فَاِذَا لَقِيْتُمُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا فَضَرْبَ الرِّقَابِۗ حَتّٰٓى اِذَآ اَثْخَنْتُمُوْهُمْ فَشُدُّوا الْوَثَاقَۖ فَاِمَّا مَنًّاۢ بَعْدُ وَاِمَّا فِدَاۤءً حَتّٰى تَضَعَ الْحَرْبُ اَوْزَارَهَا ەۛ ذٰلِكَ ۛ وَلَوْ يَشَاۤءُ اللّٰهُ لَانْتَصَرَ مِنْهُمْ وَلٰكِنْ لِّيَبْلُوَا۟ بَعْضَكُمْ بِبَعْضٍۗ وَالَّذِيْنَ قُتِلُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ فَلَنْ يُّضِلَّ اَعْمَالَهُمْ ( محمد: ٤ )
Fa'idhā Laqītumu Al-Ladhīna Kafarū Fađarba Ar-Riqābi Ĥattaá 'Idhā 'Athkhantumūhum Fashuddū Al-Wathāqa Fa'immā Mannāan Ba`du Wa 'Immā Fidā'an Ĥattaá Tađa`a Al-Ĥarbu 'Awzārahā Dhālika Wa Law Yashā'u Allāhu Lāntaşara Minhum Wa Lakin Liyabluwa Ba`đakum Biba`đin Wa Al-Ladhīna Qutilū Fī Sabīli Allāhi Falan Yuđilla 'A`mālahum. (Muḥammad 47:4)
Artinya:
Maka apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir (di medan perang), maka pukullah batang leher mereka. Selanjutnya apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang selesai. Demikianlah, dan sekiranya Allah menghendaki niscaya Dia membinasakan mereka, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lain. Dan orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak menyia-nyiakan amal mereka. (QS. [47] Muhammad : 4)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Pada ayat yang lalu dan beberapa ayat sebelumnya dijelaskan ciri-ciri orang kafir dan perbuatan mereka menghalang-halangi orang-orang yang beribadah kepada Allah. Ayat ini memberikan tuntunan tentang perbuatan yang harus dilakukan kaum muslim terhadap mereka. Maka apabila kamu bertemu dengan orang-orang yang kafir yang memerangi kamu di medan perang, maka pukullah batang leher mereka, yakni perangilah dengan cara memukul batang leher mereka, itulah cara yang paling baik untuk melumpuhkan kekuatan mereka. Selanjutnya apabila kamu telah mengalahkan mereka, maka tawanlah yang masih hidup dari mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka tanpa tebusan atau membebaskan mereka dengan menerima tebusan berupa harta atau tukar menukar tawanan. Itulah yang kamu lakukan sampai perang selesai dan semua yang terlibat dalam peperangan meletakkan senjata. Demikianlah ketentuan yang telah ditetapkan Allah, dan sekiranya Allah menghendaki, niscaya Dia membinasakan mereka tanpa melibatkan orang-orang mukmin untuk berperang, tetapi Dia hendak menguji kamu satu sama lain dengan mewajibkan orang-orang mukmin memerangi orang-orang kafir yang memusuhi mereka. Orang-orang kafir yang mati dalam peperangan adalah orang-orang yang celaka di dunia dan di akhirat mendapat azab Tuhan. Dan orang-orang mukmin yang gugur di dalam peperangan pada jalan Allah, Allah tidak menyia-nyiakan amal mereka, tetapi memberikan kepada mereka pahala yang besar.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini menerangkan kepada kaum Muslimin cara menghadapi orang-orang kafir dalam peperangan. Mereka harus mencurahkan segala kesanggupan dan kemampuan untuk menghancurkan musuh. Hendaklah mengutamakan kemenangan yang akan dicapai pada setiap medan pertempuran dan jangan mengutamakan penawanan musuh dan perebutan harta rampasan. Penawanan dilakukan setelah mereka dikalahkan, karena orang-orang kafir itu setiap saat berkeinginan membunuh dan menghancurkan kaum Muslimin dan mereka tidak dapat dipercaya. Mereka berpura-pura ingin berdamai, tetapi hati dan keyakinan mereka tetap ingin menghancurkan agama Islam dan pengikutnya pada setiap kesempatan yang mungkin mereka miliki. Setelah perang selesai dengan kemenangan di tangan kaum Muslimin, mereka boleh memilih salah satu dari dua hal, yaitu apakah akan membebaskan tawanan yang telah ditawan atau membebaskannya dengan membayar tebusan oleh pihak musuh atau dengan cara pertukaran tawanan.
