وَحِيْلَ بَيْنَهُمْ وَبَيْنَ مَا يَشْتَهُوْنَۙ كَمَا فُعِلَ بِاَشْيَاعِهِمْ مِّنْ قَبْلُۗ اِنَّهُمْ كَانُوْا فِيْ شَكٍّ مُّرِيْبٍ ࣖ ( سبإ: ٥٤ )
Wa Ĥīla Baynahum Wa Bayna Mā Yashtahūna Kamā Fu`ila Bi'ashyā`ihim Min Qablu 'Innahum Kānū Fī Shakkin Murībin (Sabaʾ 34:54)
Artinya:
Dan diberi penghalang antara mereka dengan apa yang mereka inginkan sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang sepaham dengan mereka yang terdahulu. Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam. (QS. [34] Saba' : 54)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan diberi penghalang antara mereka dengan apa yang mereka inginkan, yaitu beriman kepada Allah atau kembali ke dunia untuk bertobat, sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang sepaham dengan mereka yang terdahulu dalam kekufuran. Sesungguhnya mereka dahulu di dunia dalam keraguan yang mendalam akan kepastian datangnya hari Kebangkitan dan azab bagi orang-orang yang durhaka.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini dijelaskan bahwa antara orang itu dengan harapannya untuk bertobat dan terlepas dari siksa terganjal total, tidak mungkin terjadi sama sekali, seakan-akan di antara keduanya telah terbangun tembok tebal yang besar. Dambaan itu sama halnya dengan apa yang diharapkan umat-umat sebelum mereka. Umat-umat itu semenjak awal selalu membangkang dan baru beriman ketika bencana sebagai hukuman sudah di depan mata. Tentu saja tobat dan iman pada waktu sudah terpaksa seperti itu tidak diterima, sebagaimana dinyatakan dalam ayat lain:
Maka ketika mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami hanya beriman kepada Allah saja dan kami ingkar kepada sembahan-sembahan yang telah kami persekutukan dengan Allah." Maka iman mereka ketika mereka telah melihat azab Kami tidak berguna lagi bagi mereka. Itulah ketentuan Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan ketika itu rugilah orang-orang kafir. (al-Mu'min/40: 84-85)
Mereka tidak beriman di dunia karena selalu sangsi mengenai kebenaran Al-Qur'an dan ragu untuk menerima kebenarannya. Padahal, Al-Qur'an tidak perlu diragukan lagi oleh manusia, karena merupakan wahyu Allah, disampaikan oleh Jibril, diterima Nabi Muhammad, dan isinya benar. Keraguan hanya akan menghasilkan kekafiran, dan kekafiran hanya akan membuahkan kesengsaraan di akhirat.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini. (Saba':54)
Al-Hasan Al-Basri Ad-Dahhak, dan lain-lainnya mengatakan bahwa yang dimaksud ialah iman.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini. (Saba':54) Yakni tobat.
Pendapat inilah yang dipilih oleh Ibnu Jarir rahimahullah.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini. (Saba':54) Yakni dari dunia ini berupa harta benda, perhiasan duniawi, dan keluarga (anak-anak).
Hal yang sama telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ibnu Abbas, Ar-Rabi, ibnu Anas r.a. Pendapat inilah yang dipegang oleh Imam Bukhari dan Jamaah.
Sebenarnya tidak ada pertentangan di antara kedua pendapat tersebut, karena sesungguhnya adakalanya dihalangi antara mereka dengan apa yang diingini oleh mereka di dunia ini, juga antara mereka dengan apa yang dicari mereka di akhirat, mereka tidak mendapatkannya.
Ibnu Abu Hatim sehubungan dengan hal ini telah meriwayatkan sebuah asar yang garib lagi aneh sekali, ia mengetengahkannya secara panjang lebar seperti berikut:
Telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Yahya, telah menceritakan kepada kami Bisyr ibnu Hajar Asy-Syami, telah menceritakan kepada kami Ali ibnu Mansur Al-Anbari, dari Ar-Ruqqi Ibnu Qattami, dari Sa'id ibnu Tarif, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas r.a. sehubungan dengan makna firman Allah Swt.: Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini. (Saba':54), hingga akhir ayat.
