وَاَنَّهُمْ يَقُوْلُوْنَ مَا لَا يَفْعَلُوْنَ ۙ ( الشعراء: ٢٢٦ )
Wa 'Annahum Yaqūlūna Mā Lā Yaf`alūna. (aš-Šuʿarāʾ 26:226)
Artinya:
dan bahwa mereka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakan(nya)? (QS. [26] Asy-Syu'ara' : 226)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Dan bahwa mereka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak menger-jakan-nya? Inilah bentuk kebohongan mereka. Bandingkan hal ini dengan Nabi Muhammad yang selalu bersikap jujur dalam segala hal.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Ayat ini menerangkan jalan-jalan sesat yang telah ditempuh oleh para penyair dalam menyusun syairnya, yaitu:
1. Para penyair itu membuat syair tanpa tujuan yang jelas. Kadang-kadang mereka memuji sesuatu yang pernah mereka cela, mengagungkan sesuatu yang pernah mereka hina, dan mengakui sesuatu yang pernah mereka ingkari kebenarannya. Hal ini membuktikan bahwa tujuan mereka membuat syair bukan untuk mencari kebenaran atau menyatakan sesuatu yang benar. Dalam menyusun syair-syair itu, mereka hanya berpegang pada khayalan. Semakin banyak khayalan dan angan-angan mereka, semakin baik pula syair yang mereka buat. Kesesatan ahli syair itu hanya diikuti oleh orang-orang yang sesat pula, tidak akan diikuti oleh orang-orang yang suka mencari kebenaran.
2. Para ahli syair itu sering mengatakan apa yang tidak mereka lakukan. Mereka menganjurkan agar manusia pemurah dan suka memberi, tetapi mereka sendiri bakhil dan kikir. Mereka sering mengarang syair untuk menyinggung kehormatan orang lain, seperti mencela, mencaci-maki, dan sebagainya, karena sesuatu sebab yang kecil saja. Sebaliknya, mereka sering pula mengagungkan dan memuji-muji seseorang karena sebab yang kecil pula.
Demikianlah ciri-ciri penyair yang dicela oleh Allah. Akan tetapi, ada pula penyair yang baik budi pekertinya, dan cukup luas ilmu pengetahuannya. Syairnya mendorong semangat orang lain untuk berbuat baik, dan mengandung butir-butir hikmah, nasihat, dan pelajaran. Di antaranya adalah syair Umayyah bin Abi as-salt, sebagaimana sebagai berikut ini:
Dari 'Amr bin asy-Syirid, dari bapaknya, bahwa ia berkata, "Pada suatu hari aku memboncengkan Rasulullah, maka beliau menanyakan kepadaku, 'Apakah engkau menghafal beberapa bait syair Umayyah bin Abi as-salt? Aku menjawab, 'Ada. Rasulullah berkata, 'Bacalah segera. Maka aku membacakan satu bait. Rasulullah berkata, 'Bacalah segera. Maka aku membacakannya satu bait lagi. Rasulullah berkata, 'Lanjutkanlah. Aku melanjutkannya hingga seratus bait." (Riwayat Muslim)
Sikap Rasulullah terhadap syair Umayyah bin Abi as-salt ini menunjukkan bahwa beliau menyukai syair dan para penyair, asalkan penyair itu orang yang berakhlak, bercita-cita luhur, dan syair-syairnya banyak mengandung butir-butir hikmah. Tidak seperti para penyair dan syair-syair yang sifat-sifatnya disebutkan pada ayat-ayat yang lalu (ayat 221-226). Para penyair dan syair-syair seperti itulah yang dicela dan dilarang oleh Rasulullah.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Firman Allah Swt.:
dan bahwa mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya? (Asy-Syu'ara': 226)
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa ada dua orang di masa Rasulullah Saw. yang salah seorangnya dari kalangan Ansar, sedangkan yang lain dari kaum lainnya. Keduanya terlibat dalam adu syair saling menghina, dan masing-masing pihak mempunyai pendukungnya sendiri dari kalangan kaumnya, yaitu terdiri dari orang-orang yang lemah akalnya. Maka Allah Swt. menurunkan firman-Nya: Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwa mereka mengembara di tiap-tiap lembah, dan bahwa mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya? (Asy-Syu'ara': 224-226)
Ali ibnu AbuTalhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa kebanyakan ucapan mereka adalah dusta.
Apa yang dikatakan oleh Ibnu Abbas ini memang suatu kenyataan, karena para penyair biasa membangga-banggakan ucapan dan perbuatan yang sama sekali tidak dilakukan oleh seorang pun dari mereka dan tidak pula diriwayatkan dari mereka, hal ini membuat mereka pandai membual. Untuk itulah para ulama berselisih pendapat sehubungan dengan masalah seorang penyair yang dalam bait-bait syairnya mengakui melakukan sesuatu perbuatan yang mengharuskan hukuman had atas dirinya, apakah si penyair yang bersangkutan dikenai hukuman had atas pengakuannya itu ataukah tidak? Tetapi perlu diingat bahwa mereka selalu mengatakan hal-hal yang tidak pernah mereka lakukan.
Ada dua pendapat di kalangan para ulama sehubungan dengan masalah ini. Muhammad ibnu Ishaq dan Muhammad ibnu Sa'd di dalam kitab Tabaqat-nya dan Az-Zubair ibnu Bakkar di dalam kitab Al-Fakahah menyebutkan bahwa Amirul Mu-minin Umar ibnul Khattab r.a. pernah mengangkat An-Nu'man ibnu Adi ibnu Nadlah untuk menjadi gubernur di Misan, suatu kota yang terletak di Basrah. Dia adalah seorang penyair yang gemar menggubah bait-bait syair. Antara lain ia mengatakan dalam syairnya.