Dalam ayat lain diterangkan bahwa batas kaum Muslimin harus berhenti memerangi orang-orang kafir Mekah itu adalah sampai tidak ada lagi fitnah. Allah berfirman:
Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah, dan agama hanya bagi Allah semata. Jika mereka berhenti, maka tidak ada (lagi) permusuhan, kecuali terhadap orang-orang zalim. (al-Baqarah/2: 193)
Ibnu 'Abbas berkata, "Tatkala jumlah kaum Muslimin bertambah banyak dan kekuatannya semakin bertambah pula, Allah menurunkan ayat ini, dan Rasulullah bertindak menghadapi tawanan sesuai dengan ayat ini, begitu pula para khalifah yang datang sesudahnya."
Dari ayat di atas dan perkataan Ibnu 'Abbas dapat dipahami hal-hal sebagai berikut:
1. Ayat ini diturunkan setelah Perang Badar karena pada saat peperangan itu Rasulullah saw lebih mengutamakan tebusan, seperti menebus dengan harta atau dengan menyuruh tawanan mengajarkan tulis baca kepada kaum Muslimin, sehingga Rasul mendapat teguran dari Allah.
2. Ayat ini merupakan pegangan bagi Rasulullah dan para sahabat dalam menyelesaikan persoalan yang berhubungan dengan peperangan dan tawanan perang.
3. Perintah membunuh orang-orang kafir dalam ayat ini dilakukan dalam peperangan, bukan di luar peperangan. Oleh karena itu, wajar jika Allah memerintahkan kepada kaum Muslimin membunuh musuh-musuh mereka dalam peperangan yang sedang berkecamuk karena musuh sendiri bertindak demikian pula terhadap mereka. Jika Allah tidak memerintahkan demikian, tentu kaum Muslimin ragu-ragu menghadapi musuh yang akan membunuh mereka sehingga musuh berkesempatan menghancurkan mereka.
4. Allah tidak memerintahkan kaum Muslimin membunuh orang-orang kafir di mana saja mereka temui, tetapi Allah hanya memerintahkan kaum Muslimin memerangi orang-orang kafir yang bermaksud merusak, memfitnah, dan menghancurkan Islam dan kaum Muslimin. Terhadap orang kafir yang bersikap baik terhadap agama Islam dan kaum Muslimin, kaum Muslimin wajib bersikap baik pula terhadap mereka. Allah berfirman:
Allah tidak melarang kamu berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu dalam urusan agama dan tidak mengusir kamu dari kampung halamanmu. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan mereka sebagai kawanmu, orang-orang yang memerangi kamu dalam urusan agama dan mengusir kamu dari kampung halamanmu dan membantu (orang lain)untuk mengusirmu. Barang siapa menjadikan mereka sebagai kawan, mereka itulah orang-orang yang zalim. (al-Mumtahanah/60: 8-9)
5. Kepala negara mempunyai peranan dalam mengambil keputusan dan kebijaksanaan dalam menyelesaikan peperangan dan tawanan perang. Ia harus mendasarkan keputusannya kepada kepentingan agama, kaum Muslimin dan kemanusiaan serta kemaslahatan pada umumnya.
Memaksa tawanan masuk agama Islam tidak dibolehkan karena tindakan itu bertentangan dengan firman Allah yang melarang kaum Muslimin memaksa orang lain memeluk agama Islam. Allah berfirman:
Tidak ada paksaan dalam (menganut) agama (Islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara jalan yang benar dengan jalan yang sesat. Barang siapa ingkar kepada Tagut dan beriman kepada Allah, maka sungguh, dia telah berpegang (teguh) pada tali yang sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui. (al-Baqarah/2: 256)
Membunuh tawanan bagi kaum Muslimin tentu ada dasarnya. Tawanan yang dibunuh itu bukan tawanan biasa, tetapi merupakan penjahat perang yang telah banyak melakukan perbuatan mungkar. Bila ia hidup, maka kejahatannya dalam peperangan akan terus berlanjut dalam waktu lama.
