وَظَلَّلْنَا عَلَيْكُمُ الْغَمَامَ وَاَنْزَلْنَا عَلَيْكُمُ الْمَنَّ وَالسَّلْوٰى ۗ كُلُوْا مِنْ طَيِّبٰتِ مَا رَزَقْنٰكُمْ ۗ وَمَا ظَلَمُوْنَا وَلٰكِنْ كَانُوْٓا اَنْفُسَهُمْ يَظْلِمُوْنَ ( البقرة: ٥٧ )
Wa Žallalnā `Alaykum Al-Ghamāma Wa 'Anzalnā `Alaykum Al-Manna Wa As-Salwaá Kulū Min Ţayyibāti Mā Razaqnākum Wa Mā Žalamūnā Wa Lakin Kānū 'Anfusahum Yažlimūna. (al-Baq̈arah 2:57)
Artinya:
Dan Kami menaungi kamu dengan awan, dan Kami menurunkan kepadamu mann dan salwa. Makanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu. Mereka tidak menzhalimi Kami, tetapi justru merekalah yang menzhalimi diri sendiri. (QS. [2] Al-Baqarah : 57)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Generasi tersisa Bani Israil yang dibangkitkan itu diriwayatkan terse-sat selama 40 tahun di padang pasir dataran Sinai yang sangat panas. Mereka tersesat karena enggan memerangi orang-orang yang durhaka di Syam. "Dan Kami menaungi kamu dengan awan, sehingga kamu tidak merasa kepanasan lagi di tengah padang pasir yang terik itu, dan Kami menurunkan kepadamu mann, makanan sejenis madu, dan salwa , burung kecil sejenis puyuh yang dapat dibakar untuk dimakan. Ma-kanlah (makanan) yang baik-baik dari rezeki yang telah Kami berikan kepadamu sehingga kamu tidak perlu lagi bersusah-payah mencari bahan makanan di padang pasir itu." Kedurhakaan yang dilakukan oleh Bani Israil itu sedikit pun tidak mencederai Allah. Mereka tidak menzalimi Kami, dan bahkan sedikit pun tidak menodai keagungan Allah. Ditaati atau tidak ditaati, didurhakai atau tidak didurhakai, Allah tetap Allah dengan Kemahaagungan-Nya. Oleh sebab itu, bukan Allah yang teraniaya, tetapi justru merekalah yang menzalimi diri sendiri karena merekalah yang akan menanggung akibat kedurhakaan mereka itu.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Dalam ayat ini Allah mengingatkan lagi kepada Bani Israil tentang nikmat-Nya yang lain yang dilimpahkan-Nya kepada nenek moyang mereka, yakni Allah telah menaungi mereka dengan awan mendung dari terik panas matahari yang menimpa mereka. Hal ini terjadi ketika mereka meninggalkan Mesir, dan menyeberangi Laut Merah. Mereka sampai ke gurun pasir dan ditimpa panas terik yang amat sangat. Lalu mereka mengadu kepada Nabi Musa. Begitu dia berdoa kepada Allah, memohon pertolongan untuk mereka, Allah mengirim awan mendung untuk menaungi mereka, hingga mereka dapat berjalan sampai ke negeri yang mereka tuju. Di samping itu Allah mengaruniakan pula makanan untuk mereka yaitu makanan yang disebut mann yang manis seperti madu, yang turun terus-menerus sejak terbit fajar sampai matahari terbenam, serta bahan makanan lain yang disebut salwa, yaitu semacam burung puyuh. Masing-masing mereka mengambil secukupnya untuk makan sampai keesokan harinya.
Menghadapi suhu udara yang sangat panas di tengah gurun pasir orang mudah terkuras habis energi dan tenaga yang dimilikinya. Oleh karena itu sebagai pengganti energi yang hilang diperlukan makanan dan minuman yang banyak mengandung zat gula. Mann adalah sejenis makanan yang manis atau minuman berenergi seperti madu yang sangat dibutuhkan di daerah gurun pasir. Jika seseorang memakan makanan yang mengandung banyak zat gula kecuali meningkatkan energi dan memberi dampak rasa senang, juga membuat orang lebih bersemangat.
