يَمْحُوا اللّٰهُ مَا يَشَاۤءُ وَيُثْبِتُ ۚوَعِنْدَهٗٓ اُمُّ الْكِتٰبِ ( الرعد: ٣٩ )
Yamĥū Allāhu Mā Yashā'u Wa Yuthbitu Wa `Indahu 'Ummu Al-Kitābi. (ar-Raʿd 13:39)
Artinya:
Allah menghapus dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab (Lauh Mahfuzh). (QS. [13] Ar-Ra'd : 39)
1 Tafsir Ringkas Kemenag
Allah Yang Mahabijaksana menghapus hukum yang layak untuk dihapus, dan menetapkan apa (hukum) yang Dia kehendaki untuk ditetapkan. Allah melakukan hal itu sesuai dengan hikmah dan kebijaksanaan yang dimiliki-Nya. Dan di sisi-Nya terdapat Ummul-Kitab, yakni Lauh Mahfuz.
2 Tafsir Lengkap Kemenag
Pada ayat ini, Allah swt menerangkan satu sisi dari kekuasaan-Nya, yaitu menghapuskan atau menetapkan apa-apa yang dikehendaki-Nya, baik mengenai syariat-Nya atau nasib manusia.
Tanda-tanda adanya penghapusan dan penetapan Allah, ialah adanya siang dan malam yang datang silih berganti, adanya gelap dan terang, hidup dan mati, kuat dan lemah, sehat dan sakit, bahagia dan sengsara, kaya dan miskin, dan sebagainya.
Pada akhir ayat ini, Allah swt menjelaskan bahwa di sisi-Nya atau Lauh Mahfudh terdapat Ummul Kitab. Semua peristiwa dan kejadian yang terjadi di alam ini tertulis di Lauh Mahfudh yang tidak akan mengalami perubahan dan penggantian apapun.
Berdasarkan pengertian tersebut maka ayat ini juga merupakan bantahan terhadap tuntutan kaum kafir dan musyrik yang meminta kepada Nabi Muhammad saw untuk mendatangkan ayat-ayat atau bukti-bukti kenabian dan kerasulannya, selain Al-Quran. Hal tersebut tidak akan pernah terjadi, kecuali jika hal itu termasuk dalam ketentuan yang ditetapkan Allah atau telah ada dalam Lauh Mahfudh.
3 Tafsir Ibnu Katsir
Mengenai makna firman Allah Swt. yang mengatakan:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Ulama tafsir berselisih pendapat mengenai penafsirannya.
As-Sauri, Waki', dan Hasyim telah meriwayatkan dari Ibnu Abu Laila, dari Al-Minhal ibnu Amr, dari Sa’id ibnu Jubair, dari Ibnu Abbas, bahwa Allah-lah yang mengatur urusan sunnah (hukum). Maka Dia menghapuskan apa yang dikehendaki-Nya, terkecuali nasib celaka, nasib bahagia, hidup, dan mati.
Di dalam riwayat lain sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Disebutkan bahwa segala sesuatu yang Dia kehendaki untuk dihapus, Dia menghapusnya, kecuali mati, hidup, celaka, dan bahagia, karena sesungguhnya urusan tersebut telah diselesaikan oleh-Nya.
Mujahid mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Kecuali hidup, mati, celaka, dan bahagia, hal tersebut tidak berubah.
Mansur mengatakan bahwa ia pernah bertanya kepada Mujahid tentang doa seseorang seperti berikut: "Ya Allah, jika namaku berada dalam golongan orang-orang yang berbahagia, maka tetapkanlah namaku itu di antara mereka. Dan jika namaku berada dalam golongan orang-orang yang celaka, maka hapuskanlah namaku dari golongan mereka, dan jadikanlah namaku termasuk ke dalam golongan orang-orang yang berbahagia." Maka Mujahid menjawab, "Baik." Kemudian Mansur menjumpainya lagi setahun kemudian atau lebih, dan ia menanyakan pertanyaan yang sama kepada Mujahid. Maka Mujahid membacakan firman-Nya: Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkati. (Ad Dukhaan:3), hingga akhir dua ayat berikutnya. Kemudian Mujahid berkata bahwa Allah memberikan ketetapan dalam malam yang diberkati segala sesuatu yang akan terjadi dalam masa satu tahun menyangkut masalah rezeki atau musibah. Kemudian Dia mendahulukan apa yang Dia kehendaki dan menangguhkan apa yang Dia kehendaki. Adapun mengenai ketetapan-Nya tentang kebahagiaan dan kecelakaan, maka hal ini telah ditetapkan-Nya dan tidak akan diubah lagi.
