i bersama serombongan orang dari kaumnya Bani Khuza'ah, mereka adalah juru penengah dari kalangan ahli Tihamah dan selalu mengharapkan kebaikan bagi Rasulullah Saw. Lalu Badil berkata, "Sesungguhnya aku tinggalkan Ka'b ibnu Lu'ay dan Amir ibnu Lu'ay sedang beristirahat di mata air Hudaibiyah, mereka membawa pasukan yang besar jumlahnya, mereka siap hendak memerangimu dan menghalang-halangimu dari Baitullah Maka Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya kami datang bukan untuk memerangi seseorang. Kami datang hanyalah untuk mengerjakan ibadah umrah. Dan sesungguhnya orang-orang Quraisy telah mengalami peperangan berkali-kali hingga perang melemahkan mereka dan menimpakan kerugian yang besar kepada mereka. Untuk itu bila mereka menghendaki agar aku memberikan masa tangguh kepada mereka, aku dapat memenuhinya, tetapi hendaknya mereka membiarkan antara aku dan orang-orang dengan bebas. Dan jika mereka menghendaki ingin masuk bersama orang-orang (ke dalam agama Islam), mereka dapat melakukannya, dan jika mereka tetap tidak mau masuk Islam, maka keamanan mereka tetap terpelihara. Tetapi jika mereka menolak semua usulanku ini, maka demi Tuhan yang jiwaku berada di dalam genggaman kekuasaan-Nya, aku benar-benar akan memerangi mereka demi membela urusanku ini hingga nyawa meregang badan, atau perintah Allah Swt. terlaksana."
Badil mengatakan, "Aku akan menyampaikan kepada mereka apa yang kamu usulkan itu." Lalu berangkatlah Badil (pulang). Ketika sampai kepada kaum Quraisy, Badil mengatakan, "Sesungguhnya kami baru datang dari lelaki ini (maksudnya Nabi Saw.), dan kami telah mendengarnya mengemukakan suatu usulan. Maka jika kalian ingin mendengarkannya, aku akan mengemukakannya kepada kalian."
Orang-orang yang pendek akalnya dari kalangan Quraisy mengatakan, "Kami tidak perlu mendengar sesuatu pun dari beritamu itu." Dan orang-orang yang berakal panjang dari mereka mengatakan, "Coba ceritakanlah apa yang telah engkau dengar darinya."
Badil mengatakan, "Aku mendengarnya mengatakan anu dan anu," dan Badil menceritakan kepada mereka semua apa yang telah dikatakan oleh Rasulullah Saw.
Maka Urwah ibnu Mas'ud berdiri, lalu bertanya, "Hai kaum, bukankah kalian kuanggap sebagai orang tua?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah bertanya, "Bukankah aku ini seperti anak kalian?" Mereka menjawab, "Benar." Urwah berkata, "Apakah kalian mencurigaiku?" Mereka menjawab, "Tidak."
Urwah berkata, "Bukankah kalian telah mengetahui bahwa aku telah menyerukan kepada penduduk Hukaz untuk berpihak kepada kalian, tetapi setelah mereka menolak seruanku, maka aku datang kepada kalian dengan kaumku, anak-anakku, dan orang-orang yang taat kepadaku?" Mereka menjawab, "Benar."
Urwah berkata, "Sesungguhnya orang ini (Nabi Saw.) telah menawarkan kepada kalian suatu rencana yang baik, maka terimalah rencana itu, dan biarkanlah aku yang akan datang kepadanya (sebagai wakil kalian)." Mereka berkata, "Kalau begitu, datangilah dia."
Lalu Urwah berbicara kepada Nabi Saw., dan Nabi Saw. mengucapkan kepadanya perkataan seperti yang telah beliau katakan kepada Badil ibnu Warqa. Maka saat itu juga Urwah berkata, "Hai Muhammad, bagaimanakah pendapatmu jika engkau bermaksud membinasakan kaummu sendiri. Apakah engkau pernah mendengar seseorang Arab membinasakan kaumnya sebelum kaummu? Dan jika engkau adalah orang yang kedua, maka sesungguhnya aku -demi Allah-akan melihat banyak orang yang akan lari meninggalkanmu.