Di samping makanan yang kandungan gulanya tinggi juga dibutuhkan daging yang mengandung protein dan lemak. Salwa adalah sejenis burung puyuh yang dagingnya memiliki kandungan protein dan lemak yang sangat tinggi, makanan ini dibutuhkan oleh orang-orang yang berada di gurun pasir yang panas sekali. Allah Mahamengetahui dan Mahabijaksana dengan memberikan makanan Mann dan Salwa kepada Bani Israil yang melakukan perjalanan panjang dan berat dari Mesir ke Syria.
Allah memerintahkan agar mereka memakan makanan yang baik, dari rezeki yang telah dilimpahkan-Nya. Makanan yang baik ialah makanan yang halal dan bermanfaat bagi kesehatan dan pertumbuhan badan. Ini menunjukkan bahwa apa pun yang diperintahkan Allah kepada manusia, manfaatnya adalah untuk diri mereka sendiri, bukan untuk-Nya. Sebaliknya, apa pun yang dilarang-Nya agar dijauhi oleh manusia, semua itu adalah untuk menyelamatkan mereka sendiri dari malapetaka yang akan menimpa mereka karena perbuatan itu.
Seorang ahli kimia bahan alam dari Belgia, Dr. Errera (1893) menduga bahwa manna merupakan jenis tumbuhan rendah, yang termasuk 'lumut kerak (lichenes) dari golongan unattached lichens (lumut kerak yang tidak melekat, mudah lepas). Setelah melakukan pengamatan, Errera menduga bahwa manna sangat mungkin merupakan spesies lumut kerak yang dikenal dengan nama saintifik: Aspicilia esculenta. Lumut kerak aspicilia esculenta ini sangat mudah terbawa oleh angin atau badai, sehingga nampak seolah-oleh diturunkan (anzalnaa, diturunkan) dari langit. Lumut kerak ini mempunyai kandungan gizi yang tinggi dan mengandung pula zat antibiotika (thayyib, makanan yang baik-baik). Sedangkan salwa, kemungkinan besar adalah burung puyuh. Dapatlah dimengerti bahwa Bani Israil dapat bertahan lama (sekitar 40th) di belantara Sinai, karena mendapatkan rahmat dari Allah swt., berupa makanan manna, yang merupakan sumber karbohidrat dengan gizi tinggi dan terkandung pula antibiotik didalamnya. Sedangkan untuk sumber protein didapat dari salwa. Wallahu a'lam bis-sawab.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Setelah Allah Swt. menyebutkan perihal murka yang Dia hapuskan terhadap mereka, maka Allah kembali mengingatkan mereka akan limpahan nikmat-nikmat yang telah diberikan oleh-Nya kepada mereka. Untuk itu Allah berfirman:
Dan Kami naungi kalian dengan awan.
Al-gamam adalah bentuk jamak dari gamamah, dinamakan demikian karena gamamah menutupi langit, artinya awan putih. Mereka dinaungi oleh awan agar terhindar dari sengatan panas matahari padang pasir yang sangat terik itu. Imam Nasai dan lain-lainnya meriwayatkan dari Ibnu Abbas dalam hadis Al-Futun, bahwa mereka dinaungi oleh awan ketika berada di padang pasir. Ibnu Abu Hatim mengatakan, telah diriwayatkan dari Ibnu Umar, Ar-Rabi' ibnu Anas, Abul Mijlaz, Ad-Dahhak, dan As-Saddi hal yang semisal dengan apa yang telah dikatakan oleh Ibnu Abbas.
Al-Hasan dan Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya, "Wazallalna 'alaikumul gamama," bahwa hal ini terjadi di padang pasir, mereka dinaungi oleh awan tersebut hingga terhindar dari teriknya matahari. Ibnu Jarir dan lain-lainnya mengatakan bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih baik daripada awan biasa.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Huzaifah, telah menceritakan kepada kami Syiblun, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya ini, bahwa yang dimaksud dengan awan di sini bukanlah awan yang Allah datangkan dengannya kelak di hari kiamat, melainkan awan yang khusus hanya bagi mereka. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh Ibnu Jarir, dari Al-Musanna ibnu Ibrahim, dari Abu Huzaifah. Hal yang sama diriwayatkan pula oleh As-Sauri dan lain-lainnya, dari Ibnu Abu Nujaih, dari Mujahid.
Seakan-akan dimaksudkan —hanya Allah yang mengetahui— bahwa awan tersebut bukanlah seperti awan yang ada pada kita, melainkan jauh lebih indah dan lebih semerbak serta lebih baik pemandangannya.