Ibnu Abbas bercerita bahwa dahulu ada seorang lelaki dari kaum Bani Israil yang banyak mempunyai harta berupa tanah yang dikaruniakan oleh Allah kepadanya dari hasil perjuangannya di jalan Allah. Lalu ia meninggal dunia, dan hartanya diwarisi oleh anak lelaki tunggalnya yang pendurhaka. Dia menggunakan harta Allah untuk perbuatan-perbuatan yang durhaka.
Ketika saudara-saudara ayahnya menyaksikan dia berbuat demikian, maka mereka mendatanginya, lalu mencela apa yang dilakukannya. Si anak merasa terganggu, lalu diam-diam ia menjual semua tanah hasil warisannya.
Kemudian pemuda itu (si anak tersebut) pergi dan datang ke sebuah mata air yang berlimpah airnya, maka ia melepaskan hewan ternaknya di tempat itu dan membangun sebuah gedung. Di suatu hari ketika ia sedang duduk, tiba-tiba angin bertiup mengenduskan kepadanya bau seorang wanita yang sangat cantik lagi sangat harum baunya.
Wanita itu menemuinya dan bertanya kepadanya, "Wahai hamba Allah, siapakah Anda?" Pemuda itu menjawab, "Saya adalah seorang Bani Israil." Wanita itu bertanya, "Apakah gedung dan harta ini kepunyaanmu?" Pemuda menjawab, "Ya." Wanita bertanya, "Apakah engkau mempunyai istri?" Pemuda menjawab, "Tidak." Wanita bertanya, "Bagaimana kamu hidup senang tanpa istri?" Pemuda menjawab, "Memang itulah apa adanya tentang diriku."
Pemuda itu balik bertanya, "Apakah engkau mempunyai suami?" Wanita itu menjawab, "Tidak." Pemuda itu bertanya, "Bolehkah jika aku mengambilmu sebagai istriku?" Wanita menjawab, "Sesungguhnya aku adalah seorang wanita yang tinggal sejauh perjalanan sehari dari tempatmu ini. Untuk itu apabila esok tiba, ambillah bekal yang cukup untuk sehari, lalu datanglah kepadaku. Dan jika engkau melihat hal-hal yang menakutkan dalam perjalananmu, janganlah sekali-kali kamu merasa takut."
Pada keesokan harinya pemuda itu membawa bekal sehari, lalu berangkat, hingga sampailah di sebuah gedung. Ia mengetuk pintunya, lalu keluarlah seorang pemuda yang sangat tampan lagi sangat harum baunya menyambutnya seraya bertanya, "Siapakah Anda, hai hamba Allah?" Pemuda itu menjawab, "Saya adalah seorang Israil." Penjaga pintu bertanya, "Apakah keperluanmu datang ke sini?" Pemuda itu menjawab, "Pemilik gedung ini telah mengundangku untuk menemuinya." Penjaga pintu berkata, "Kamu benar."
Penjaga pintu bertanya, "Apakah di perjalanan kamu melihat hal-hal yang menakutkan?" Pemuda ini menjawab, "Benar, seandainya tidak ada nasihat dari dia yang mengatakan agar aku jangan takut, tentulah aku akan ketakutan melihatnya." Penjaga pintu bertanya, "Apa sajakah yang kamu lihat?"
Si pemuda menjawab, "Saya berangkat. Dan ketika sampai di jalan yang terbuka, tiba-tiba saya bersua dengan seekor anjing betina yang mengangakan mulutnya. Maka saya terkejut, lalu melarikan diri. Tetapi tiba-tiba anjing betina itu telah berada di hadapanku dan aku berada di belakangnya. Dan tiba-tiba anak-anaknya yang masih ada di dalam perutnya menggonggong." Penjaga pintu itu berkata kepadanya menjelaskan, "Sebenarnya tidak seperti yang kamu lihat, itu adalah gambaran tentang apa yang akan terjadi di akhir zaman. Seorang pemuda duduk di tempat duduk seorang syekh dalam suatu majelis, dan ia dengan bicaranya membuat mereka senang."