Menjadikan tawanan sebagai budak adalah tindakan yang biasa dilakukan oleh bangsa-bangsa di dunia sebelum kedatangan Islam. Setelah datang agama Islam, maka musuh-musuh Islam menjadikan kaum Muslimin yang mereka tawan menjadi budak. Pada dasarnya perbudakan itu dilarang oleh agama Islam, tetapi sebagai balasan dari tindakan orang kafir dan untuk menjaga perasaan kaum Muslimin, maka Rasulullah saw membolehkan kaum Muslimin menjadikan orang-orang kafir yang ditawannya sebagai budak. Hal ini berarti jika orang-orang kafir tidak menjadikan kaum Muslimin yang ditawannya menjadi budak, tentulah kaum Muslimin tidak boleh menjadikan orang-orang kafir yang ditawannya menjadi budak. Meskipun terjadi perbudakan karena adanya tawanan perang, maka dalam agama Islam banyak ketentuan hukum yang dihubungkan dengan upaya memerdekakan budak yang disebut dengan kaffarat.
Agama Islam adalah agama perdamaian, bukan agama yang menganjurkan peperangan. Jika dalam sejarah Islam terdapat peperangan antara kaum Muslimin dengan orang-orang kafir, maka peperangan itu terjadi karena mempertahankan agama Islam yang hendak dihapuskan orang-orang kafir, di samping mempertahankan diri dari kehancuran. Sejak Nabi Muhammad saw diangkat menjadi rasul, sejak itu pula timbul permusuhan dari orang-orang musyrik Mekah kepada beliau dan pengikut-pengikutnya. Berbagai cara yang mereka lakukan untuk menumpas agama Islam dan kaum Muslimin, mulai dari cara yang lunak sampai kepada yang paling keras. Puncak dari tindakan orang musyrik Mekah itu ialah berkomplot untuk membunuh Rasulullah saw sehingga Allah memerintahkan beliau hijrah ke Medinah. Setelah Rasulullah saw berada di Medinah permusuhan itu semakin keras, sehingga kaum Muslimin terpaksa memerangi mereka untuk mempertahankan agama dan diri mereka.
Sesampainya Rasulullah saw di Medinah, perjanjian damai dengan penduduk kota itu, yang antara lain adalah orang-orang Yahudi, ditandatangani, tetapi perjanjian damai itu dilanggar oleh mereka. Bahkan mereka melakukan percobaan untuk membunuh Nabi Muhammad saw. Oleh karena itu, Rasulullah saw terpaksa memerangi orang Yahudi di Medinah.
Sangat banyak contoh yang dapat dikemukakan yang membuktikan bahwa agama Islam tidak disebarkan melalui peperangan, tetapi melalui dakwah yang penuh hikmah dan kebijaksanaan.
