Firman Allah Swt.:
Musa berkata, "Sesungguhnya Allah berfirman bahwa sapi betina itu adalah sapi betina yang belum pernah dipakai untuk membajak tanah dan tidak pula untuk mengairi tanaman."
Sapi betina tersebut bukan sapi betina yang dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula dipersiapkan untuk mengangkut air guna pengairan, melainkan sapi betina yang dipelihara sebagai hewan kesayangan dalam keadaan sehat, utuh, lagi tiada bercacat.
La syiyatafiha, tiada warna lain pada kulitnya selain dari warna kuning, yakni tidak ada belangnya.
Abdur Razzaq meriwayatkan dari Ma'mar, dari Qatadah, bahwa musallamah artinya tidak bercacat. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abul Aliyah dan Ar-Rabi'. Mujahid mengatakan, musallamah artinya bebas dari belang, yakni tidak ada belangnya.
Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa musallamah artinya semua kaki dan seluruh tubuhnya mulus, bebas dari belang. Menurut Mujahid, la syiyata fiha artinya tidak ada warna putih dan hitam, yakni tidak berbelang. Abul Aliyah, Ar-Rabi', Al-Hasan, dan Qatadah mengatakan tidak ada belang putihnya. Ata Al-Khurrasani mengatakan bahwa la syiyatafiha warnanya satu lagi tua. Telah diriwayatkan dari Atiyyah Al-Aufi, Wahb ibnu Munabbih dan Ismail ibnu Abu Khalid hal yang semisal. As-Saddi mengatakan, la syiyata fiha artinya tidak ada belang putih, belang hitam, dan belang merahnya.
Semua makna yang telah disebutkan di atas hampir sama maksudnya, tetapi ada sebagian ulama yang menduga bahwa firman Allah Swt., "Innaha baqaratul La zalulun," artinya sesungguhnya sapi betina itu adalah sapi betina yang tidak dipersiapkan untuk dipekerjakan. Kemudian lafaz selanjutnya dianggap sebagai kalimat baru, yaitu firman-Nya, "Tusirul arda" yakni dipekerjakan untuk membajak tanah, hanya sapi betina tersebut tidak dipakai untuk mengairi tanaman. Pendapat ini lemah karena lafaz La zalulun ditafsirkan oleh firman selanjutnya, yaitu tusirul arda, yakni sapi betina itu tidak dipersiapkan untuk membajak tanah, tidak pula untuk mengairi tanaman. Demikian menurut ketetapan Al-Qurtubi dan lain-lainnya.
Firman Allah Swt.:
Mereka berkata, "Sekarang barulah kamu menerangkan hakikat sapi betina yang sebenarnya."
Menurut Qatadah, makna ayat ialah 'sekarang barulah kamu menerangkan yang sebenarnya kepada kami'. Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam mengatakan, pendapat lain mengatakan bahwa makna yang dimaksud ialah Allah telah menyebutkan kepada mereka hakikat sapi betina yang sebenarnya.
Firman Allah Swt:
Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
Ad-Dahhak meriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa mereka hampir saja tidak melakukan perintah itu, karena tujuan mereka bukanlah demikian melainkan mereka bermaksud agar tidak menyembelih sapi betina yang dimaksudkan. Dengan kata lain, setelah ada penjelasan, tanya jawab, dan keterangan ini mereka tidak juga menyembelihnya kecuali setelah susah payah. Di dalam ungkapan ini terkandung arti celaan yang ditujukan kepada mereka. Demikian itu karena maksud dan tujuan mereka yang sesungguhnya hanyalah sebagai ungkapan pembangkangan mereka, maka dikatakanlah bahwa mereka hampir saja tidak menyembelihnya.
Muhammad ibnu Ka'b dan Muhammad ibnu Qais mengatakan sehubungan dengan firman-Nya:
Kemudian mereka menyembelihnya, dan hampir saja mereka tidak melaksanakan perintah itu.
mengingat harganya yang sangat mahal.
Tetapi penafsiran ini masih perlu dipertimbangkan, mengingat berita bahwa harganya mahal masih belum dapat terbukti dengan kuat melainkan hanya melalui nukilan dari kaum Bani Israil, seperti yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Abul Aliyah dan As-Saddi, dan Al-Aufi telah meriwayatkannya pula dari Ibnu Abbas.
Ubaidah, Mujahid, Wahb ibnu Munabbih, Abul Aliyah, dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam telah meriwayatkan bahwa kaum Bani Israil membeli sapi betina tersebut dengan harta yang banyak jumlahnya. Akan tetapi, hal ini masih diperselisihkan. Kemudian menurut pendapat yang lain harga pembayarannya tidaklah sebanyak itu.
Abdur Razzaq meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Suqah, dari Ikrimah yang mengatakan bahwa harga pembelian sapi betina itu hanyalah tiga dinar saja. Sanad riwayat ini berpredikat jayyid, bersumber dari Ikrimah. Akan tetapi, pengertian lahiriah riwayat ini menunjukkan bahwa hal ini pun dinukil dari ahli kitab juga.
Ibnu Jarir mengatakan, sehubungan dengan makna ayat ini ulama lainnya mengatakan bahwa mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena takut rahasia pembunuh yang sebenarnya —yang mereka perselisihkan— akan terungkap. Riwayat ini tidak disandarkan kepada seorang pun oleh perawi. Kemudian Ibnu Jarir memilih bahwa pendapat yang benar dalam masalah ini ialah mereka hampir tidak melaksanakan perintah itu karena harganya terlampau mahal, juga karena takut rahasia mereka terungkap. Akan tetapi, pendapat ini pun masih perlu dipertimbangkan, dan pendapat yang benar —hanya Allah Yang Maha Mengetahui— ialah seperti apa yang telah disebutkan di atas dalam riwayat Ad-Dahhak, dari Ibnu Abbas, menurut pengarahan kami. Hanya kepada Allahlah kami memohon taufik.
Kesimpulan hukum
Ayat ini —yang mengandung pembatasan sifat-sifat (spesifikasi) sapi betina tersebut hingga bentuknya tertentu atau jelas ciri-cirinya yang sebelum itu masih bersifat mutlak— menunjukkan sah melakukan transaksi salam (pesanan) menyangkut hewan ternak, seperti yang disimpulkan oleh mazhab Maliki, Al-Auza'i, Al-Lais, Asy-Syaqi'i, Ahmad, serta jumhur ulama Salaf dan Khalaf. Sebagai dalilnya ialah sebuah hadis di dalam kitab Sahihain, disebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Janganlah seorang istri menggambarkan sifat-sifat wanita lain kepada suaminya (hingga tersimpulkan oleh suaminya) seakan-akan ia melihat wanita yang dimaksud.
Dalil lainnya ialah seperti sifat-sifat yang dikemukakan oleh Nabi Saw. tentang ternak unta diat dalam kasus pembunuhan secara keliru dan serupa dengan sengaja, yaitu dengan sifat-sifat (spesifikasi) yang disebutkan di dalam hadis mengenainya.
Lain halnya dengan Imam Abu Hanifah, As-Sauri, dan ulama Kufah. Mereka berpendapat, tidak sah melakukan transaksi salam menyangkut hewan ternak, mengingat keadaan hewan ternak selalu tidak stabil. Hal yang sama diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Huzaifah ibnul Yaman, Abdur Rahman ibnu Samurah, dan lain-lainnya.