Maka Abu Bakar r.a. memotong pembicaraannya dengan mengatakan, "Isaplah itil Lata (berhala sembahan mereka), apakah engkau kira kami akan lari dan meninggalkannya?" Urwah bertanya, "Siapakah orang ini?" Mereka menjawab, "Abu Bakar." Urwah berkata, "Ingatlah, demi Allah, seandainya engkau belum pernah berjasa kepadaku, tentulah akan kubalas makianmu itu."
Lalu Urwah berbicara dengan Nabi Saw., dan setiap kali Urwah berbicara kepada Nabi Saw., ia memegang jenggot Nabi Saw. Akan tetapi, saat itu Al-Mugirah ibnu Syu'bah r.a. berdiri di dekat kepala Nabi Saw. seraya memegang pedang dan Nabi Saw. memakai pelindung kepala (dari anyaman besi), dan setiap kali Urwah hendak memegang jenggot Nabi Saw., Al-Mugirah memukul tangannya dengan pangkal pedang seraya berkata, "Jauhkanlah tanganmu dari jenggot Rasulullah." Lalu Urwah mendongakkan kepalanya dan bertanya, "Siapakah orang ini?" Nabi Saw. menjawab, "Al-Mugirah ibnu Syu'bah." Urwah berkata, "Hai pengkhianat, aku akan membalas perbuatan khianatmu."
Dahulu di masa Jahiliah Al-Mugirah menemani suatu kaum, tetapi ia bunuh mereka dan ia ambil harta mereka, lalu ia datang dan masuk Islam. Maka Nabi Saw. bersabda kepadanya, "Adapun jika kamu masuk Islam, akan saya terima. Tetapi mengenai harta, aku tidak ikut campur dengannya."
Kemudian Urwah melihat semua sahabat Rasulullah Saw. dengan mata yang terbelalak karena keheranan. Sebab demi Allah, tidak sekali-kali Rasulullah Saw. mengeluarkan dahaknya melainkan dahaknya itu diterima telapak tangan seseorang dari mereka, lalu mengusapkan dahak (air ludah) itu ke wajah dan kulitnya. Apabila beliau memerintahkan kepada mereka suatu perintah, mereka berebutan untuk mengerjakannya. Dan apabila beliau berwudu, hampir saja mereka saling baku hantam karena merebut sisa air wudunya. Apabila beliau berbicara, maka mereka merendahkan suaranya (yakni diam mendengarkan sabdanya), dan mereka tidak berani menatap pandangan mereka ke arah Nabi Saw. karena menghormatinya.
Urwah kembali kepada teman-temannya, lalu berkata kepada mereka, "Hai kaum, demi Tuhan, aku pernah menjadi delegasi ke berbagai raja. Aku pernah diutus menghadap kepada Kisra, Kaisar, dan Najasyi. Tetapi demi Allah, aku belum pernah melihat seorang raja pun yang diagungkan oleh teman-temannya seperti yang dilakukan oleh sahabat-sahabat Muhammad terhadap Muhammad. Demi Allah, jika dia meludah, tiada lain ludahnya itu diterima oleh telapak tangan seseorang dari mereka, lalu ia gunakan ludah itu untuk mengusap wajah dan kulit tubuhnya (karena ludah Rasulullah Saw. baunya sangat harum). Apabila dia memerintahkan sesuatu kepada mereka, maka mereka berebutan untuk melaksanakannya. Dan apabila ia berwudu, maka hampir saja mereka baku hantam memperebutkan sisanya. Apabila dia berbicara di hadapan mereka, maka mereka merendahkan suaranya, dan mereka tidak berani manatap wajahnya karena mengagungkannya. Dan sesungguhnya dia telah menawarkan suatu rencana kepada kalian, yaitu rencana yang baik, maka sebaiknya kalian terima."