Terhadap tawanan perang, sikap Rasulullah saw baik sekali. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh al-Bukhari diterangkan sikap beliau. Abu Hurairah berkata, "Rasulullah saw mengirimkan pasukan berkuda ke Nejed, maka pasukan berkuda itu menawan seorang laki-laki dari Bani Hanifah yang bernama sumamah bin Utsal, ia diikat pada salah satu tiang masjid. Maka Rasulullah saw datang kepadanya, lalu berkata, 'Apa yang engkau punyai ya sumamah? sumamah menjawab, 'Aku mempunyai harta, jika engkau mau membunuhku, lakukanlah, dan jika engkau mau membebaskanku maka aku berterima kasih kepadamu, jika engkau menghendaki harta, maka mintalah berapa engkau mau. Esok harinya Rasulullah saw pun berkata kepadanya, 'Apakah yang engkau punya ya sumamah? Ia menjawab, 'Aku mempunyai apa yang telah kukatakan kepadamu. Rasulullah saw berkata, 'Lepaskanlah ikatan sumamah. Maka sumamah pergi ke dekat pohon kurma yang berada di dekat masjid, lalu mandi kemudian ia masuk ke masjid, lalu menyatakan, 'Aku mengakui bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan bahwa Muhammad itu adalah Rasul-Nya. Demi Allah, dahulu tidak ada orang yang paling aku benci di dunia ini selain engkau, sekarang jadilah engkau orang yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu tidak ada agama yang paling aku benci selain agama engkau, maka jadilah sekarang agama engkau adalah agama yang paling aku cintai. Demi Allah, dahulu negeri yang paling aku benci adalah negerimu, sekarang jadilah negerimu negeri yang paling aku cintai. Sesungguhnya pasukan berkuda telah menangkapku, sedang aku bermaksud umrah, apa pendapatmu? Maka Rasulullah memberi kabar gembira kepadanya dan menyuruhnya melakukan umrah. Tatkala ia sampai di Mekah, seseorang mengatakan kepadanya, 'Engkau merasa rindu? sumamah menjawab, 'Tidak, tetapi aku telah masuk Islam bersama Muhammad saw."
Dari hadis ini dapat dipahami bahwa Rasulullah saw bersikap lemah-lembut kepada sumamah, seorang tawanan perang. Beliau memberi kebebasan kepadanya, sehingga ia tertarik kepada Rasulullah saw dan agama Islam, karena itu dia menyatakan dirinya masuk Islam.
Seandainya Rasulullah bersikap kasar kepadanya, tentulah sumamah tidak akan mengatakan pernyataan tersebut di dalam hadis itu. Ia akan menyimpan dendam kepada Rasulullah saw dan pada setiap kesempatan ia akan berusaha membalaskan dendamnya itu.
Agama Islam datang untuk menegakkan prinsip-prinsip yang harus ada dalam hidup dan kehidupan manusia, baik ia sebagai makhluk individu maupun sebagai makhluk sosial. Di antara prinsip-prinsip itu ialah ketauhidan, keadilan, kemanusiaan, dan musyawarah. Dengan menegakkan prinsip-prinsip itu manusia akan berhasil dalam tugasnya sebagai khalifah Allah di bumi. Atas dasar semuanya itulah segala persoalan diselesaikan, termasuk persoalan peperangan dan tawanan perang.
Pada akhir ayat ini, Allah menerangkan balasan apa yang akan diterima oleh orang-orang yang beriman dan berjihad di jalan Allah dengan mengatakan, "Bagi orang-orang yang berjihad di jalan Allah untuk membela agama Islam, sekali-kali Allah tidak akan mengurangi pahala mereka sedikit pun, bahkan dia akan membalasnya dengan pahala yang berlipat-ganda. Mengenai pahala berjihad di jalan Allah disebutkan dalam suatu hadis sebagai berikut:تَاDiriwayatkan al-Miqdam bin Ma'diyakrib, ia berkata, "Aku mendengar Rasulullah bersabda, 'Sesungguhnya orang yang mati syahid itu memperoleh sembilan hal-atau sepuluh, yaitu akan diampuni pada saat darahnya pertama kali mengalir, melihat tempat tinggalnya di surga, dihiasi dengan perhiasan iman, dihindarkan dari azab kubur, dinikahkan dengan bidadari, memperoleh keamanan pada saat hari ketakutan yang besar (hari Kiamat), di atas kepalanya diletakkan mahkota kemuliaan dari bahan permata yang lebih baik dari pada dunia dan isinya, dinikahkan dengan 92 istri dari golongan bidadari, dan diberi hak syafaat bagi 70 orang kerabatnya." (Riwayat ath-thabrani)
3 Tafsir Ibnu Katsir
Allah Swt. memberikan petunjuk kepada orang-orang mukmin tentang apa yang harus mereka pegang dalam peperangan mereka menghadapi orang-orang musyrik.
Apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pancunglah batang leher mereka. (Muhammad: 4)
Yakni apabila kamu berhadapan dengan mereka di medan perang, maka tunailah mereka dengan pedang, yakni babatlah leher mereka dengan pedang.
Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka. (Muhammad: 4)
Maksudnya, kamu lumpuhkan mereka dan kamu bunuh sebagian dari mereka.
maka tawanlah mereka. (Muhammad: 4)
Yaitu jadikanlah mereka orang-orang yang kamu tawan sebagai tawanan perang. Kemudian sesudah,perang usai, kamu boleh memilih untuk menentukan nasib mereka. Jika kamu suka, kamu boleh membebaskan mereka dengan cuma-cuma atau dengan tebusan yang kamu terima dari mereka sesuai dengan apa yang kamu persyaratkan terhadap mereka. Makna lahiriah ayat menunjukkan bahwa ayat ini diturunkan sesudah Perang Badar. Karena sesungguhnya Allah Swt. menegur sikap kaum mukmin yang lebih suka memperbanyak tawanan dengan tujuan agar mendapat tebusan yang banyak dari mereka dan mempersedikit hukuman mati. Sehubungan dengan peristiwa tersebut Allah Swt. telah berfirman:
Tidak patut bagi seorang nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta duniawiyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang telah berlalu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu terima. (Al-Anfal: 67-68)
Tetapi ada sebagian ulama yang berpendapat bahwa ayat yang mempersilakan Nabi Saw. boleh memilih antara menerima tebusan dari tawanan atau membebaskan mereka dengan cuma-cuma, telah di-mansukh oleh firman Allah Swt. yang menyebutkan:
Apabila sudah habis bulan-bulan Haram itu, maka bunuhlah orang-orang musyrik itu di mana saja kamu jumpai mereka. (At-Taubah: 5). hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut apa yang diriwayatkan oleh Al-Aufi, dari Ibnu Abbas r.a., Qatadah, Ad-Dahhak, As-Saddi, dan Ibnu Juraij, juga ulama lainnya mengatakan bahwa ayat ini tidak di-mansukh. Kemudian sebagian dari mereka mengatakan bahwa sesungguhnya imam hanya dibolehkan memilih antara membebaskan tawanan dan menerima tebusannya, tidak diperbolehkan baginya menghukum mati tawanan. Sebagian yang lain dari mereka mengatakan bahwa bahkan diperbolehkan bagi imam membunuh tawanannya karena ada hadis yang menceritakan bahwa Nabi Saw. membunuh An-Nadr ibnul Haris dan Uqbah ibnu Abu Mu'it tawanan Perang Badar. Dan Sumamah ibnu Asal berkata kepada Rasulullah Saw. saat beliau mengatakan kepadanya, "Apakah yang kamu punyai, hai Sumamah?" Maka Sumamah menjawab, "Jika engkau menghukum mati, berarti engkau membunuh orang yang masih ada ikatan keluarganya denganmu. Dan jika engkau membebaskan, berarti engkau akan membebaskan orang yang akan berterima kasih kepadamu. Jika engkau menginginkan harta (tebusan), mintalah sesukamu, maka aku akan memberinya."
Imam Syafii rahimahullah telah mengatakan bahwa imam boleh memilih antara menghukum mati, atau membebaskannya dengan cuma-cuma atau dengan tebusan atau dengan memperbudaknya. Masalah ini diterangkan di dalam kitab-kitab ftqih yang telah kami kemukakan keterangan mengenainya di dalam kitab kami Al-Ahkam.