Al-A'masy telah meriwayatkan dari Abu Wa'il (yaitu Syaqiq ibnu Salamah) bahwa dia sering sekali mengucapkan doa berikut: "Ya Allah, jikalau Engkau telah mencatat kami termasuk orang-orang yang celaka, maka sudilah kiranya Engkau menghapusnya, dan catatlah kami ke dalam golongan orang-orang yang bahagia. Dan jika Engkau telah mencatat kami ke dalam golongan orang-orang yang berbahagia, maka tetapkanlah keputusan itu. Karena sesungguhnya Engkau menghapuskan apa yang Engkau kehendaki dan menetapkan apa yang engkau kehendaki, di sisiMu terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz)." Demikianlah menurut riwayat Ibnu Jarir.
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepada kami Amr ibnu Ali, telah menceritakan kepada kami Mu'az ibnu Hisyam, telah menceritakan kepada kami ayahku, dari Abu Hakimah Ismah, dari Abu Usman An-Nahdi, bahwa Umar ibnul Khattab r.a. mengucapkan doa berikut dalam tawafnya di Baitullah seraya menangis: Ya Allah, jika Engkau telah mencatat nasibku celaka atau berdosa, maka hapuskanlah, karena sesungguhnya Engkau menghapuskan apa yang Engkau kehendaki dan menetapkan apa yang Engkau kehendaki, dan di sisi-Mu terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz), maka jadikanlah (catatan nasibku) bahagia dan mendapat ampunan.
Hammad telah meriwayatkan dari Khalid Al-Hazza, dari Abu Qilabah, dari Ibnu Mas'ud r.a., bahwa dia pun membaca doa tersebut. Hal yang sama telah diriwayatkan oleh Syarik, dari Hilal ibnu Humaid, dari Abdullah ibnu Alim, dari Ibnu Mas'ud.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Hajjaj, telah menceritakan kepada kami Khassaf, dari Abu Hamzah, dari Ibrahim, bahwa Ka'b berkata kepada Umar ibnul Khattab, "Wahai Amirul Mukminin, seandainya tidak ada suatu ayat dalam Kitabullah (Al-Qur'an), tentulah aku akan menceritakan kepadamu apa yang akan terjadi sampai hari kiamat." Umar ibnul Khattab bertanya, "Ayat apakah itu?" Ka'b menjawab bahwa ayat tersebut adalah firman Allah Swt. yang mengatakan:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki., hingga akhir ayat.
Pengertian semua pendapat di atas menyimpulkan bahwa takdir itu dapat dihapus oleh Allah menurut apa yang Dia kehendaki darinya, dan Dia menetapkan apa yang Dia kehendaki darinya.
Pendapat ini barangkali berpegang kepada hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad. Disebutkan bahwa:
telah menceritakan kepada kami Waki', telah menceritakan kepada kami Sufyan (yaitu As-Sauri), dari Abdullah ibnu Isa, dari Abdullah ibnu Abul Ja'd, dari Sauban yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda: Sesungguhnya seorang lelaki benar-benar terhalang dari rezekinya disebabkan dosa yang dikerjakannya, dan tiada yang dapat menolak takdir kecuali doa, dan tiada yang dapat menambah usia kecuali perbuatan baik.
Imam Nasai dan Ibnu Majah meriwayatkannya melalui hadis Sufyan As-Sauri dengan sanad yang sama. Di dalam hadis sahih telah disebutkan bahwa silaturahmi menambah usia. Di dalam hadis lainnya disebutkan:
Sesungguhnya doa dan qada (takdir), kedua-duanya benar-benar saling tolak menolak di antara langit dan bumi.
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Muhammad ibnu Sahl ibnu Askar, telah menceritakan kepada kami Abdur Razzaq, telah menceritakan kepada kami Ibnu Jarir, dari Ata, dari Ibnu Abbas yang mengatakan bahwa Allah mempunyai Lauh Mahfuz yang besarnya sejauh perjalanan lima ratus tahun, terbuat dari batu permata (intan) putih yang mempunyai dua penyanggah terbuat dari yaqut. Setiap hari Allah memeriksanya sebanyak tiga ratus enam puluh kali periksaan. Dia menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang dikehendaki, di sisi-Nya terdapat Ummul Kitab. '
Al-Lais ibnu Sa'd telah meriwayatkan dari Ziyad ibnu Muhammad, dari Muhammad ibnu Ka'b Al-Qurazi, dari Fudalah ibnu Ubaid, dari Abu Darda yang mengatakan bahwa Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Az-Zikr (Lauh Mahfuz) dibuka pada saat malam hari tinggal tiga jam lagi. Pada jam yang pertama dilakukan pemeriksaan oleh Allah padanya yang tiada seorang pun melihat pemeriksaan itu selain Dia, maka Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki. hingga akhir hadis, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir.