Sunaid di dalam kitab tafsirnya mengatakan dari Hajjaj ibnu Muhammad, dari Ibnu Juraij, bahwa Ibnu Abbas pernah mengatakan sehubungan dengan tafsir firman-Nya:
Dan Kami naungi kalian dengan awan.
Bahwa awan tersebut lebih sejuk dan lebih semerbak baunya daripada awan biasa. Awan inilah yang Allah datang dengan memakainya, seperti yang dinyatakan di dalam firman-Nya:
Tiada yang mereka nanti-nantikan (pada hari kiamat) melainkan datangnya Allah dalam naungan awan dan malaikat. (Al Baqarah:210)
Awan inilah yang para malaikat datang dengan membawanya dalam Perang Badar. Ibnu Abbas mengatakan, awan tersebutlah yang menaungi mereka (Bani Israil) ketika di padang pasir.
Firman Allah Swt.:
dan Kami turunkan kepada kalian manna.
Keterangan para ahli tafsir berbeda-beda sehubungan dengan hakikat dari manna ini. Ali ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa manna turun pada mereka di pohon-pohon, lalu mereka menaikinya dan memakannya dengan sepuas-puasnya.
Mujahid mengatakan bahwa manna adalah getah. Ikrimah mengatakan bahwa manna ialah sesuatu makanan yang diturunkan oleh Allah kepada mereka seperti hujan gerimis.
As-Saddi mengatakan bahwa mereka berkata, "Hai Musa, bagaimanakah kami dapat hidup di sini tanpa ada makanan?" Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna itu turun, lalu terjatuh pada pohon zanjabil (jahe).
Qatadah mengatakan bahwa manna turun di tempat mereka berada seperti turunnya salju, bentuknya lebih putih daripada susu dan rasanya lebih manis daripada madu, manna turun kepada mereka mulai dari terbitnya fajar hingga matahari terbit. Seseorang dari mereka mengambil sekadar apa yang cukup bagi keperluannya di hari itu. Apabila ia mengambil lebih dari itu, maka manna menjadi busuk dan tidak tersisa. Akan tetapi, bila hari yang keenam tiba —yakni hari Jum’at— maka seseorang mengambil kebutuhannya dari manna untuk hari itu dan hari besoknya, mengingat hari besoknya adalah hari Sabtu. Karena hari Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja pada hari itu untuk penghidupannya, hal ini semua terjadi di daratan.
Ar-Rabi' ibnu Anas mengatakan bahwa manna adalah minuman yang diturunkan kepada mereka (kaum Bani Israil), rupanya seperti madu, mereka mencampurnya dengan air, lalu meminumnya.
Abu Ja'far ibnu Jarir meriwayatkan, telah menceritakan kepadanya Muhammad ibnu Ishaq, telah menceritakan kepada kami Abu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Israil, dari Jabir, dari Amir (yaitu Asy-Sya'bi) yang mengatakan bahwa madu kalian ini merupakan sepertujuh puluh dari manna. Hal yang sama dikatakan pula oleh Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam, bahwa manna adalah madu.
Allah melihat bahwa mereka berada di tempat yang tandus, tiada tanaman dan tiada buah-buahan. Maka Dia menyirami mereka dengan hujan, dan mereka melihat hujan yang menimpa mereka berupa tetesan madu dan air yang jernih serta air susu yang murni lagi cemerlang.
An-natif artinya cairan, sedangkan al-halibul mazmur artinya susu yang murni lagi jernih. Tujuan utama dari semuanya dapat disimpulkan bahwa ungkapan para ahli tafsir mengenai hakikat manna berdekatan dan tidak terlalu jauh. Di antara mereka ada yang menafsirkannya sebagai minuman. Akan tetapi, kenyataannya hanya Allah yang mengetahui, dapat disimpulkan bahwa manna adalah anugerah yang diberikan oleh Allah kepada mereka, baik berupa makanan atau minuman atau lainnya, yang dihasilkan tanpa susah payah.
Manna yang dikenal ialah 'jika dimakan dengan sendirinya, maka merupakan makanan dan manisan, jika dicampur dengan air, maka merupakan minuman yang enak, jika dicampur dengan lainnya merupakan jenis yang lain'. Akan tetapi, hal ini semata bukanlah makna yang dimaksud oleh ayat. Sebagai dalilnya ialah sebuah riwayat yang diketengahkan oleh Imam Bukhari.