Maka berkatalah seseorang dari mereka dari kalangan Bani Kinanah, "Biarkanlah aku yang akan datang kepadanya." Mereka menjawab, "Datangilah dia." Ketika lelaki itu telah tampak kedatangannya di mata Rasulullah Saw., maka beliau bersabda: Dia adalah Fulan, dia berasal dari kaum yang menghormati hewan kurban, maka giringlah hewan-hewan kurban itu agar kelihatan olehnya. Al-Mugirah ibnu Syu'bah melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia menggiring hewan kurban dan kaum muslim berpapasan dengannya seraya mengucapkan talbiyah. Ketika lelaki itu menyaksikan pemandangan tersebut, berkatalah ia, "Subhdnallah, tidaklah pantas bila mereka dihalang-halangi untuk sampai ke Baitullah:'
Ketika ia kembali kepada teman-temannya, ia berkata, "Aku telah menyaksikan dengan mata kepalaku sendiri hewan-hewan kurban telah dikalungi dan diberi tanda, maka menurut hemat saya tidaklah pantas bila mereka dihalang-halangi dari Baitullah." Maka berdirilah seseorang dari mereka yang dikenal dengan nama Mukarriz ibnu Hafs, lalu ia mengatakan, "Biarkanlah aku yang akan datang kepadanya." Mereka berkata, "Datangilah dia olehmu." Ketika ia tampak oleh Nabi Saw. dan para sahabatnya, maka berkatalah beliau Saw.: Orang ini adalah Mukarriz, seorang lelaki yang pendurhaka.
Lalu Mukarriz berbicara dengan Nabi Saw. Dan ketika dia sedang berbicara, tiba-tiba datanglah Suhail ibnu Amr.
Ma'mar menceritakan, telah menceritakan kepadaku Ayyub, dari Ikrimah yang telah mengatakan bahwa ketika Suhail datang, Nabi Saw. bersabda: Sesungguhnya telah dimudahkan bagi kalian urusan kalian ini.
Ma'mar mengatakan bahwa Az-Zuhri telah menyebutkan dalam hadis yang dikemukakannya, bahwa lalu datanglah Suhail dan berkata, "Marilah kita tuangkan perjanjian antara kami dan kamu ke dalam suatu naskah perjanjian." Maka Nabi Saw. memanggil Ali r.a. dan memerintahkan kepadanya: Tulislah "Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang".
Tetapi Suhail memotong dan mengatakan, "Ar-Rahman (Tuhan Yang Maha Pemurah) demi Allah, aku tidak mengerti apa maksudnya, tetapi sebaiknya tulislah 'Dengan menyebut nama Engkau ya Allah' seperti biasanya kamu pakai." Maka kaum muslim menjawab, "Dem. Allah kami tidak mau menulisnya kecuali dengan 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'." Maka Nabi Saw. menengah-nengahi ketegangan itu melalui sabdanya: Tulislah "Dengan menyebut nama Engkau, ya Allah, " kemudian beliau melanjutkan sabdanya, "Ini adalah perjanjian yang telah disetujui oleh Muhammad utusan Allah.” Suhail kembali memprotes, "Demi Allah, seandainya kami mengetahui bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami tidak menghalang-halangi engkau untuk sampai ke Baitullah, dan tentu kami pun tidak akan memerangimu, tetapi sebaiknya tulislah 'Muhammad Ibnu Abdullah'."
Maka Rasulullah Saw. bersabda: Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar utusan Allah, sekalipun kalian mendustakanku. Tulislah Muhammad ibnu Abdullah.
Az-Zuhri mengatakan bahwa demikian itu karena Rasulullah Saw. telah bersabda sebelumnya: Demi Allah tidaklah mereka meminta kepadaku suatu rencana yang di dalamnya mereka muliakan syiar-syiar Allah yang suci, melainkan aku memberikannya kepada mereka (yakni menyetujuinya).
Maka Nabi Saw. berkata kepada Suhail, "Dengan syarat hendaklah kalian biarkan antara kami dan Baitullah karena kami akan melakukan tawaf padanya." Suhail menjawab, "Demi Allah, demi mencegah agar orang-orang Arab jangan membicarakan bahwa kami ditekan, tetapi sebaiknya hal itu dilakukan untuk tahun depan (yakni bukan tahun itu)."
