اَلَمْ تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ يُزَكُّوْنَ اَنْفُسَهُمْ ۗ بَلِ اللّٰهُ يُزَكِّيْ مَنْ يَّشَاۤءُ وَلَا يُظْلَمُوْنَ فَتِيْلًا ( النساء: ٤٩ )
'Alam Tara 'Ilaá Al-Ladhīna Yuzakkūna 'Anfusahum Bal Allāhu Yuzakkī Man Yashā'u Wa Lā Yužlamūna Fatīlāan. (an-Nisāʾ 4:49)
Artinya:
Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci (orang Yahudi dan Nasrani)? Sebenarnya Allah menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka tidak dizhalimi sedikit pun. (QS. [4] An-Nisa' : 49)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Perilaku kaum Yahudi sungguh aneh, mereka mengaku mendapat petunjuk dan merasa sebagai umat pilihan Allah, tetapi mereka justru durhaka. Tidakkah engkau memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya suci, yakni orang Yahudi? Sebenarnya Allah Yang Maha Mengetahui dan Mahabijaksana yang berhak menyucikan siapa yang Dia kehendaki dan mereka yang disucikan itu tidak dizalimi sedikit pun.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Diriwayatkan oleh Ibnu Jarir dari Hasan, bahwa ayat ini diturunkan mengenai orang-orang Yahudi dan Nasrani yang memuji-muji diri mereka dengan mengatakan bahwa mereka anak Allah dan kesayangan-Nya, tidak akan masuk surga selain orang Yahudi atau Nasrani dan mereka tidak akan masuk neraka kecuali beberapa hari saja.
Allah memperingatkan Nabi Muhammad saw agar berhati-hati terhadap tindakan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang menganggap dan mengakui diri mereka sebagai orang suci. Pengakuan itu seperti tertera pada sebab turunnya ayat di atas bahwa ucapan mereka itu tidak benar karena mereka masih tetap dalam kekafiran dan tetap melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Sebenarnya mereka tidak berhak membersihkan diri hanya dengan kata-kata dan pengakuan yang tidak beralasan. Membersihkan diri haruslah dengan amal perbuatan yang dapat menjadikan seseorang bersih dan bebas dari perbuatan syirik dan maksiat. Tidak ada gunanya seseorang mengemukakan kebersihan dirinya karena kebersihan diri seseorang berada di tangan Allah Yang Mahakuasa, dan Allah sekali-kali tidak akan menganiaya hamba-Nya.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan bahwa firman-Nya berikut ini: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An Nisaa:49) diturunkan berkenaan dengan orang-orang Yahudi dan orang-orang Nasrani ketika mereka mengatakan, "Kami adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya." Juga sehubungan dengan ucapan mereka yang disebutkan oleh firman-Nya: Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani. (Al Baqarah:111)
Mujahid mengatakan bahwa dahulu mereka menempatkan anak-anak di hadapan mereka dalam berdoa dan sembahyang sebagai imam mereka, mereka menduga bahwa anak-anak itu tidak mempunyai dosa. Hal yang sama dikatakan oleh Ikrimah dan Abu Malik. Ibnu Jarir m-riwayatkan hal tersebut.
Al-Aufi mengatakan dari Ibnu Abbas yang mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An Nisaa:49) Bahwa demikian itu karena orang-orang Yahudi mengatakan, "Sesungguhnya anak-anak kita telah meninggal dunia dan mereka mempunyai hubungan kerabat dengan kita. Mereka pasti memberi syafaat kepada kita dan membersihkan kita (dari dosa-dosa)." Maka Allah Swt. menurunkan ayat ini kepada Nabi Muhammad Saw. yaitu firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An Nisaa:49), hingga akhir ayat.
Demikianlah menurut riwayat yang diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah menceritakan kepada kami ayahku, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Musaffa, telah menceritakan kepada kami Ibnu Himyar, dari Ibnu Luhai'ah, dari Bisyr ibnu Abu Amrah, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa dahulu orang-orang Yahudi menempatkan anak-anak mereka sebagai imam dalam sembahyangnya, juga menyerahkan korban mereka kepada anak-anak tersebut. Mereka berbuat demikian dengan alasan bahwa anak-anak mereka masih belum berdosa dan tidak mempunyai kesalahan. Mereka berdusta, dan Allah menjawab mereka, "Sesungguhnya Aku tidak akan membersihkan orang yang berdosa karena orang lain yang tidak berdosa." Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An Nisaa:49)
Ibnu Abu Hatim mengatakan pula, telah diriwayatkan hal yang semisal dari Mujahid, Abu Malik, As-Saddi, Ikrimah, dan Ad-Dahhak. Ad-Dahhak mengatakan bahwa orang-orang Yahudi selalu mengatakan, "Kami tidak mempunyai dosa sebagaimana anak-anak kami tidak mempunyai dosa." Lalu Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An Nisaa:49) ayat ini diturunkan berkenaan dengan mereka itu.
Menurut pendapat yang lain, ayat ini diturunkan berkenaan dengan celaan terhadap perbuatan memuji dan menyanjung.
Di dalam kitab Sahih Muslim disebutkan dari Al-Miqdad ibnul Aswad yang menceritakan hadis berikut:
Rasulullah Saw. telah memerintahkan kepada kita agar menaburkan pasir ke wajah orang-orang yang tukang memuji.
Di dalam kitab Sahihain disebutkan melalui jalur Khalid Al-Hazza, dari Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya:
bahwa Rasulullah Saw. mendengar seorang lelaki memuji lelaki lainnya. Maka beliau Saw. bersabda: Celakalah kamu, kamu telah memotong leher temanmu. Kemudian Nabi Saw. bersabda: Jika seseorang dari kalian diharuskan memuji temannya, hendaklah ia mengatakan, "Aku menduganya demikian," karena ia tidak dapat membersihkan seseorang terhadap Allah.