Imam Bukhari telah mengatakan, telah menceritakan kepada kami Abu Na'im, telah menceritakan kepada kami Sufyan, dari Abdul Malik ibnu Umair ibnu Hurayyis, dari Sa'id ibnu Zaid r.a. yang menceritakan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna: airnya mengandung obat penawar bagi mata.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Imam Ahmad, dari Sufyan ibnu Uyaynah, dari Abdul Malik (yaitu Ibnu Umair) dengan lafaz yang sama. Jama'ah mengetengahkan hadis ini di dalam kitabnya masing-masing —kecuali Abu Daud— melalui berbagai jalur dari Abdul Malik alias Ibnu Umair dengan lafaz yang sama. Imam Turmuzi mengatakan bahwa hadis ini berpredikat hasan sahih.
Imam Bukhari dan Imam Muslim mengetengahkan hadis ini melalui riwayat Al-Hakam, dari Al-Hasan Al-'Urni dari Amr ibnu Hurayyis dengan lafaz yang sama.
Imam Turmuzi meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Abu Ubaidah ibnu Abus Safar dan Mahmud ibnu Gailan, keduanya mengatakan bahwa telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Amri, dari Muhammad ibnu Amr, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah r.a. yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Ajwah (buah kurma masak) berasal dari surga, di dalamnya terkandung obat penyembuh dari keracunan, dan jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi (penyakit) mata.
Hadis ini hanya diketengahkan oleh Imam Turmuzi, kemudian dia mengatakan bahwa hadis ini hasan garib. Kami tidak mengetahuinya melainkan melalui hadis Muhammad ibnu Muhammad ibnu Amr, jika tidak demikian, berarti dari hadis Sa'id ibnu Amr dari Muhammad ibnu Amr. Di dalam bab ini diriwayatkan pula dari Sa'id ibnu Zaid dan Abu Sa'id serta Jabir, menurut Imam Turmuzi.
Al-Hafiz Abu Bakar ibnu Murdawaih meriwayatkan pula di dalam kitab tafsirnya melalui jalur lain dari Abu Hurairah. Untuk itu dia mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnul Hasan ibnu Ahmad Al-Basri, telah menceritakan kepada kami Aslam ibnu Sahl, telah menceritakan kepada kami Al-Qasim ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami Talhah ibnu Abdur Rahman, dari Qatadah, dari Sa'id ibnul Musayyab, dari Abu Hurairah r.a. telah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Jamur kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi penyakit mata.
Hadis ini berpredikat garib bila ditinjau dari sanad ini, dan Talhah ibnu Abdur Rahman ini adalah As-Sulami Al-Wasiti, dijuluki dengan sebutan Abu Muhammad. Menurut pendapat lain, dia adalah Abu Sulaiman Al-Muaddib, dan Al-Hafiz Abu Ahmad ibnu Abdi mengatakan sesuatu tentang dirinya. Dia meriwayatkan dari Qatadah banyak riwayat yang tidak dapat diikuti (dipakai).
Kemudian Imam Turmuzi mengatakan:
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami Abu Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa para sahabat Nabi Saw. mengatakan, "Kam’ah merupakan akar yang ada di dalam tanah." Maka Nabi Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna, airnya mengandung obat penyembuh bagi (penyakit) mata. Dan ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat penawar untuk racun.
Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Nasai, dari Muhammad ibnu Basysyar dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Gundar, dari Syu'bah ibnu Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Hurairah dengan lafaz yang sama. Diriwayatkan pula dari Muhammad ibnu Basysyar, dari Abdul A’la, dari Khalid Al-Hazza, dari Syahr ibnu Hausyab, tetapi hanya kisah mengenai kam’ah saja.
Sebagai buktinya ialah apa yang telah diriwayatkan oleh Imam Nasai dalam Bab "Walimah", di dalam kitab Sunannya:
dari Ali ibnul Husain Ad-Dirhami, dari Abdul A’la, dari Sa'id ibnu Abu Arubah, dari Qatadah, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abdur Rahman ibnu Ganam, dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar (menemui mereka) yang saat itu mereka sedang membicarakan tentang kam’ah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa kam’ah adalah akar yang ada di dalam tanah. Maka Nabi Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna yang airnya mengandung obat bagi (penyakit) mata.