Firman Allah Swt.:
sampai perang berhenti. (Muhammad: 4)
Mujahid mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah sampai Isa putra Maryam a.s. diturunkan, seakan-akan takwil ini disimpulkan dari sabda Rasulullah Saw. yang mengatakan:
Masih akan tetap ada segolongan dari umatku yang memperjuangkan perkara yang hak hingga orang yang terakhir dari mereka memerangi Dajjal.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepada kami Ismail ibnu Iyasy, dari Ibrahim ibnu Sulaiman, dari Al-Walid ibnu Abdur Rahman Al-Jarasyi, dari Jubair ibnu Nafir yang mengatakan bahwa sesungguhnya Salamah ibnu Nufail pernah menceritakan kepada mereka bahwa ia datang menghadap kepada Rasulullah Saw., lalu berkata, "Sesungguhnya aku telah melepaskan kudaku dan kuletakkan senjataku serta perang telah berhenti." Dan aku mengatakan kepada beliau Saw., "Sekarang tidak ada perang lagi." Maka Nabi Saw. bersabda: Sekarang peperangan akan datang, masih akan tetap ada segolongan dari umatku yang berjuang melawan orang lain; Allah menyesatkan hati banyak kaum, maka mereka memeranginya, dan Allah memberinya rezeki dari mereka, hingga datanglah perintah Allah (hari kiamat), sedangkan segolongan dari umatku itu tetap dalam keadaan berjuang. Ingatlah, sesungguhnya kekuasaan negeri kaum mukmin berada di negeri Syam. Dan kuda itu (yakni peralatan perang) pada ubun-ubunnya terikat kebaikan sampai hari kiamat.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Imam Nasai melalui dua jalur, dari Jubair ibnu Nafir, dari Salamah ibnu Nafil As-Sukuni dengan sanad yang sama.
Abul Qasim Al-Bagawi mengatakan, telah menceritakan kepada kami Daud ibnu Rasyid, telah menceritakan kepada kami Al-Walid, dari Jubair ibnu Muhammad ibnu Muhajir, dari Al-Walid ibnu Abdur Rahman Al-Jarasyi, dari Jubair ibnu Nafir, dari An-Nuwwas ibnu Sam'an r.a. yang mengatakan bahwa ketika Rasulullah Saw. beroleh suatu kemenangan, para sahabat berkata, "Wahai Rasulullah, kuda-kuda perang telah dilepaskan, dan semua senjata telah diletakkan serta peperangan telah berhenti." Mereka mengatakan pula, "Tidak ada peperangan lagi." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Mereka dusta, sekarang peperangan akan datang lagi; Allah masih terus-menerus menyesatkan hati kaum, maka mereka memeranginya, dan Allah memberi rezeki kepada mereka darinya, hingga datanglah perintah Allah (hari kiamat), sedangkan mereka tetap dalam keadaan demikian (berjuang), dan kekuasaan negeri kaum muslim berada di Syam.
Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Al-Hafiz Abu Ya'la Al-Mausuli, dari Daud ibnu Rasyid dengan sanad yang sama. Menurut riwayat yang terkenal, hadis ini diriwayatkan melalui Salamah ibnu Nufail seperti yang telah disebutkan di atas. Dan hadis ini memperkuat pendapat yang mengatakan tidak ada pe-nasikh-an. Seakan-akan ketentuan hukum ini disyariatkan dalam kondisi perang, hingga perang tiada lagi.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: sampai perang berhenti. (Muhammad: 4) Yakni hingga tiada kemusyrikan lagi. Ayat ini semakna dengan firman-Nya:
Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah. (Al-Anfal: 39)
Tetapi sebagian ulama mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah hingga para penyerang -yakni orang-orang musyrik itu- meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa mereka, yaitu bertobat kepada Allah Swt. dan memeluk agama-Nya. Menurut pendapat yang lainnya lagi, makna yang dimaksud ialah orang-orang yang terlibat dalam perang itu meletakkan senjatanya dan mengerahkan segala kemampuannya untuk mengerjakan ketaatan kepada Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
Demikianlah, apabila Allah menghendaki, niscaya Allah akan membinasakan mereka. (Muhammad: 4)
Yakni hal itu seandainya Allah menghendaki, bisa saja Dia membalas orang-orang kafir dengan hukuman dan pembalasan dari sisi-Nya.