Suhail mengajukan syarat, "Dan syarat lainnya ialah tiada seorang pun dari kami yang datang kepadamu, sekalipun dia memeluk agamamu, melainkan engkau harus mengembalikannya (memulangkannya) kepada kami." Maka kaum muslim berkata, "Subhdnalldh, mana mungkin dia dikembalikan kepada orang-orang musyrik, sedangkan dia datang dalam keadaan muslim."
Ketika mereka sedang dalam keadaan tawar menawar, tiba-tiba datanglah Abu Jandal ibnu Suhail ibnu Amr dalam keadaan terbelenggu dengan rantai. Dia telah melarikan diri dari Mekah melalui jalan yang terendah, hingga sampailah ia di hadapan kaum muslim. Maka Suhail berkata, "Hai Muhammad, ini adalah orang yang mula-mula termasuk ke dalam perjanjian yang harus engkau tunaikan kepadaku untuk mengembalikannya kepadaku." Maka Nabi Saw. berkata, "Kita masih belum menyelesaikan naskah perjanjian ini."
Suhail ibnu Amr berkata, "Kalau begitu, demi Tuhan, aku tidak mau berdamai denganmu atas sesuatu pun selamanya." Maka Nabi Saw. mendesak, "Kalau begitu, perbolehkanlah dia demi untukku." Abu Sufyan menjawab, "Aku tidak akan membolehkan hal itu bagimu." Nabi Saw. mendesak lagi, "Tidak, biarkanlah dia untukku." Abu Sufyan bersikeras, "Aku tidak akan membiarkannya diambil olehmu." Mukarriz mengatakan, "Ya, kalau kami memperbolehkan engkau untuk mengambilnya." Abu Jandal berkata, "Hai orang-orang muslim, apakah aku akan dikembalikan kepada orang-orang musyrik, padahal aku datang sebagai seorang muslim, tidaklah kalian lihat apa yang telah kualami?" Tersebutlah bahwa Abu Jandal selama itu disiksa dengan siksaan yang berat karena membela agama Allah Swt.
Umar r.a. mengatakan bahwa lalu ia mendatangi Nabi Saw. dan berkata kepadanya, "Bukankah engkau Nabi Allah yang sebenarnya?" Nabi Saw. menjawab, "Benar." Aku (Umar) bertanya, "Bukankah kita berada di pihak yang benar dan musuh kita berada di pihak yang batil?"
Rasulullah Saw. menjawab, "Benar." Aku bertanya, "Maka mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?" Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya aku adalah utusan Allah, dan aku tidak akan mendurhakai perintah-Nya, Dia pasti akan menolongku.
Umar bertanya, "Bukankah engkau telah mengatakan kepada kami bahwa kita akan datang ke Baitullah dan melakukan tawaf padanya?" Rasulullah Saw. menjawab, "Benar, tetapi apakah aku mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?" Umar menjawab, "Tidak." Nabi Saw. bersabda, "Sesungguhnya engkau akan mendatanginya dan akan tawaf padanya."
Umar melanjutkan kisahnya, bahwa lalu ia datang kepada Abu Bakar dan mengatakan kepadanya, "Hai Abu Bakar, bukankah dia adalah Nabi Allah yang sebenarnya?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Bukankah kita di pihak yang benar dan musuh kita di pihak yang batil?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Umar bertanya, "Lalu mengapa kita mengalah dalam membela agama kita?"
Abu Bakar merasa kesal, lalu berkata, "Hai lelaki (maksudnya Umar), sesungguhnya beliau adalah utusan Allah dan beliau tidak akan mendurhakai Tuhannya. Dia pasti akan menolongnya, maka terimalah apa yang telah ditetapkannya. Demi Allah, sesungguhnya dia berada pada keputusan yang benar."