Hadis ini diriwayatkan pula oleh Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa'id dan Jabir, seperti yang dikatakan oleh Imam Ahmad:
telah menceritakan kepada kami Asbat ibnu Muhammad, telah menceritakan kepada kami Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Jabir ibnu Abdullah dan Abu Sa'id Al-Khudri, keduanya mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat bagi mata. Dan 'ajwah berasal dari surga, ia mengandung obat untuk keracunan.
Imam Nasai mengatakan pula di dalam Bab "Walimah",
telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Basysyar, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Ja'far, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Abu Bisyr Ja'far ibnu Iyas, dari Syahr ibnu Hausyab, dari Abu Sa'id dan Jabir, bahwa Rasulullah Saw. telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya merupakan obat penawar bagi (penyakit) mata.
Keduanya —yakni Ibnu Majah dan Imam Nasai— meriwayatkannya pula, Imam Nasai meriwayatkannya dari hadis Jarir, sedangkan Ibnu Majah dari hadis Sa'id ibnu Salamah, keduanya dari Al-A'masy, dari Ja'far ibnu Iyas, dari Abu Nadrah, dari Abu Sa'id, menurut riwayat Nasai. Sedangkan hadis Jabir menyebutkan bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penyembuh bagi mata.
Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dari Ahmad ibnu Usman, dari Abbas Ad-Dauri, dari Lahiq ibnu Sawab, dari Ammar ibnu Raziq, dari Al-A'masy, seperti halnya ibnu Majah dan Ibnu Murdawaih juga berkata:
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Usman, telah menceritakan kepada kami Abbas Ad-Dauri. Disebutkan bahwa telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnur Rabi', telah menceritakan kepada kami Abul Ahwas, dari Al-A'masy, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Abdur Rahman ibnu Abu Laila, dari Sa'id Al-Khudri yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. keluar menjumpai kami, sedangkan di tangan beliau tergenggam kam’ah, lalu beliau bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat penawar bagi mata.
Hadis ini diketengahkan pula oleh Imam Nasai, dari Amr ibnu Mansur, dari Al-Hasan ibnur Rabi' dengan lafaz yang sama. Kemudian Ibnu Murdawaih meriwayatkannya pula dari Abdullah Ibnu Ishaq, dari Al-Hasan ibnu Salam, dari Ubaidillah ibnu Musa, dari Syaiban, dari Al-A'masy dengan lafaz yang sama. Demikian pula Imam Nasai, ia telah meriwayatkan dari Ahmad ibnu Usman ibnu Hakim, dari Ubaidillah ibnu Musa.
Telah diriwayatkan melalui hadis Anas ibnu Malik r.a. seperti apa yang dikatakan oleh Ibnu Murdawaih.
Ia mengatakan, telah menceritakan kepada kami Muhammad ibnu Abdullah ibnu Ibrahim, telah menceritakan kepada kami Hamdun ibnu Ahmad, telah menceritakan kepada kami Juwairah ibnu Asyras, telah menceritakan kepada kami Hammad, dari Syu'aib ibnul Habhab, dari Anas, bahwa para sahabat Rasulullah Saw. bersegera melihat suatu pohon yang dicabut dari tanah karena pohon itu sudah tidak tegak lagi, maka sebagian dari mereka mengatakan, "Kami kira kam’ah." Maka Rasulullah Saw. bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung kesembuhan bagi (penyakit) mata. Dan 'ajwah berasal dari surga, di dalamnya terkandung kesembuhan dari keracunan.
Pokok hadis ini terpelihara melalui riwayat Hammad ibnu Salamah. Imam Turmuzi dan Imam Nasai meriwayatkan melalui jalurnya sesuatu dari hadis ini.
Diriwayatkan dari Syahr ibnu Hausyab, dari Ibnu Abbas hal yang sama seperti apa yang diriwayatkan oleh Imam Nasai di dalam Bab "Walimah"-nya:
dari Abu Bakar Ahmad ibnu Ali ibnu Sa'id, dari Abdullah ibnu Aun Al-Kharraz, dari Abu Ubaidah Al-Haddad, dari Abdul Jalil ibnu Atiyyah, dari Abdullah ibnu Abbas, dari Nabi Saw. yang telah bersabda: Kam’ah berasal dari manna, dan airnya mengandung obat bagi mata.