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Mu'tamir, dari ayahnya, dari Na'im ibnu Abu Hindun yang mengatakan bahwa Umar ibnul Khattab pernah berkata, "Barang siapa yang mengatakan, 'Aku orang mukmin," maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang jahil (bodoh). Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya melalui jalur Musa ibnu Ubaidah, dari Talhah ibnu Ubaidillah ibnu Kuraiz, dari Umar, bahwa Umar pernah mengatakan, "Sesungguhnya hal yang paling aku khawatirkan akan menimpa kalian ialah rasa ujub (besar diri) seseorang terhadap pendapatnya sendiri. Maka barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya orang mukmin, maka dia adalah orang kafir. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya adalah orang alim, maka dia adalah orang yang bodoh. Barang siapa yang mengatakan bahwa dirinya masuk surga, maka dia masuk neraka."
Imam Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, telah menceritakan kepada kami Hajaj, telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Sa'd ibnu Ibrahim, dari Ma'bad Al-Juhani yang menceritakan bahwa Mu'awiyah jarang menceritakan hadis dari Nabi Saw. Ma'bad Al-Juhani mengatakan bahwa Mu'awiyah hampir jarang tidak mengucapkan kalimat-kalimat berikut pada hari Jumat, yaitu sebuah hadis dari Nabi Saw. Ia mengatakan bahwa Nabi Saw. telah bersabda: Barang siapa yang dikehendaki baik oleh Allah, niscaya dia memberinya pengertian dalam masalah agama. Dan sesungguhnya harta ini manis lagi hijau, maka barang siapa yang mengambilnya dengan cara yang hak, niscaya diberkati padanya, dan waspadalah kalian terhadap puji memuji, karena sesungguhnya pujian itu adalah penyembelihan.
Ibnu Majah meriwayatkan sebagian darinya dari Abu Bakar ibnu Abu Syaibah, dari Gundar, dari Syu'bah dengan lafaz yang sama yang bunyinya seperti berikut:
Hati-hatilah kalian terhadap puji-memuji, karena sesungguhnya pujian itu adalah penyembelihan.
Ma'bad adalah Ibnu Abdullah ibnu Uwaim Al-Basri Al-Qadri.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ibrahim Al-Mas'udi, telah menceritakan kepadaku ayahku, dari ayahnya, dari kakeknya, dari Al-A'masy, dari Qais ibnu Muslim, dari Tariq ibnu Syihab yang menceritakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud pernah mengatakan, "Sesungguhnya seorang lelaki berangkat dengan agamanya, kemudian ia kembali, sedangkan padanya tidak ada sesuatu pun dari agamanya itu. Dia menjumpai seseorang yang tidak mempunyai kekuasaan untuk menimpakan mudarat terhadap dirinya, tidak pula memberikan manfaat kepadanya, lalu ia berkata kepadanya, 'Sesungguhnya kamu, demi Allah, demikian dan demikian (yakni memujinya).' Dia berbuat demikian dengan harapan kembali memperoleh imbalan. Tetapi ternyata dia tidak memperoleh suatu keperluan pun darinya, bahkan ia kembali dalam keadaan Allah murka terhadap dirinya."
Kemudian sahabat Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang yang menganggap dirinya bersih. (An Nisaa:49), hingga akhir ayat.
Pembahasan ini akan diterangkan secara rinci dalam tafsir firman-Nya:
Maka janganlah kalian mengatakan diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui tentang orang yang bertakwa. (An Najm:32)
Karena itulah dalam surat ini Allah Swt. berfirman:
Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.
Yakni segala sesuatu mengenai hal ini dikembalikan kepada Allah Swt. Dialah yang lebih mengetahui hakikat semua perkara dan rahasia-rahasianya.
Kemudian Allah Swt. berfirman:
dan mereka tidak dianiaya sedikit pun.
Dia tidak akan membiarkan bagi seseorang sesuatu pahala pun. Betapapun kecilnya pahala itu, Dia pasti menunaikan pahala itu kepadanya.
Menurut Ibnu Abbas, Mujahid, Ikrimah, Ata, Al-Hasan, dan Qatadah serta lain-lainnya yang bukan hanya seorang dari kalangan ulama Salaf, yang dimaksud dengan fatil ialah sesuatu yang sebesar biji sawi.
Menurut suatu riwayat yang juga dari Ibnu Abbas, makna yang dimaksud ialah sebesar sesuatu yang kamu pintal dengan jari jemarimu. Kedua pendapat ini saling berdekatan pengertiannya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang membersih-bersihkan diri mereka itu) yakni orang-orang Yahudi yang mengatakan bahwa mereka itu anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya. Jadi persoalannya kebaikan itu bukanlah dengan membersih-bersihkan diri (tetapi Allah membersihkan) artinya menyucikan (siapa yang dikehendaki-Nya) dengan keimanan (sedangkan mereka tidak dianiaya) atau dikurangi amalan mereka (sedikit pun) walau sebesar kulit buah kurma sekalipun.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Janganlah kalian merasa heran melihat orang-orang kafir yang selalu mengada-ada dalam perbuatan mereka. Kami jelaskan buruknya perbuatan mereka, tetapi mereka malah menganggapnya baik. Mereka memuji diri sendiri dengan mengaku sebagai orang-orang suci. Hanya Allahlah yang mengetahui yang keji dan yang suci. Dia membersihkan jiwa siapa saja yang dikehendaki-Nya serta tidak menzalimi hak siapa pun, yang sangat sedikit sekalipun.