Si pemuda melanjutkan ceritanya, bahwa ia melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai di jalan yang lebar, tiba-tiba ia bersua dengan seratus ekor kambing yang besar-besar teteknya, dan tiba-tiba terdapat anak kambing yang sedang menyusu. Apabila anak kambing itu telah menyusu kepada semua kambing betina tersebut hingga tiada air susu lagi yang tersisa, maka ia membukakan mulutnya mencari tambahan menyusu. Penjaga pintu itu berkata, "Pada hakikatnya tidaklah seperti yang kamu lihat. Itu adalah tamsil yang menggambarkan keadaan nanti di akhir zaman, akan ada raja yang menghimpun semua orang yang pendiam. Setelah ia menduga bahwa tiada sesuatu pun yang tersisa, maka ia membukakan mulutnya mencari tambahan lagi."
Pemuda itu melanjutkan kisahnya, bahwa ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di suatu jalan yang lebar. Tiba-tiba ia menjumpai pohon-pohon yang salah satunya membuat ia tertarik karena warnanya yang hijau segar, lalu ia hendak memetiknya, Tiba-tiba ada pohon lain yang berseru kepadanya, "Hai hamba Allah, ambillah dariku," sehingga semua pohon menyeru demikian kepadanya untuk mengambil darinya. Penjaga pintu itu menjawab, "Pada hakikatnya tidaklah seperti yang kamu saksikan. Itu merupakan gambaran di akhir zaman, yaitu kaum lelaki berkurang, sedangkan kaum wanita banyak, sehingga seorang lelaki melamar seorang wanita, tetapi ada sepuluh orang atau dua puluh orang wanita yang menyerunya untuk kawin dengan mereka."
Pemuda itu melanjutkan kisahnya, bahwa ia melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai di jalan yang lebar, tiba-tiba bersua dengan seorang lelaki yang berdiri di pinggir sebuah sumur menimbakan air buat orang-orang. Dan apabila orang-orang telah bubar darinya, maka ia menuangkan air yang ada dalam gentongnya sehingga tiada setetes air pun yang tersisa pada gentongnya. Penjaga pintu itu berkata, "Pada hakikatnya tidaklah seperti yang kamu lihat. Itu merupakan gambaran yang akan terjadi di akhir zaman. Seorang pendongeng memberikan pelajaran ilmu kepada orang-orang lain, kemudian ia sendiri bersikap berbeda dengan mereka dengan mengerjakan perbuatan-perbuatan maksiat."
Pemuda itu melanjutkan kisahnya, bahwa ia melanjutkan perjalanannya. Ketika sampai di jalan yang lebar, tiba-tiba ia menjumpai sekumpulan kambing betina, dan tiba-tiba ada suatu kaum yang mengambil kakinya, ada seorang lelaki yang mengambil tanduknya, ada seorang lelaki yang mengambil ekornya, ada pula yang menungganginya. Dan tiba-tiba ada seorang lelaki yang memerah air susunya. Penjaga pintu itu berkata, "Adapun kambing betina itu merupakan tamsil dari dunia, orang-orang yang mengambil kakinya adalah mereka yang taraf hidupnya rendah, dan mereka yang memegang kedua tanduknya adalah orang yang dalam kehidupannya mengalami kesempitan. Adapun orang yang memegang ekornya menggambarkan bahwa dunia berpaling darinya. Dan orang yang menungganginya adalah orang yang meninggalkan duniawi, sedangkan orang yang memerahnya adalah orang yang mengambil dunia itu."
Pemuda itu melanjutkan, bahwa ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di jalan yang lebar. Tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang menimba air di suatu sumur, setiap kali dia mengeluarkan timbanya dari dalam sumur, maka ia tumpahkan lagi airnya ke dalam sumur itu. Penjaga pintu itu berkata, bahwa itu merupakan gambaran seseorang yang Allah menolak amal salehnya dan tidak menerimanya.
Pemuda itu melanjutkan kisahnya, bahwa ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di jalan yang lebar. Tiba-tiba ia menjumpai seorang laki-laki yang sedang menyemaikan benihnya, lalu ia langsung menuai hasilnya yang berupa gandum yang bermutu tinggi lagi baik, Penjaga pintu itu berkata, "Itu merupakan gambaran tentang seorang laki-laki yang amal salehnya diterima dan dikembangkan pahalanya baginya."