Seperti yang Anda ketahui sendiri, hal yang diperselisihkan adalah terletak pada Syahr ibnu Hausyab.
Menurut kami, Syahr ibnu Hausyab menghafal dan meriwayatkan hadis ini melalui berbagai jalur yang semuanya telah disebutkan di atas, dan memang dia mendengarnya dari sebagian sahabat, sedangkan sebagian yang lain diterimanya dari orang lain. Semua sanad yang disandarkan kepadanya berpredikat jayyid, dan dia tidak bermaksud dusta dalam hal ini. Pokok hadis terpelihara dari Rasulullah Saw., seperti yang disebutkan di atas melalui riwayat Sa'id ibnu Zaid r.a.
Mengenai salwa, disebutkan oleh Ali ibnu Abu Talhah, dari Ibnu Abbas, bahwa salwa adalah sejenis burung yang mirip dengan burung samani yang biasa mereka makan.
As-Saddi mengatakan dalam kisahnya yang ia ketengahkan dari Abu Malik dan Abu Saleh, dari Ibnu Abbas r.a., juga dari Murrah, dari Ibnu Mas'ud, dari sejumlah sahabat Nabi Saw., bahwa salwa adalah burung yang mirip dengan burung samani.
Ibnu Abu Hatim meriwayatkan, telah menceritakan kepada kami Al-Hasan ibnu Muhammad ibnus Sabah, telah menceritakan kepada kami Abdus Samad ibnu Abdul Waris, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Khalid, dari Jahdam, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa salwa adalah burung samani.
Diriwayatkan dari Ikrimah, salwa adalah sejenis burung seperti burung yang kelak ada di surga, bentuknya lebih besar daripada burung pipit atau sama dengannya.
Qatadah mengatakan bahwa salwa adalah sejenis burung yang berbulu merah yang datang digiring oleh angin selatan. Seorang lelaki dari kalangan mereka menyembelih sebagian darinya dalam kadar yang cukup untuk keperluan hari itu, dan apabila ia melampaui batas dalam pengambilannya, maka daging burung itu membusuk dan tak tersisa. Tetapi jika ia berada di hari yang keenam (yakni hari Jumat), maka ia mengambil bagian untuk keperluan hari itu dan hari esoknya, yakni hari keenam dan hari ketujuhnya. Karena hari yang ketujuh atau hari Sabtu merupakan hari libur mereka, tiada seorang pun yang bekerja di hari itu dan tiada seorang pun yang mencari sesuatu padanya.
Wahb ibnu Munabbih mengatakan bahwa salwa adalah burung yang gemuk seperti burung merpati, burung-burung tersebut datang kepada mereka dengan berbondong-bondong dari Sabtu ke Sabtu yang lainnya, kemudian mereka mengambil sebagian darinya.
Di dalam riwayat yang lain dari Wahb disebutkan bahwa kaum Bani Israil meminta kepada Musa a.s. agar diberi daging, lalu Allah berfirman, "Aku benar-benar akan memberi mereka makan berupa daging yang paling sedikit didapat di muka bumi." Kemudian Allah mengirimkan angin kepada mereka, lalu berjatuhanlah salwa di ternpat tinggal mereka, salwa tersebut adalah samani yang berbondong-bondong terbang setinggi tombak. Mereka menyimpan daging burung samani itu untuk keesokan harinya, tetapi daging itu membusuk dan roti pun menjadi basi.
As-Saddi mengatakan bahwa tatkala Bani Israil memasuki padang Sahara, mereka berkata kepada Musa a.s., "Bagaimana kami dapat tahan di tempat seperti ini? Di manakah makanannya?" Maka Allah menurunkan manna kepada mereka. Manna turun kepada mereka berjatuhan di atas pohon jahe. Sedangkan salwa adalah sejenis burung yang bentuknya mirip dengan burung samani, tetapi lebih besar sedikit.