Umar berkata, "Bukankah dia telah berbicara kepada kita bahwa kita akan mendatangi Baitullah dan melakukan tawaf padanya?" Abu Bakar menjawab, "Benar." Abu Bakar balik bertanya, "Apakah beliau mengatakan kepadamu bahwa kita akan mendatanginya tahun ini?" Umar menjawab, "Tidak." Abu Bakar berkata, "Maka sesungguhnya engkau pasti akan mendatanginya dan melakukan tawaf padanya."
Az-Zuhri menceritakan, Umar r.a. mengatakan bahwa karena peristiwa tersebut ia melakukan banyak amal kebaikan (untuk melebur dosanya karena ia merasa berdosa dengan kata-katanya itu kepada Nabi Saw.).
Setelah usai dari penandatanganan naskah gencatan senjata itu, Rasulullah Saw. bersabda kepada para sahabatnya: Bangkitlah kalian dan sembelihlah (hewan kurban kalian), kemudian bercukurlah.
Umar r.a. menceritakan bahwa demi Allah, tiada seorang pun dari mereka yang bangkit melaksanakannya, hingga Nabi Saw. mengulangi sabdanya sebanyak tiga kali. Ketika beliau Saw. melihat tiada seorang pun dari mereka yang melakukannya, maka masuklah beliau ke dalam kemah Ummu Salamah r.a., lalu menceritakan kepadanya apa yang dilakukan oleh kaum muslim terhadap perintahnya. Ummu Salamah r.a. bertanya kepada beliau Saw., "Hai Nabi Allah, apakah engkau menginginkan agar hal tersebut terlaksana? Sekarang keluarlah dan janganlah engkau berkata sepatah kata pun kepada seseorang dari mereka sebelum engkau menyembelih kurbanmu dan kamu panggil tukang cukurmu untuk mencukurmu."
Maka Rasulullah Saw. keluar dan tidak berbicara kepada seseorang pun dari mereka hingga melakukan apa yang telah disarankan oleh Ummu Salamah itu. Beliau menyembelih hewan kurbannya, lalu memanggil tukang cukurnya. Maka tukang cukur mencukur rambut beliau Saw.
Ketika mereka melihat hal tersebut, maka bangkitlah mereka menuju ke tempat hewan kurban masing-masing, lalu mereka menyembelihnya dan sebagian dari mereka mencukur sebagian yang lain secara bergantian, hingga sebagian dari mereka hampir saja membunuh sebagian yang lainnya karena kesusahan.
Kemudian datanglah menghadap kepada Rasulullah Saw. wanita-wanita mukmin, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan beriman. (Al Mumtahanah:10) Sampai dengan firman-Nya: pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir. (Al Mumtahanah:10)
Maka Umar menceraikan dua orang istrinya pada hari itu juga, yang keduanya masih tetap dalam kemusyrikannya. Kemudian salah seorangnya dikawini oleh Mu'awiyah ibnu Abu Sufyan, sedangkan yang lainnya dikawini oleh Safwan ibnu Umayyah.
Kemudian Nabi Saw. kembali ke Madinah, lalu beliau kedatangan Abu Busair, seorang lelaki dari kalangan Quraisy yang telah masuk Islam. Maka orang-orang Quraisy mengirimkan utusannya yang terdiri dari dua orang lelaki untuk memulangkannya. Lalu mereka berkata, "Kami menuntut janj i yang telah engkau berikan kepada kami." Maka Nabi Saw. menyerahkan Abu Busair kepada kedua lelaki utusan Cmraisy itu yang segera membawanya pulang. Dan ketika keduanya sampai di Zul Hulaifah, mereka bertiga turun dan beristirahat untuk memakan buah kurma bekal mereka.