tetapi Allah hendak menguji sebagian kamu dengan sebagian yang lain. (Muhammad: 4)
Akan tetapi, Allah memerintahkan kepada kalian untuk berjihad dan memerangi musuh, untuk menguji dan agar Kami menyatakan baik buruknya hal ikhwal kalian. Seperti yang disebutkan di dalam surat Ali Imran dan At-Taubah perihal hikmah disyariatkan-Nya jihad, juga diterangkan dalam firman Allah Swt.:
Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga, padahal belum nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antaramu, dan belum nyata orang-orang yang sabar. (Ali Imran: 142)
Allah Swt. telah berfirman di dalam surat At-Taubah:
Perangilah mereka, niscaya Allah akan menyiksa mereka dengan (perantaraan) tangan-tanganmu dan Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman, dan menghilangkan panas hati orang-orang mukmin. Dan Allah menerima tobat orang yang dikehendaki-Nya. Allah Maha Mengetahui lagi Mahabijaksana. (At-Taubah: 14-15)
Mengingat peperangan itu memakan korban yang banyak, dan banyak dari kaum mukmin yang gugur di dalamnya, maka Allah Swt. berfirman:
Dan orang-orang yang gugur pada jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. (Muhammad: 4)
Yakni tidak akan menghapusnya, bahkan memperbanyak dan mengembangkannya serta melipatgandakannya. Di antara mereka ada yang pahala amalnya terus mengalir kepadanya selama dalam alam kuburnya, sebagaimana yang telah diterangkan di dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad di dalam kitab musnadnya yang menyebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Zaid ibnu Yahya Ad-Dimasyqi, telah menceritakan kepada kami Ibnu Sauban, dari ayahnya, dari Mak-hul, dari Kasir ibnu Murrah, dari Qais Al-Juzami -seorang lelaki yang berpredikat sahabat- yang telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Orang yang mati syahid dianugerahi enam perkara, yaitu pada permulaan tetes darahnya diampuni semua dosanya, dan dapat melihat kedudukannya kelak di dalam surga dan akan dikawinkan dengan bidadari yang bermata jeli, dan diselamatkan dari kegemparan yang dahsyat (hari kiamat) serta diselamatkan dari azab kubur dan dihiasi dengan keimanan yang menyelimuti dirinya.
Hadis diriwayatkan oleh Imam Ahmad secara munfarid.
Hadis lain.
Imam Ahmad mengatakan pula, telah menceritakan kepada kami Al-Hakam ibnu Nafi', telah menceritakan kepadaku Ismail ibnu Iyasy, dari Yahya ibnu Sa'id, dari Khalid ibnu Ma'dan, dari Al-Miqdam ibnu Ma'di Kariba Al-Kindi r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda: Sesungguhnya bagi orang yang mati syahid ada enam perkara di sisi Allah, yaitu mendapat ampunan pada permulaan tetesan darahnya, dan dapat melihat kedudukannya di surga, dan dianugerahi keimanan yang menyelimuti dirinya, dan dikawinkan dengan bidadari yang bermata jeli, dan diselamatkan dari azab kubur, dan diselamatkan dari kegemparan hari kiamat, dan dikenakan pada kepalanya mahkota keagungan yang dihiasi dengan intan dan yaqut, sebutir permata yaqut yang ada di mahkotanya lebih baik daripada dunia dan seisinya, dan dikawinkan dengan dua orang wanita (penghuni bumi yang masuk surga) dan tujuh puluh bidadari yang bermata jeli, serta dapat memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan kerabatnya.
Imam Turmuzi telah meriwayatkan hadis ini, dan Ibnu Majah menilainya sahih.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan melalui sahabat Abdullah ibnu Amr, juga dari Abu Qatadah r.a., bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Diampuni bagi seorang yang mati syahid segala sesuatunya kecuali masalah utang.
Imam Muslim telah meriwayatkan pula melalui hadis sejumlah sahabat hal yang semisal. Abu Darda r.a. mengatakan bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda:
Orang yang mati syahid dapat memberi syafaat kepada tujuh puluh orang dari kalangan ahli baitnya (keluarganya).
