Allah Swt. menceritakan perihal istri Aziz yang Yusuf tinggal di dalam rumahnya di Mesir. Suaminya telah berpesan kepadanya agar memperlakukan dan melayani Yusuf dengan baik. Maka pada suatu hari istri Aziz merayu Yusuf, yakni menggodanya untuk melakukan perbuatan mesum, karena istri Aziz sangat cinta kepada Yusuf, sebab Yusuf telah menjadi seorang lelaki yang sangat tampan dan berwibawa. Hal inilah yang mendorongnya untuk mempercantik dirinya buat Yusuf, lalu ia menutup semua pintu rumah yang Yusuf ada di dalamnya, kemudian ia mengajak Yusuf untuk berbuat mesum.
...dan ia berkata, "Marilah ke sini."
Yusuf menolak ajakan itu dengan tolakan yang keras, dan ia mengatakan:
Yusuf berkata.”Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik."
Mereka menyebut kata Rabb untuk tuan dan orang besar di kalangan mereka. Dengan kata lain, maksudnya adalah 'sesungguhnya suamimu adalah tuanku, dia telah memperlakukan diriku dengan perlakuan yang baik dan menempatkan diriku pada kedudukan yang baik, maka aku tidak akan membalas kebaikan ini dengan melakukan perbuatan keji (zina) terhadap istrinya'.
Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Demikianlah menurut tafsir yang dikemukakan oleh Mujahid, As-Saddi, Muhammad ibnu Ishaq, dan lain-lainnya.
Ulama qiraat berbeda pendapat sehubungan dengan bacaan firman-Nya:
Marilah ke sini.
Kebanyakan ulama membacanya dengan harakat fathah pada huruf ha, yaitu haita. Ibnu Abbas, Mujahid, dan lain-lainnya yang bukan hanya seorang mengatakan bahwa makna haita lak ialah si wanita itu mengajaknya untuk berbuat mesum.
Ali ibnu Abu Talhah dan Al-Aufi telah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya: Marilah ke sini.
Yakni kemarilah kamu.
Hal yang sama telah dikatakan oleh Zur ibnu Hubaisy, Ikrimah, Al-Hasan, dan Qatadah. Amr ibnu Ubaid telah meriwayatkan dari Al-Hasan, bahwa lafaz haita lak adalah bahasa Siryani yang artinya 'kemarilah ke sini'.
As-Saddi mengatakan sehubungan dengan firman-Nya: Marilah ke sini. Lafaz ini berasal dari bahasa Qibti yang artinya 'marilah ke sini'. Mujahid mengatakan bahwa haita lak adalah bahasa Arab yang maksudnya ialah ajakan.
Imam Bukhari mengatakan bahwa Ikrimah mengatakan sehubungan dengan makna firman-Nya: Marilah ke sini. Yakni 'kemarilah kamu' memakai bahasa Haurani.
Demikianlah menurut Imam Bukhari secara mu'allaq.
Tetapi disebutkan secara isnad oleh Ja'far ibnu Jarir yang mengatakan bahwa telah menceritakan kepadaku Ahmad ibnu Sahi Al-Wasiti, telah menceritakan kepada kami Qurrah ibnu Isa, telah menceritakan kepada kami An-Nadr ibnu Ali Al-Jazari, dari Ikrimah maula Ibnu Abbas sehubungan dengan makna firman-Nya: Marilah ke sini. Maksudnya, hai kamu, kemarilah ke sini'. Ikrimah mengatakan bahwa kata-kata ini memakai bahasa Haurani.
Abu Ubaid Al-Qasim ibnu Salam mengatakan bahwa Imam Kisai' pernah meriwayatkan qiraat ayat ini, yakni firman-Nya: Marilah ke sini. Lalu ia mengatakan bahwa kata-kata ini berasal dari penduduk Hauran yang biasa dipakai oleh penduduk Hijaz, artinya 'kemarilah’.