"Mengapa tidak datang berita kepada wanita yang cantik itu, bahwa kekasihnya diberi minum khamar dalam gelas dan kendi di Misan. Jika aku suka, tentu dia mau. menyanyi dan menari sambil minum-minum, dengan lenggang-lenggok yang menyambut semua senyuman yang ditujukan kepadanya. Jika engkau menemaniku minum, maka berilah aku minuman dari wadah yang besar, dan janganlah engkau beri aku minuman dari wadah yang kecil. Barangkali Amirul Mu-minin akan marah karena si wanita cantik itu menemaniku minum di Al-Jausaq yang telah runtuh."
Ketika berita tersebut sampai kepada Amirul Mu-minin Umar ibnul Khattab r.a., ia berkata, "Demi Allah, sesungguhnya hal itu benar-benar membuatku marah. Barang siapa yang bersua dengannya beritahukanlah kepadanya bahwa aku memecatnya dari jabatan gubernur." Dan Umar berkirim surat kepadanya yang dimulai dengan firman-Nya: Dengan nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Ha Mim. Diturunkan Kitab ini (Al-Qur'an) dari Allah Yang Mahaperkasa lagi Maha Mengetahui, Yang Mengampuni dosa dan Menerima tobat lagi keras hukuman-Nya; Yang Mempunyai karunia. Tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Dia. Hanya kepada-Nyalah kembali (semua makhluk). (Al-Mu-min: 1-3).
Amm'a ba'du, sesungguhnya telah sampai kepadaku ucapanmu yang mengatakan, "Agar Amirul Mu-minin tidak enak melihat kami minum-minum khamr di Al-Jausaq yang telah hancur." Demi Allah, sesungguhnya hal itu benar-benar membuatku tidak enak, sekarang aku memecatmu.
Setelah An-Nu'man ibnu Adi datang menghadap kepada Umar, maka Umar memakinya karena dia telah mengucapkan syair tersebut. Lalu ia beralasan, "Demi Allah, wahai Amirul Mu-minin, saya sama sekali tidak meminumnya. Syair tersebut tiada lain merupakan sesuatu yang biasa diucapkan oleh lisanku tanpa sengaja." Umar menjawab, "Saya pun menduga demikian. Tetapi demi Allah, sekarang engkau tidak boleh lagi bekerja untukku selamanya karena ucapan yang telah kamu katakan itu."
Tidak disebutkan bahwa Umar r.a. menjatuhkan hukuman had atas syair yang telah diucapkannya itu yang di dalamnya disebutkan meminum khamr karena para penya'ir mengatakan apa yang tidak mereka kerjakan. Hanya saja Khalifah Umar r.a. mencela dan memakinya karena hal itu dan memecatnya dari jabatannya. Di dalam sebuah hadis disebutkan:
Sesungguhnya bila seseorang di antara kalian memenuhi rongganya dengan muntahan yang dilihatnya adalah lebih baik baginya daripada memenuhi dirinya dengan syair.
Makna yang dimaksud ayat ini ialah bahwa Rasul yang diturunkan Al-Qur'an kepadanya bukanlah seorang tukang tenung dan bukan pula seorang penyair, karena sepak terjang beliau bertentangan dengan mereka dari berbagai seginya secara jelas dan nyata. Perihalnya sama dengan yang disebutkan dalam ayat lain melalui firman-Nya:
Dan Kami tidak mengajarkan syair kepadanya (Muhammad) dan bersyair itu tidaklah layak baginya; Al-Qur'an itu tidak lain hanyalah pelajaran dan kitab yang memberi penerangan. (Yasin: 69)
Dan firman Allah Swt.:
Sesungguhnya Al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah yang diturunkan kepada) Rasul yang mulia, dan Al-Qur'an itu bukanlah perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya. Dan bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Tuhan semesta alam. (Al-Haqqah: .40-43)
Hal yang sama dikatakan dalam surat Asy-Syu'ara' ini melalui firman-Nya:
Dan sesungguhnya Al-Qur’an ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam, dia dibawa turun oleh Ar-Ruhul Amin (Jibril) ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang-orang yang memberi peringatan, dengan-bahasa Arab yang jelas. (Asy-Syu'ara': 192-195)
Dan Al-Qur’an itu bukanlah dibawa turun oleh setan-setan. Dan tidaklah patut mereka membawa turun Al-Qur’an itu, dan mereka pun tidak akan kuasa. Sesungguhnya mereka benar-benar dijauhkan dari mendengar Al-Qur'an itu. (Asy-Syu'ara': 210-212)
Dan firman-Nya:
Apakah akan Aku beritakan kepada kalian kepada siapa setan-setan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada setan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta. Dan penyair-penyair itu diikuti oleh orang-orang yang sesat. Tidakkah kamu melihat bahwa mereka mengembara di tiap-tiap lembah? dan bahwa mereka suka mengatakan apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya. (Asy-Syu'ara': 221-226)
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan bahwasanya mereka suka mengatakan) kami telah mengerjakan (apa yang mereka sendiri tidak mengerjakannya) artinya, mereka suka berdusta.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Dan sungguh mereka seringkali mengatakan sesuatu yang tidak pernah mereka lakukan.