Dan Imam Abu Daud telah meriwayatkan hal yang semisal. Hadis-hadis yang menerangkan tentang keutamaan orang yang mati syahid banyak sekali.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang maka pancunglah batang leher mereka) lafal Dharbur Riqaab adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi'ilnya, karena asalnya adalah, Fadhribuu Riqaabahum artinya, maka pancunglah batang leher mereka. Maksudnya, bunuhlah mereka. Di sini diungkapkan dengan kalimat Dharbur Riqaab yang artinya memancung leher, karena pukulan yang mematikan itu kebanyakan dilakukan dengan cara memukul atau memancung batang leher. (Sehingga apabila kalian telah mengalahkan mereka) artinya kalian telah banyak membunuh mereka (maka kencangkanlah) tangkaplah dan tawanlah mereka lalu ikatlah mereka (ikatan mereka) dengan tali pengikat tawanan perang (dan sesudah itu kalian boleh membebaskan mereka) lafal Mannan adalah bentuk Mashdar yang menggantikan kedudukan Fi'ilnya; maksudnya, kalian memberikan anugerah kepada mereka, yaitu dengan cara melepaskan mereka tanpa imbalan apa-apa (atau menerima tebusan) artinya, kalian meminta tebusan berupa harta atau tukaran dengan kaum muslimin yang ditawan oleh mereka (sampai perang meletakkan) maksudnya, orang-orang yang terlibat di dalam peperangan itu meletakkan (senjatanya) artinya, menghentikan adu senjata dan adu lain-lainnya, misalnya orang-orang kafir menyerah kalah atau mereka menandatangani perjanjian gencatan senjata; hal inilah akhir dari suatu peperangan dan saling tawan-menawan. (Demikianlah) menjadi Khabar dari Mubtada yang diperkirakan keberadaannya, yaitu perkara tentang menghadapi orang-orang kafir adalah sebagaimana yang telah disebutkan tadi (apabila Allah menghendaki niscaya Allah dapat menang atas mereka) tanpa melalui peperangan lagi (tetapi) Dia memerintahkan kalian supaya berperang (untuk menguji sebagian kalian dengan sebagian yang lain) di antara mereka dalam peperangan itu, sebagian orang yang gugur di antara kalian ada yang dimasukkan ke dalam surga, dan sebagian lagi dimasukkan ke dalam neraka. (Dan orang-orang yang gugur) menurut suatu qiraat dibaca Qaataluu dan seterusnya, ayat ini diturunkan pada waktu perang Uhud, karena banyak di antara pasukan kaum muslimin yang gugur dan mengalami luka-luka (di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan) maksudnya, tidak akan menghapuskan (amal mereka.)
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Apabila kalian bertemu dengan orang-orang kafir di medan perang, pancunglah batang leher mereka. Apabila kalian berhasil melemahkan dan mengalahkan mereka dengan banyak membunuh pasukan mereka, tawanlah mereka. Sesudah perang, kalian boleh membebaskan mereka tanpa tebusan apapun atau meminta harta atau tawanan kaum Muslimin sebagai tebusan. Hendaknya seperti itulah sikap kalian terhadap orang-orang kafir sampai perang berakhir. Begitulah ketentuan Allah yang berlaku untuk mereka. Seandainya Allah menghendaki, niscaya Dia akan memenangkan kaum Muslimin tanpa melalui perang. Tetapi, karena Allah ingin menguji orang-orang Mukmin melalui orang-orang kafir, Dia menetapkan jihad. Orang-orang yang terbunuh di jalan Allah, amal perbuatannya tidak akan disia-siakan oleh Allah. (1) Mereka akan diberi petunjuk, keadaan mereka akan diperbaiki, dan mereka akan dimasukkan ke dalam surga yang telah diperkenalkan kepada mereka. (1) Dalam ayat yang berbicara mengenai perintah membunuh ini digunakan kata riqâb yang berarti 'batang leher', karena cara membunuh yang paling cepat dan tidak menyakitkan adalah dengan memenggal leher. Secara ilmiah telah terbukti bahwa leher merupakan jaringan penghubung antara kepala dan seluruh organ tubuh. Maka, apabila jaringan urat saraf manusia terputus, semua fungsi utama organ tubuh akan melemah. Dan apabila jaringan urat nadi telah putus, maka darah akan berhenti dan tidak dapat memberi makan ke otak. Begitu pula, apabila saluran pernapasan telah putus, maka manusia tidak lagi dapat bernapas. Dalam kondisi seperti ini manusia akan cepat mati.