Abu Busair berkata kepada salah seorang dari keduanya, "Demi Allah, sesungguhnya aku benar-benar melihat pedangmu ini, hai Fulan, sangat bagus." Maka lelaki lainnya menghunus pedangnya dan mengatakan, "Benar, demi Tuhan, aku telah mencobanya. Ternyata pedang itu benar-benar bagus." Abu Busair berkata, "Bolehkah aku lihat pedangmu itu?" Maka lelaki itu memberikan pedangnya kepada Abu Busair, dan dengan segera dan cepat Abu Busair memukulkan pedang itu kepada pemiliknya hingga mati seketika itu juga, sedangkan lelaki yang lainnya melarikan diri dan sampai di Madinah, lalu ia berlari memasuki masjid, maka Rasulullah Saw. bersabda saat melihat kedatangannya, "Sesungguhnya orang ini telah mengalami peristiwa yang menakutkan." Setelah sampai di hadapan Nabi Saw., lelaki itu berkata, "Demi Tuhan, temanku telah dibunuh, dan aku pun akan dibunuhnya pula."
Tidak lama kemudian datanglah Abu Busair, lalu berkata, "Wahai Rasulullah, demi Allah, sungguh Allah telah melunaskan tanggunganmu, engkau telah mengembalikan aku kepada mereka, kemudian Allah menyelamatkan diriku dari mereka." Nabi Saw. bersabda, "Celakalah dia, dia menyalakan api peperangan, sekiranya saja dia bersama seseorang lagi." Ketika Abu Busair mendengar sabda Nabi Saw. yang demikian, maka dia mengetahui bahwa beliau pasti akan mengembalikannya kepada mereka.
Maka Abu Busair keluar (melarikan diri) hingga sampai di tepi laut, dan Abu Jandal ibnu Suhail melarikan diri pula dari mereka, lalu bergabung bersama Abu Busair. Maka sejak saat itu tidak sekali-kali ada seseorang lelaki dari Quraisy yang telah Islam melarikan diri melainkan ia bergabung bersama dengan Abu Busair, hingga terbentuklah segerombolan orang-orang. Maka demi Allah, tidak sekali-kali mereka mendengar akan ada kafilah Quraisy yang keluar menuju negeri Syam, melainkan mereka rampok dan mereka bunuh orang-orangnya serta mereka jarah harta bendanya.
Mengalami gangguan ini orang-orang Quraisy kewalahan, lalu mereka mengirimkan utusan kepada Rasulullah Saw. seraya meminta kepadanya demi nama Allah dan pertalian kekeluargaan agar sudilah Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada gerombolan Abu Busair itu supaya menghentikan kegiatan mereka. Bahwa barang siapa dari mereka yang kembali pulang , maka keamanannya akan dijamin. Lalu Nabi Saw. mengirimkan utusan kepada mereka, dan Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan Dialah yang menahan tangan mereka dari (membinasakan) kamu dan menahan tangan kamu dari (membinasakan) mereka di tengah kota Mekah. (Al Fath:24) sampai dengan firman-Nya: (yaitu) kesombongan Jahiliah. (Al Fath:26)
Tersebutlah pula bahwa kesombongan mereka ialah tidak mau mengakui bahwa Muhammad itu utusan Allah, dan tidak mau mengakui bahwa Allah Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, dan mereka menghalang-halangi kaum muslim untuk dapat sampai ke Baitullah.
Demikianlah menurut apa yang diketengahkan oleh Imam Bukhari dalam bab ini. Ia telah mengetengahkannya pula di dalam kitab tafsir, pada Bab "Umrah Hudaibiyah" dan Bab "Haji" serta bab-bab lainnya melalui hadis Ma'mar dan Sufyan ibnu Uyaynah, keduanya menerima hadis ini dari Az-Zuhri dengan teks yang sama.
