Firman Allah Swt.:
Mereka sekali-kali tidak mempunyai pengetahuan.
Yaitu dengan ucapan yang mereka buat-buat dan mereka dustakan dari diri mereka sendiri itu.
...begitu pula nenek moyang mereka.
Yakni para pendahulu mereka,
Alangkah jeleknya kata-kata.
Lafaz kalimatan di-nasab-kan sebagai tamyiz, bentuk lengkapnya ialah 'Alangkah buruknya kalimat mereka yang ini'. Menurut pendapat yang lain, ungkapan ini adalah sigat (bentuk) ta'ajjub, bentuk lengkapnya ialah 'Alangkah buruknya kata-kata mereka itu', seperti kalimat, "Akrim bizaidin rajutan," yakni alangkah mulianya Zaid sebagai seorang laki-laki. Demikianlah menurut sebagian ulama Basrah, dan sebagian ahli Qiraat Mekah membacanya demikian, yaitu kaburat kalimatan. Perihalnya sama dengan kalimat kabura syanuka dan azuma qauluka, yakni 'alangkah buruknya keadaanmu' dan 'alangkah buruknya ucapanmu'.
Makna yang dimaksud menurut qiraat jumhur ulama lebih jelas, bahwa sesungguhnya ungkapan ini dimaksudkan kecaman terhadap ucapan mereka, dan bahwa apa yang mereka katakan itu merupakan kebohongan yang besar. Karena itulah disebutkan oleh firman-Nya:
Alangkah jeleknya kata-kata yang keluar dari mulut mereka.
Yakni tidak berdasarkan kepada suatu bukti pun melainkan hanya semata-mata dari ucapan mereka sendiri yang dibuat-buat oleh mereka sebagai suatu kedustaan. Karena itulah dalam firman selanjutnya disebutkan:
...mereka tidak mengatakan (sesuatu) kecuali dusla.
Muhammad ibnu Ishaq telah menyebutkan tentang latar belakang turunnya ayat ini. Untuk itu ia mengatakan, telah menceritakan kepadanya seorang syekh (guru) dari kalangan ulama Mesir yang telah tinggal bersama kaumnya sejak empat puluh tahun yang lalu, dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa orang-orang kafir Quraisy mengutus An-Nadr ibnul Haris dan Uqbah ibnu Abu Mu'h kepada orang-orang alim Yahudi di Madinah. Kaumnya berpesan kepada mereka, "Tanyakanlah kepada orang-orang Yahudi itu tentang Muhammad, dan ceritakanlah kepada mereka tentang sifatnya serta beritahukanlah kepada mereka tentang apa yang diucapkannya, karena sesungguhnya mereka adalah Ahli Kitab yang terdahulu. Mereka mempunyai pengetahuan yang tidak kita miliki tentang para nabi."
Keduanya berangkat meninggalkan kota Mekah menuju Madinah. Setelah sampai di Madinah, keduanya bertanya kepada ulama Yahudi tentang Rasulullah Saw. dan menceritakan kepada mereka sifat-sifatnya serta sebagian dari ucapannya. Untuk itu keduanya mengatakan, "Sesungguhnya kalian adalah Ahli Kitab Taurat, kami datang kepada kalian untuk memperoleh informasi tentang teman kami ini (maksudnya Nabi Saw.)"
Ulama Yahudi itu menjawab, "Tanyakanlah oleh kalian kepada dia tentang tiga perkara yang akan kami terangkan ini. Jika dia dapat menjawabnya, berarti dia benar-benar seorang nabi yang diutus. Tetapi jika dia tidak dapat menjawabnya, berarti dia adalah seseorang yang mengaku-aku dirinya menjadi nabi, saat itulah kalian dapat memilih pendapat sendiri terhadapnya. Tanyakanlah kepadanya tentang beberapa orang pemuda yang pergi meninggalkan kaumnya di masa silam, apakah yang dialami oleh mereka? Karena sesungguhnya kisah mereka sangat menakjubkan. Dan tanyakanlah kepadanya tentang seorang lelaki yang melanglang buana sampai ke belahan timur dan barat, bagaimanakah kisahnya. Dan tanyakanlah kepadanya tentang roh, apakah roh itu? Jika dia menceritakannya kepada kalian, berarti dia adalah seorang nabi dan kalian harus mengikutinya. Tetapi jika dia tidak menceritakannya kepada kalian, maka sesungguhnya dia adalah seorang lelaki yang mengaku-aku saja. Bila demikian, terserah kalian, apa yang harus kalian lakukan terhadapnya."
Maka An-Nadr dan Uqbah kembali ke Mekah. Setelah tiba di Mekah, ia langsung menemui orang-orang Quraisy dan mengatakan kepada mereka, "Hai orang-orang Quraisy kami datang kepada kalian dengan membawa suatu kepastian yang memutuskan antara kalian dan Muhammad. Ulama Yahudi telah menganjurkan kepada kami untuk menanyakan kepadanya beberapa perkara," lalu keduanya menceritakan pertanyaan-pertanyaan tersebut kepada mereka.
Mereka datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, "Hai Muhammad, ceritakanlah kepada kami!' Lalu mereka menanyainya dengan pertanyaan-pertanyaan yang dianjurkan oleh para pendeta Yahudi tadi. Dan Rasulullah Saw. menjawab mereka, "Aku akan menceritakan jawaban dari pertanyaan kalian itu besok," tanpa menentukan batas waktunya.
Mereka bubar meninggalkan Nabi Saw., dan Nabi Saw. tinggal selama lima belas hari tanpa ada wahyu dari Allah yang menjawab pertanyaan-pertanyaan tersebut Malaikat Jibril pun tidak turun kepadanya selama itu, hingga penduduk Mekah ramai membicarakannya. Mereka mengatakan, "Muhammad telah menjanjikan kepada kita besok, tetapi sampai lima belas hari dia tidak menjawab sepatah kata pun tentang apa yang kami tanyakan kepadanya."
Karenanya Rasulullah Saw. bersedih hati, wahyu terhenti darinya dan beliau merasa berat terhadap apa yang diperbincangkan oleh penduduk Mekah tentang dirinya. Tidak lama kemudian datanglah Malaikat Jibril kepadanya dengan membawa surat yang di dalamnya terkandung kisah Ashabul Kahfi (para penghuni gua), dan surat itu mengandung teguran pula terhadap diri Nabi Saw. yang bersedih hati atas sikap mereka. Surat itu juga mengandung jawaban dari pertanyaan mereka tentang kisah para pemuda yang menghuni gua serta lelaki yang melanglang buana (Zul Qarnain), juga firman Allah Swt. yang mengatakan: Dan mereka bertanya kepadamu tentang roh, katakanlah, "Roh itu, (Al Israa':85), hingga akhir ayat."