Allah Swt. melarang memperkenankan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya melakukan tasarruf (penggunaan) harta benda yang dijadikan oleh Allah untuk dikuasakan kepada para wali mereka.
Yakni para wali merekalah yang menjamin kehidupan mereka dari hasil pengelolaan hartanya, baik melalui dagang ataupun cara lainnya.
Berangkat dari pengertian ini disimpulkan bahwa orang-orang yang kurang sempurna akalnya dikenakan hijir (tidak boleh men-tasarruf-kan hartanya). Mereka yang di-hijir ini ada beberapa macam: adakalanya karena usia orang yang bersangkutan masih sangat muda, sebab perkataan seorang anak kecil tidak dianggap (dalam mu'amalah).
Adakalanya hijir disebabkan karena penyakit gila. Adakalanya karena buruk da!am ber-tasarruf mengingat akalnya kurang sempurna atau agamama kurang. Adakalanya karena pailit, yang dimaksud dengan pailit ialah bila utang seorang lelaki menenggelamkan dirinya, dan semua hartanya tidak dapat untuk menutup utangnya itu. Untuk itu apabila para pemilik piutang menuntut kepada pihak hakim agar meng-hijir-nya, maka ia terkena hijir (tidak boleh men-tasarruf-kan hartanya dan hartanya dibeslah).
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan kalian.
Menurut Ibnu Abbas, mereka adalah anak-anakmu dan wanita-wanita(mu).
Hal yang sama dikatakan pula oleh Ibnu Mas'ud, Al-Hakam ibnu Uyaynah, Al-Hasan, dan Ad-Dahhak, bahwa mereka adalah wanita-wanita dan anak-anak kecil.
Menurut Sa'id ibnu Jubair, mereka adalah anak-anak yatim.
Mujahid dan Ikrimah serta Qatadah mengatakan bahwa mereka adalah wanita.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Hisyam ibnu Ammar, telah menceritakan kepada kami Sadaqah ibnu Khalid, telah menceritakan kepada kami Usman ibnu Abul Atikah, dari Ali ibnu Yazid. dari Al-Qasim, dari Abu Umamah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya wanita itu kurang sempurna akalnya kecuali wanita yang taat kepada qayyim (wali)nya.
Hadis ini diriwayatkan oleh Ibnu Murdawaih secara panjang lebar.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, disebutkan dari Muslim ibnu Ibrahim bahwa telah menceritakan kepada kami Harb ibnu Syuraih, dari Mu'awiyah ibnu Qurrah, dari Abu Hurairah sehubungan dengan firman-Nya:
Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian.
Bahwa mereka adalah para pelayan, dan mereka adalah setan-setan manusia.
Firman Allah Swt.:
Berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas yang mengatakan, "Janganlah kamu berniat terhadap hartamu dan apa yang diberikan oleh Allah kepadamu sebagai penghidupanmu, lalu kamu berikan hal itu kepada istrimu atau anak perempuanmu, lalu kamu hanya menunggu dari pemberian apa yang ada di tangan mereka. Tetapi peganglah hartamu dan berbuat kemaslahatanlah dengannya (yakni kembangkanlah). Jadilah dirimu sebagai orang yang memberi mereka nafkah, yaitu sandang pangan dan biaya mereka."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Ibnul Musanna, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Firas, dari Asy-Sya'bi, dari Abu Burdah. dari Abu Musa yang mengatakan, "Ada tiga macam orang yang berdoa kepada Allah, tetapi Allah tidak memperkenankan bagi mereka. yaitu: Seorang lelaki yang mempunyai istri yang berakhlak buruk. lalu ia tidak menceraikannya, seorang lelaki yang memberikan harta (orang yang ada dalam kekuasaan)nya kepada orang yang kurang sempurna akalnya (yang ada dalam pemeliharaannya), sedangkan Allah Swt. telah berfirman:
Dan janganlah kalian serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam kekuasaan) kalian
Dan seorang lelaki yang mempunyai utang kepada lelaki lain sedangkan si pemiutang tidak mempunyai saksi terhadapnya
Mujahid mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
...dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.
Yakni dalam rangka berbuat bajik dan bersilaturahmi.
Ayat yang mulia ini mengandung makna berbuat baik kepada istri (keluarga) dan orang-orang yang berada dalam pemeliharaannya, yaitu berbuat baik secara nyata dengan memberi nafkah berupa sandang pangan disertai dengan kata-kata yang baik dan akhlak yang mulia.