Tetapi di bagian yang lain disebutkan dari Az-Zuhri, dari Urwah ibnu Marwan dan Al-Miswar, dari beberapa orang sahabat Nabi hal yang semisal dengan hadis di atas, dan riwayat ini lebih mendekati kepada kebenaran, hanya Allah-lah Yang Maha Mengetahui. Imam Bukhari tidak mengetengahkan hadis ini sepanjang apa yang tertera di dalam kitab ini, antara teks yang dikemukakannya dengan teks yang dikemukakan oleh ibnu Ishaq terdapat perbedaan di beberapa bagian. Tetapi padanya terdapat banyak keterangan yang bermanfaat. Karena itulah maka sebaiknya dihimpunkan dengan apa yang tertera dalam kitab ini, sebab itulah maka keduanya dikemukakan. Hanya kepada Allah-lah memohon pertolongan dan hanya kepada-Nya-lah bertawakal, tiada daya dan tiada kekuatan kecuali dengan pertolongan Allah Yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Imam Bukhari mengatakan di dalam Kitab Tafsir, telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ishaq As-Sulami, telah menceritakan kepada kami Ya'la, telah menceritakan kepada kami Abdul Aziz ibnu Siyah, dari Habib ibnu Abu Sabit yang menceritakan bahwa ia pernah datang kepada Abu Wa'il untuk bertanya kepadanya. Maka Abu Wa'il bercerita, 'Ketika kami berada di Siffin, ada seorang lelaki berkata, 'Tidakkah engkau lihat orang-orang yang menyeru (kita) kepada KitabullahT Maka Ali r.a. menjawab, 'Ya.' Sahl ibnu Hanif mengatakan, 'Salahkanlah diri kalian sendiri, sesungguhnya ketika kami berada di hari Hudaibiyah —yakni Perjanjian Hudaibiyah yang dilakukan antara Nabi Saw. dengan kaum musyrik— seandainya kami memilih berperang, niscaya kami akan berperang.' Maka datanglah Umar r.a., lalu bertanya, 'Bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang batil? Bukankah orang-orang yang gugur dari kalangan kita dimasukkan ke dalam surga dan orang-orang yang gugur dari kalangan mereka dimasukkan ke dalam neraka?' Nabi Saw. menjawab, 'Benar.' Umar bertanya, 'Lalu mengapa kita harus mengalah dalam membela agama kita, lalu kita kembali (ke Madinah), padahal Allah masih belum memutuskan (kemenangan) di antara kita?' Rasulullah Saw. menjawab: Hai Ibnul Khattab, sesungguhnya aku adalah utusan Allah, Allah selamanya tidak akan menyia-nyiakan diriku.
Maka Umar mundur dengan hati yang tidak puas, dan ia tidak tahan, lalu datanglah ia kepada Abu Bakar r.a. dan berkata kepadanya, 'Hai Abu Bakar, bukankah kita berada di pihak yang benar dan mereka berada di pihak yang batil?' Abu Bakar menjawab, 'Hai Ibnul Khattab, sesungguhnya dia adalah utusan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan selamanya,' lalu turunlah surat Al-Fath."
Imam Bukhari telah meriwayatkan pula hadis ini di tempat yang lain, juga Imam Muslim serta Imam Nasai melalui berbagai jalur yang lain dari Abu Wa'il alias Sufyan ibnu Salamah, dari Sahl ibnu Hanif dengan sanad yang sama. Dan menurut sebagian lafaznya, disebutkan bahwa Sahl ibnu Hanif mengatakan, "Hai manusia, curigailah pendapat (usulan) itu, karena sesungguhnya ketika di hari peristiwa yang dialami oleh Abu Jandal, seandainya aku mempunyai kekuatan untuk mengembalikan kepada Rasulullah Saw. akan urusannya, tentulah aku akan mengembalikannya." Di dalam riwayat lain disebutkan bahwa lalu turunlah surat Al-Fath, maka Rasulullah Saw. memanggil Umar ibnul Khattab dan membacakan surat itu kepadanya.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Affan, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Sabit, dari Anas r.a. y ang menceritakan bahwa sesungguhnya orang-orang Quraisy berdamai dengan Nabi Saw. dan di kalangan mereka terdapat Suhail ibnu Amr. Maka Nabi Saw. memerintahkan kepada Ali r.a.: Tulislah 'Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang'.
Sahl memotong, "Kami tidak mengenal apakah Bismillahir Rahmanir Rahim itu, tetapi tulislah 'Dengan nama Engkau ya Allah'." Rasulullah Saw. bersabda lagi: Tulislah dari Muhammad utusan Allah. Suhail kembali memprotes, "Seandainya kami meyakini bahwa engkau adalah utusan Allah, tentulah kami mengikutimu, tetapi tulislah namamu dan nama ayahmu."
