Orang-orang yang beriman agar jangan sampai melenyapkan pahala infak atau sedekah mereka karena menyertainya dengan kata-kata yang menyakitkan hati atau dengan menyebut-nyebut infak yang telah diberikan itu.
Infak atau sedekah bertujuan untuk menghibur dan meringankan penderitaan fakir-miskin, dan untuk meningkatkan kesejahteraan umat. Itulah sebabnya, maka sedekah tidak boleh disebut-sebut, atau disertai dengan kata-kata yang menyakitkan hati si penerimanya.
Apabila sedekah tersebut disertai dengan kata-kata semacam itu, maka tujuan utama dari sedekah tersebut, yaitu untuk menghibur dan meringankan penderitaan, tidak akan tercapai. Sebab itu Allah melarangnya, dan menegaskan bahwa sedekah semacam itu tidak akan mendapatkan pahala.
Orang yang bersedekah karena ria, sama halnya dengan orang yang melakukan ibadah salat dengan ria. Ibadah salatnya tidak akan mendapat pahala, dan tidak mencapai tujuan yang dimaksud. Sebab tujuan salat adalah menghadapkan segenap hati dan jiwa kepada Allah swt serta mengagungkan kebesaran dan kekuasaan-Nya, dan memanjatkan syukur atas segala rahmat-Nya. Sedang orang yang salat karena riya, perhatiannya bukan tertuju kepada Allah, melainkan kepada orang yang diharapkan akan memuji dan menyanjungnya.
Sifat riya adalah tabiat yang tidak baik. Sebagian orang ingin dipuji dan disanjung atas suatu kebajikan yang dilakukannya. Orang yang bersedekah yang mengharapkan pujian dan terima kasih dari yang menerima sedekah atau dari orang lain, bila pada suatu ketika dia merasa kurang dipuji dan kurang ucapan terima kasih kepadanya dari si penerima atau kurang penghargaan si penerima terhadap sedekahnya, dia akan merasa sangat kecewa. Dalam keadaan demikian, sangat besar kemungkinan dia akan mengucapkan kata-kata yang menyinggung perasaan si penerima, sehingga sedekahnya tidak akan mendatangkan pahala di sisi Allah. Orang yang bertabiat semacam ini sesungguhnya tidaklah beriman kepada Allah dan hari akhirat. Sedekah semacam itu adalah seperti debu di atas batu yang licin; apabila datang hujan lebat maka debu itu hilang lenyap tak berbekas.
Demikian pula halnya sedekah yang diberikan karena ria, tidak akan mendatangkan pahala apa pun di akhirat nanti, sebab amalan itu tidak dilakukan untuk mencapai rida Allah, melainkan karena mengharapkan pujian manusia semata. Dengan demikian dia tidak memperoleh hasil apa pun, baik di dunia maupun di akhirat. Di dunia dia tidak mendapatkan hasil apa-apa dari sedekahnya itu, karena sedekah yang disertai dengan ria atau perkataan yang menyakitkan hati hanya akan menimbulkan kebencian masyarakat kepadanya, sedang di akhirat, dia tidak memperoleh pahala dari sisi Allah, karena ria dan kata-kata yang tidak menyenangkan itu telah menghapuskan pahala amalnya. Allah swt memberikan pahala hanya kepada orang-orang yang beramal dengan ikhlas, ingin menyucikan diri dan memperbaiki keadaan mereka, dan semata-mata mengharapkan rida-Nya.
Allah memberikan perumpamaan bagi sedekah yang disertai riya dan umpatan seperti erosi tanah yang berada di atas batu. Erosi adalah proses hilangnya tanah dari permukaan bumi pada umumnya karena terangkut oleh aliran air. Semakin besar curah hujan yang jatuh, maka akan semakin banyak dan cepat partikel tanah yang ter-erosi. Proses pembentukan tanah di atas batuan terjadi dalam waktu yang lama, tetapi oleh hujan yang lebat lapisan tanah itu dapat dengan mudah dan cepat terangkut dan hilang dari permukaan batu. Jika tanah di atas batu telah hilang, maka batu merupakan pertikel yang tidak dapat menumbuhkan tumbuhan. Perumpamaan demikian menggambarkan bahwa orang yang dengan susuah payah mengumpilkan harta, lalu bersedekah tetapi sedekah itu disertai ria dan umpatan, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa, baik manfaat, pahala maupun rida Allah dari apa yang disedekahkannya itu.
Kebiasaan membagi-bagikan uang kepada peminta-minta yang biasa berkerumun di depan masjid selepas salat Jumat atau salat Id, atau di tempat lain di samping tampak sebagai sedekah dan perbuatan sosial terhadap orang miskin, juga mempunyai efek yang kurang baik bahkan mungkin juga dapat dikategorikan sebagai perbuatan ria. Kebiasaan ini justru akan mengundang orang yang tidak kita kenal datang ke tempat-tempat ibadah hanya untuk meminta-minta, bukan untuk ikut beribadah, sehingga hari raya Islam itu hanya merupakan hari pameran kemiskinan di mana-mana. Ada sebuah masjid yang pimpinannya melarang jemaahnya bersedekah kepada pengemis-pengemis yang biasa datang berkerumun di pintu-pintu masjid kota itu. Ternyata cara ini berhasil, karena kemudian memang tak seorang pun yang datang ke masjid itu untuk meminta-minta. Orang miskin dan kaum duafa seharusnya menjadi tanggung jawab bersama mereka yang mampu. Kita bersyukur bahwa sekarang sudah ada lembaga-lembaga yang dibentuk khusus untuk menghadapi masalah ini.
Allah tidak memberikan petunjuk kepada orang-orang yang kafir, karena petunjuk itu berdasarkan iman. Iman itulah yang membimbing seseorang kepada keikhlasan beramal, dan menjaga diri dari perbuatan dan ucapan yang dapat merusak amalnya, serta melenyapkan pahalanya. Maka dalam ayat ini terdapat sindiran, bahwa sifat ria dan kata-kata yang tidak menyenangkan itu adalah sebagian dari sifat dan perbuatan orang-orang kafir yang harus dijauhi oleh orang-orang mukmin.
Banyak hadis Rasulullah saw yang mencela sedekah yang disertai dengan ucapan yang menyakitkan hati. Imam Muslim meriwayatkan hadis berikut dari Abu dzarr, Rasulullah saw bersabda:
Ada tiga macam orang yang pada hari Kiamat nanti Allah tidak akan berbicara dengan mereka dan tidak akan memandang kepada mereka, dan tidak akan menyucikan mereka dari dosa, dan mereka akan mendapat azab yang pedih, yaitu orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya apabila dia memberikan sesuatu, dan orang yang suka memakai sarungnya terlalu ke bawah sampai menyapu tanah karena congkaknya, dan orang yang berusaha melariskan dagangannya dengan sumpah yang bohong. (Riwayat Muslim dari Abu dzarr)
Imam an-Nasa'i juga meriwayatkan suatu hadis dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, bahwa beliau bersabda:
Tidak akan masuk surga orang yang selalu minum khamr, dan tidak pula orang yang durhaka terhadap ibu-bapaknya, dan tidak pula orang yang suka menyebut-nyebut pemberiannya. (Riwayat an-Nasa'i dari Ibnu 'Abbas)