Seseorang dari mereka bila menangkap burung salwa itu terlebih dahulu mereka melihatnya. Jika burung yang ditangkapnya itu gemuk, maka mereka menyembelihnya, tetapi jika kurus, mereka melepa-kannya, jika telah gemuk, maka burung itu baru ditangkap. Mereka berkata (kepada Musa a.s.), "Ini makanannya, manakah minuman-nya?" Maka Allah memerintahkan kepada Musa a.s. untuk memukulkan tongkatnya pada sebuah batu besar. Setelah batu itu dipukul dengan tongkatnya, memancarlah dua belas mata air yang mengalir, hingga tiap-tiap puak dari Bani Israil mempunyai mata airnya sendiri-sendiri. Mereka berkata lagi, "Ini minuman, maka manakah naungannya?" Mereka dinaungi oleh awan, dan mereka berkata lagi, "Ini naungan, manakah pakaiannya?" Tersebutlah bahwa pakaian mereka tahan lama dan tidak robek-robek. Yang demikian itu disebutkan di dalam firman-Nya: Dan Kami naungi kalian dengan awan dan Kami turunkan kepada kalian manna dan salwa. (Al Baqarah:57)
Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, "Pukullah batu itu dengan tongkatmu.” Lalu memancarlah darinya dua belas mata air. Sungguh tiap-tiap suku telah mengetahui tempat minumnya (masing-masing). Makan dan minumlah rezeki (yang diberikan) Allah, dan janganlah kalian berkeliaran di muka bumi dengan berbuat kerusakan. (Al Baqarah:60)
Telah diriwayatkan dari Wahb ibnu Munabbih dan Abdur Rahman ibnu Zaid ibnu Aslam hal yang semisal dengan apa yang telah diriwayatkan oleh As-Saddi.
Sunaid meriwayatkan dari Hajjaj, dari Ibnu Juraij yang menceritakan, "Ibnu Abbas r.a. pernah mengatakan bahwa Allah menciptakan bagi mereka di padang pasir pakaian yang anti robek dan anti kotor."
Ibnu Juraij mengatakan, "Seorang lelaki (dari kalangan mereka) apabila mengambil manna dan salwa dalam jumlah lebih dari keperluan seharinya, maka manna dan salwa itu membusuk. Hanya saja pada hari Jumat mereka mengambil makanan dalam jumlah lebih karena untuk hari Sabtunya, dan pada pagi hari Sabtu makanan tersebut tidak rusak."
Al-Huzali menduga bahwa salwa itu adalah madu.
Al-Qurtubi mengatakan, pengakuan yang mendakwakan adanya kesepakatan (bahwa salwa adalah sejenis burung) tidak sah, karena Muwarrij —seorang ulama bahasa dan tafsir— mengatakan bahwa salwa adalah madu. Kemudian ia mengemukakan dalilnya dengan berpegang kepada perkataan Al-Huzali tadi. Ia menjelaskan, memang demikianlah sebutannya di dalam dialek Kinanah, mengingat madu merupakan minuman yang lezat, termasuk ke dalam pengertian ini ialah 'ainun silwan (mata air yang menyegarkan).
Nama air yang diminum dengan memakai wadah tersebut adalah sul-wan. Sebagian orang mengatakan bahwa sulwan merupakan obat penawar yang dapat menyembuhkan karena lupa kepada kesedihan. Para tabib menamakannya dengan sebutan mufarrij.
Mereka mengatakan bahwa salwa adalah bentuk jamak, bentuk tunggalnya pun sama, sama halnya dengan samani yang bentuk tunggal dan jamaknya sama. Tetapi dapat pula dikatakan salwa adalah bentuk jamak, sedangkan bentuk tunggalnya adalah waili.
Imam Kisai mengatakan bahwa salwa adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah salawa. Semua pendapat di atas telah dinukil oleh Al-Qurtubi.
Firman Allah Swt.:
Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepada kalian.
Perintah dalam ayat ini mengandung makna ibahah (boleh), pengarahan, dan sebagai anugerah.
Sedangkan mengenai firman-Nya:
Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri.
Makna yang dimaksud dengan ayat sebelumnya yaitu 'Kami perintahkan mereka untuk memakan rezeki yang telah Kami berikan kepada mereka, dan hendaklah mereka beribadah (kepada-Nya)', seperti pengertian yang terdapat pada ayat lainnya, yaitu firman-Nya:
Makanlah oleh kalian dari rezeki yang (dianugerahkan) Tuhan kalian dan bersyukurlah kalian kepada-Nya. (Saba': 15)
Akan tetapi, mereka (Bani Israil) menentang dan kafir, sehingga jadilah mereka orang-orang yang menganiaya dirinya sendiri, padahal mereka telah menyaksikan dengan mata kepalanya sendiri semua tanda kebesaran Allah yang jelas, mukjizat-mukjizat yang pasti, dan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam.