Pemuda itu melanjutkan kisahnya, bahwa ia melanjutkan perjalanannya hingga sampai di jalan yang lebar. Tiba-tiba ia bersua dengan seorang lelaki yang sedang terlentang, lalu lelaki itu berkata, "Hai hamba Allah, mendekatlah kepadaku, peganglah tanganku, dan dudukkanlah aku. Demi Allah, aku belum pernah duduk sejak diciptakan oleh Allah." Maka aku (pemuda itu) memegang tangannya dan ia pun berdiri, lalu lari hingga hilang dari pandangan mataku.
Penjaga pintu itu berkata kepadanya, "Ini adalah usia orang yang dijauhkan yang telah habis. Aku adalah malaikat maut, dan aku jualah wanita yang datang kepadamu itu. Allah telah memerintahkan kepadaku agar mencabut nyawa orang yang dijauhkan di tempat ini, kemudian aku masukkan dia ke dalam neraka Jahannam."
Ibnu Abbas melanjutkan kisahnya, bahwa berkenaan dengan kisah yang semisal ayat berikut diturunkan, yaitu firman-Nya: Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini. (Saba':54)
Asar ini garib, dan mengenai kesahihannya masih sangat diragukan.
Barangkali yang dimaksud oleh Ibnu Abbas sehubungan dengan kisah ini ialah bahwa orang-orang kafir itu semuanya bila dimatikan, arwah mereka dalam keadaan bergantung kepada kehidupan dunia (yaitu mencintainya). Sebagaimana yang terjadi dengan pemuda yang teperdaya ini lagi terfitnah dengan kekayaannya. Dia pergi untuk mencari apa yang didambakannya, tetapi tiba-tiba malaikat maut datang untuk mencabut nyawanya sekonyong-konyong, sehingga terhalanglah dia dari apa yang diingininya.
Firman Allah Swt.:
sebagaimana yang dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka pada masa dahulu. (Saba':54)
Yakni sebagaimana yang telah dilakukan terhadap umat-umat terdahulu yang mendustakan para rasul, ketika azab Allah datang menimpa mereka, maka mereka berangan-angan seandainya saja mereka dahulu beriman. Tetapi nasi telah menjadi bubur, iman mereka saat itu tidak dapat diterima. Perihalnya sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Maka tatkala mereka melihat azab Kami, mereka berkata, "Kami beriman hanya kepada Allah saja, dan kami kafir kepada sembahan-sembahan yang telah kami mempersekutukan(nya) dengan Allah.” Maka iman mereka tiada berguna bagi mereka tatkala mereka telah melihat siksaan Kami. Itulah sunnah Allah yang telah berlaku terhadap hamba-hamba-Nya. Dan di waktu itu binasalah orang-orang kafir. (Al-Mu-min: 84-85)
Adapun firman Allah Swt.:
Sesungguhnya mereka dahulu (di dunia) dalam keraguan yang mendalam. (Saba':54)
Yakni mereka dahulu sewaktu di dunia selalu berada dalam keraguan dan kebimbangan, karena itulah iman mereka tidak diterima saat mereka menyaksikan azab Allah.
Qatadah pernah mengatakan, "Janganlah kamu ragu dan bimbang. Karena sesungguhnya orang yang mati dalam keadaan bimbang dan ragu, maka ia dibangkitkan dalam keadaan seperti waktu ia mati. Dan barang siapa yang mati dalam keadaan yakin, maka ia akan dibangkitkan dalam keadaan yakni pula.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan dihalangi antara mereka dengan apa yang mereka ingini) yakni ingin beriman, maksudnya iman mereka tidak diterima lagi, karena waktunya sudah habis (sebagaimana dilakukan terhadap orang-orang yang serupa dengan mereka) yakni golongan-golongan mereka dalam hal kekafiran (pada masa dahulu) sebelum mereka. (Sesungguhnya mereka dahulu di dunia dalam keraguan yang mendalam) tentang hal-hal yang sekarang mereka imani; disebabkan sewaktu di dunia mereka tidak mau menganggap dalil-dalil yang menunjuk ke arahnya.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Sebagaimana nasib orang-orang sebelum mereka yang menyatakan keimanan setelah lewat masanya, keinginan mereka untuk memanfaatkan keimanan itu pun kini terhalang sudah. Mereka semua adalah orang-orang yang meragukan kebenaran dan kini duduk sebagai pesakitan (terdakwa).