Abu Ubaidah mengatakan bahwa ia pernah menanyakan kepada seorang syekh (guru) yang alim dari kalangan penduduk Hauran, dan ternyata ia menjawab bahwa kata-kata itu berasal dari bahasa mereka yang biasa mereka pakai.
Sedangkan sebagian ulama membacanya "هِئتُ لَكَ"yang artinya 'aku telah bersiap-siap untukmu', berasal dari kata hi-tu lil amri, yakni aku telah bersiap-siap mengerjakan urusan itu, bentuk mudari '-nya ialah ahi-u, dan bentuk masdar-nya ialah hi-atan. Di antara ulama yang meriwayatkan qiraat ini ialah Ibnu Abbas, Abu Abdur Rahman As-Sulami, Abu Wail, Ikrimah, dan Qatadah, semuanya menafsirkannya dengan makna 'aku telah bersiap-siap untukmu'.
Ibnu Jarir mengatakan bahwa Abu Amr dan Al-Kisai membantah qiraat ini.
Abdur Razzaq mengatakan, telah menceritakan kepada kami As-Sauri, dari Al-A'masy, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Ibnu Mas'ud mengatakan setelah mendengar para ahli qurra membaca, bahwa ia mendengar qiraat mereka berdekatan. Maka bacalah menurut apa yang diajarkan kepada kalian, dan janganlah kalian bertengkar dan berselisih pendapat, sesungguhnya makna lafaz ini hanyalah seperti perkataan kalian, "Kemarilah, kesinilah." Kemudian Abdullah ibnu Mas'ud membacakan firman-Nya: Marilah ke sini. Perawi bertanya, "Wahai Abu Abdur Rahman, sesungguhnya orang-orang membacanya haitu." Abdullah ibnu Mas'ud menjawab, "Aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku."
Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku Ibnu Waki', telah menceritakan kepada kami Ibnu Uyaynah, dari Mansur, dari Abu Wail yang mengatakan bahwa Abdullah ibnu Mas'ud membacanya dengan bacaan haita laka. Maka Masruq bertanya kepadanya, "Sesungguhnya orang-orang membacanya haitu laka." Maka Ibnu Mas'ud menjawab, "Biarkanlah aku, sesungguhnya aku lebih suka membacanya seperti apa yang diajarkan kepadaku."
Ibnu Jarir mengatakan pula bahwa telah menceritakan kepadaku Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Adam ibnu Abu Iyas, telah menceritakan kepada kami Syu'bah, dari Syaqiq, dari Ibnu Mas'ud, bahwa ia membacanya haita. Sedangkan ulama lainnya membacanya haitu.
Abu Ubaid Ma'mar ibnul Musanna mengatakan bahwa lafaz haita tidak di-tasniyah-kan, tidak di-jamak-kan, dan tidak di-muannas-kan, melainkan dapat dipakai semuanya dalam satu bentuk. Untuk itu dikatakan haita laka, haita lakum, haita lakuma, haita lakunna, dan haita lahunna.
#Catatan :
Kebanyakan ahli tafsir berpendapat bahwa kata "rabbi" berarti tuan rumah. Dengan kata lain, maksudnya adalah 'sesungguhnya suamimu adalah tuanku, dia telah memperlakukan diriku dengan perlakuan yang baik dan menempatkan diriku pada kedudukan yang baik, maka aku tidak akan membalas kebaikan ini dengan melakukan perbuatan keji (zina) terhadap istrinya'.
Meskipun dalam bahasa Arab kata "rabb" dapat diartikan demikian, namun ada dua hal yang harus dipertimbangkan :
Pertama :
Tidak mungkin seorang nabi menahan diri dari melakukan sebuah dosa dengan alasan takut kepada seseorang atau demi membalas budi kepada seseorang yang telah memperlakukannya dengan baik.
Kedua :
Tak ada satu ayat pun di dalam Al Quran dimana seorang nabi menyebut seseorang selain daripada Allah dengan sebutan "rabbku"
diringkas dari http://www.tafheem.net/