Maka Nabi Saw. memerintahkan (kepada Ali r.a.): Tulislah 'Dari Muhammad putra Abdullah'. Lalu mereka (orang-orang musyrik) membebankan syarat-syarat kepada Nabi Saw yang isinya ialah bahwa orang yang datang dan kalangan kamu maka kami akan mengembalikannya kepadamu, dan orang yang datang kepadamu dari kami, kalian harus mengembalikannya kepada kami. Ali bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah kami harus menulisnya?" Nabi Saw. bersabda: Ya, sesungguhnya orang yang pergi kepada mereka dari kalangan kami, maka semoga Allah menjauhkannya.
Imam Muslim meriwayatkan hadis ini melalui Hammad ibnu Salamah dengan sanad yang sama.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Ketika menanamkan) berta'alluq kepada lafal La'adzdzabnaa (orang-orang kafir itu) menjadi Fa'il dari lafal Ja'ala (ke dalam hati mereka kesombongan) perasaan tinggi diri dari sesuatu (yaitu kesombongan jahiliah) menjadi Badal dari lafal Hamiyah. Makna yang dimaksud ialah hambatan dan cegahan mereka terhadap Nabi dan para sahabatnya untuk mencapai Masjidilharam (lalu Allah menurunkan ketenangan kepada Rasul-Nya dan kepada orang-orang mukmin) lalu akhirnya Nabi saw. dan para sahabatnya mengadakan perdamaian dengan mereka, yaitu hendaknya mereka diperbolehkan kembali ke Mekah tahun depan dan ternyata mereka tidak terbakar atau terpancing oleh panasnya perasaan, tidak sebagaimana yang menimpa orang-orang kafir, akhirnya peperangan antara mereka terhindarkan (dan Allah mewajibkan kepada mereka) yakni kepada orang-orang mukmin (kalimat takwa) yaitu "Tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah", kalimat ini dikaitkan dengan takwa, karena merupakan penyebabnya (dan adalah mereka lebih berhak dengannya) yakni dengan kalimat takwa itu daripada orang-orang kafir (dan patut memilikinya) merupakan Athaf Tafsir. (Dan adalah Allah Maha Mengetahui segala sesuatu) artinya Dia tetap bersifat demikian, dan di antara apa yang diketahui oleh Allah swt. ialah bahwa orang-orang mukmin itu berhak memiliki kalimat takwa itu.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Penduduk Mekahlah yang kafir dan menghalang-halangi kalian untuk memasuki al-Masjid al-Harâm dan menghalang-halangi hewan kurban yang kalian bawa untuk sampai ke tempat penyembelihannya. Kalau sekiranya tidak karena khawatir bahwa kalian akan menimpakan kesusahan kepada orang-orang Mukmin, laki-laki dan perempuan, yang tidak kalian ketahui yang berada di antara orang-orang kafir Mekah sehingga kalian membunuh mereka yang menyebabkan kalian tercela dan terhina, niscaya Kami akan menjadikan kalian berkuasa atas mereka. Namun Allah menahan kalian dari membinasakan mereka supaya Dia dapat melindungi orang-orang Mukmin yang berada di tengah-tengah mereka dan orang-orang kafir yang masuk Islam. Kalau seandainya orang-orang Mukmin sudah dapat dibedakan, maka Kami pasti akan menghukum orang-orang yang bersikeras dalam kekufuran dengan siksa yang sangat pedih. Yaitu ketika orang-orang kafir menimbulkan kesombongan dalam hati mereka sebagaimana kesombongan jahiliyah. Lalu Allah menurunkan ketentraman pada Rasul-Nya dan orang-orang Mukmin dan menetapkan pada diri mereka keterjagaan dari kesyirikan dan siksa. Mereka adalah orang-orang yang berhak untuk mendapatkannya. Ilmu Allah meliputi segala sesuatu.