Al-Kalbi mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Bahwa Allah menghapuskan sebagian dari rezeki dan menambahkannya, dan Dia menghapuskan sebagian dari ajal (usia) dan menambahkannya. Ketika ditanyakan kepadanya, "Siapakah yang menceritakan hal itu kepadamu?" Al-Kalbi menjawab bahwa yang menceritakannya adalah Abu Saleh, dari Jabir ibnu Abdullah ibnu Rabbab, dari Nabi Saw. Sesudah itu ia ditanya mengenai makna ayat ini, maka ia menjawab, "Allah mencatat semua keputusan. Apabila hari Kamis, maka dibiarkanlah sebagian darinya segala sesuatu yang tidak mengandung pahala, tidak pula siksaan. Seperti ucapanmu, 'Saya makan, saya minum, saya masuk, saya keluar, dan lain sebagainya,' yang menyangkut pembicaraan, sedangkan pembicaraan itu benar. Dan Dia menetapkan apa yang ada pahalanya serta apa yang ada sanksi siksaannya."
Ikrimah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas, bahwa Kitab itu ada dua, yaitu Kitab (catatan) yang Allah menghapuskan sebagian darinya menurut apa yang Dia kehendaki dan menetapkan apa yang Dia kehendaki darinya, dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab.
Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz).
Hal ini menyangkut perihal seseorang yang melakukan amal ketaatan selama suatu masa, kemudian ia kembali mengerjakan perbuatan maksiat kepada Allah, lalu ia mati dalam keadaan sesat, maka hal inilah yang dihapuskan. Dan yang ditetapkan ialah perihal seseorang yang mengerjakan kemaksiatan kepada Allah, tetapi telah ditetapkan baginya kebaikan hingga ia mati, sedangkan dia dalam keadaan taat kepada Allah. Maka dialah yang ditetapkan oleh Allah.
Tetapi telah diriwayatkan dari Sa'id ibnu Jubair, bahwa makna ayat ini sama dengan apa yang disebutkan oleh firman-Nya:
Allah mengampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah Mahakuasa atas segala sesuatu. (Al Baqarah:284)
Ali ibnu Abu Talhah telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Allah mengganti apa yang Dia kehendaki, maka Dia menghapuskannya,
...dan menetapkan apa yang Dia kehendaki, maka Dia tidak menggantinya. dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz). Kesimpulan maknanya ialah 'di sisi-Nya terdapat Ummul Kitab yang di dalamnya terkandung hal yang dihapuskan, hal yang diganti, dan hal yang ditetapkan'.
Qatadah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Ayat ini semakna dengan firman-Nya dalam ayat yang lain:
Ayat apa saja yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. (Al Baqarah:106), hingga akhir ayat.
Ibnu Abu Nujaih telah meriwayatkan dari Mujahid sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki).
Bahwa orang-orang kafir Quraisy, ketika ayat berikut ini diturunkan:
Dan tidak ada hak bagi seorang rasul mendatangkan sesuatu ayat (mukjizat) melainkan dengan izin Allah.
Mereka berkata, "Sekarang kita tidak melihat Muhammad memiliki suatu kemampuan pun. Sesungguhnya dia tidak berdaya." Maka turunlah ayat ini sebagai ancaman dan peringatan terhadap mereka. Dengan kata lain, disebutkan bahwa sesungguhnya bila Kami menghendaki, tentulah Kami mengadakan baginya sebagian dari urusan Kami menurut apa yang Kami kehendaki. Dan Allah menetapkan pada bulan Ramadan (ketetapan-Nya), maka Dia menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan rezeki-rezeki manusia serta musibah-musibah mereka, dan semua yang Dia berikan dan yang Dia bagikan buat mereka.
Al-Hasan Al-Basri mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya:
Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan. (apa yang Dia kehendaki).Bahwa barang siapa yang ajalnya telah datang, maka ia dimatikan, dan Allah menetapkan kehidupan bagi orang yang ditetapkan-Nya masih hidup hingga sampai pada ajalnya. Pendapat ini dipilih oleh Abu Ja'far ibnu Jarir rahimahullah.
Firman Allah Swt.:
...dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab (Lauh Mahfuz).
Maksudnya, perkara halal dan perkara haram.
Sedangkan menurut Qatadah, makna yang dimaksud ialah keseluruhan Kitab dan pokoknya.
4 Tafsir Al-Jalalain
(Allah menghapuskan) daripada kitab itu (apa yang dikehendaki-Nya dan menetapkan) dapat dibaca yutsbitu atau yutsabbitu, artinya hukum-hukum dan masalah-masalah lainnya yang dikehendaki-Nya untuk dihapus atau ditetapkan (dan di sisi-Nyalah terdapat Ummul Kitab) asal kitab yang tidak berubah sedikit pun daripadanya, yaitu kitab-kitab-Nya di zaman azali.
5 Tafsir Quraish Shihab (Al-Misbah)
Allah bebas menghapus dan menetapkan syariat dan mukjizat yang Dia kehendaki. Inti ajaran semua syariat yang tetap dan tidak mungkin berubah, yaitu kemahaesaan-Nya, inti-inti kebaikan, dan lain-lain, ada pada-Nya.