Dari keterangan ini tampak jelas keutamaan para sahabat Nabi Muhammad Saw. yang berada di atas semua sahabat nabi-nabi lainnya dalam hal kesabaran, keteguhan, dan ketegaran mereka yang tidak pernah surut. Padahal mereka selalu bersamanya dalam semua perjalanan dan peperangan, antara lain ialah dalam Perang Tabuk yang situasinya sangat panas dan melelahkan. Sekalipun demikian, mereka tidak pernah meminta kepada Nabi Saw. mengadakan hal-hal yang bertentangan dengan hukum alam dan hal-hal yang aneh, padahal hal tersebut amatlah mudah bagi Nabi Saw. Hanya ketika rasa lapar sangat melemahkan tubuh mereka, mereka meminta kepada Nabi Saw. agar makanan yang mereka bawa diperbanyak. Untuk itu mereka mengumpulkan semua makanan yang ada pada mereka, lalu terkumpullah makanan yang jumlah keseluruhannya sama dengan tinggi seekor kambing yang sedang duduk istirahat. Kemudian Nabi Saw. berdoa agar makanan tersebut diberkahi, ternyata akhirnya mereka dapat memenuhi semua wadah makanan yang mereka bawa.
Demikian pula ketika mereka memerlukan air, Nabi memohon kepada Allah Swt., lalu datanglah awan yang langsung menghujani mereka. Akhirnya mereka minum dan memberi minum ternak mereka hingga dapat memenuhi wadah air minum yang mereka bawa. Kemudian mereka melihat keadaan hujan tersebut, ternyata hujan tidak melampaui batas pasukan kaum muslim bermarkas.
Hal ini jelas lebih utama dan lebih sempurna, yang menunjukkan keikhlasan mereka dalam mengikuti Nabi Saw., padahal Allah berkuasa untuk memenuhi apa yang diminta oleh Rasulullah Saw. buat pasukan kaum muslim yang mengikutinya saat itu.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Dan Kami naungi kamu dengan awan), artinya Kami taruh awan tipis di atas kepalamu agar kamu terlindung dari panasnya cahaya matahari di padang Tih, (dan Kami turunkan padamu) di padang Tih itu (manna dan salwa) yakni makanan manis seperti madu dan daging burung sebangsa puyuh dan firman Kami, ("Makanlah di antara makanan yang baik yang Kami karuniakan kepadamu.") dan janganlah kamu simpan! Tetapi mereka mengingkari nikmat itu dan mereka menyimpannya. Maka Allah pun menghentikan rezeki itu atas mereka (dan tidaklah mereka menganiaya Kami) dengan perbuatan itu, (tetapi mereka menganiaya diri mereka sendiri) karena bencananya kembali kepada mereka juga.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Di antara anugerah Kami kepada kalian adalah bahwa Kami menjadikan awan sebagai naungan yang melindungi kalian dari panas yang terik. Kami turunkan mann--zat manis dan lengket seperti madu yang dikeluarkan beberapa jenis pepohonan--dan salwâ--yaitu burung yang dikenal dengan nama puyuh--yang datang kepada kalian dengan kelompoknya pada pagi dan sore hari. Kami menurunkan ini semua agar kalian dapat makan dan bersenang-senang. Kami katakan kepada kalian, "Makanlah dari makanan-makanan yang baik, yang telah Kami berikan." Kemudian mereka kufur terhadap nikmat Allah ini. Hal itu tidak menjadi masalah bagi Kami, tetapi sebenarnya merekalah yang mengainiaya diri mereka sendiri, karena bahaya dari ketidaktaatan itu menimpa mereka. (1) {(1) Pada firman Allah "Dan Kami turunkan atas kalian mann dan salwâ" terdapat fakta ilmiah yang ditemukan di bidang ilmu pengetahuan modern belakangan ini. Yaitu, bahwa protein yang diambil dari hewan, seperti daging hewan dan burung (di antaranya burung puyuh), merupakan makanan manusia yang lebih bergizi daripada protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan dari segi asimilasi kehidupan dan pemanfaatannya untuk tubuh. Di samping itu, mann terbuat dari zat gula yang merupakan faktor terpenting dalam pembentukan kekuatan gerak bagi tubuh. }